Sukses

3 PPTK Bersaksi di Sidang Suap 4 Oknum Pegawai BPK

Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan eks Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah.

Liputan6.com, Makassar - Tim Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan 6 saksi dalam sidang perkara suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) Provinsi Sulsel, Selasa (10/1/2023).

6 orang saksi tersebut masing-masing 3 saksi yang berperan sebagai Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) pada Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulsel yakni Jasman Yunus, Lukman Malik dan Joko Pribatin.

Kemudian 3 saksi lainnya yakni Lili dan Julita Rendi yang merupakan staf pada Dinas PUTR Provinsi Sulsel serta Sumartini seorang kepala bidang pada Dinas PUTR Provinsi Sulsel.

Dalam persidangan yang dipimpin oleh Muh Yusuf Karim selaku Ketua Majelis Hakim dan Harto Pancono serta Yohannes Marten selaku Anggota Majelis Hakim, para saksi khususnya yang berperan sebagai PPTK pada dasarnya mengakui adanya peristiwa dari Edy Rahmat untuk menyediakan dana partisipasi satu persen untuk mengamankan pemeriksaan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Nah itu ada walaupun mereka tidak tahu, tapi peristiwa itu ada," ucap Rikhi BM, salah seorang anggota tim Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang ditemui usai persidangan.

Tak hanya itu, dalam persidangan tadi juga terungkap terkait pemeriksaan BPK pada beberapa paket proyek lingkup Dinas PUTR Provinsi Sulsel tahun 2020 di lapangan yang kemudian menjadi temuan. Namun dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan berita acara pemeriksaannya malah dibuat nihil.

Selanjutnya juga terungkap ada beberapa paket proyek yang sebenarnya tidak selesai dan dibuatkan perpanjangan atau adendum perpanjangan kegiatan.

"Saat ditanyakan alasannya, para saksi (PPTK) nya ini mengaku tidak tahu alasannya apa, padahal adendum itu kan salah satu bentuk," terang Rikhi.

"Ini termasuk nanti akan didalami lagi, apakah akan dibuktikan perpanjangan kontrak ini untuk menghindari denda atau mengurangi nilai temuan dari BPK," lanjut Rikhi.

 

 

2 dari 4 halaman

Para Kontraktor Pemberi 'Suap' Bakal Dihadirkan

Rikhi mengatakan, pada sidang berikutnya tepatnya Selasa pekan depan, agendanya masih pada tahap pemeriksaan saksi. Adapun saksi-saksi yang bakal dihadirkan nantinya, tentunya masih berkaitan dengan hasil pemeriksaan-pemeriksaan dari BPK.

"Termasuk nanti kami hadirkan juga kontraktor-kontraktor yang memberikan, tapi kan kita sesuaikan dulu saksinya waktunya yang pas kapan itu," tutur Rikhi.

Diketahui, para terdakwa yang merupakan oknum pegawai BPK Sulsel tersebut yakni Gilang Gumilar (GG), Yohanes Binur Haryanto Manik (YBHM), Wahid Ikhsan Wahyudin (WIK) dan Andy Sonny (AS) didakwa melanggar Pasal 12 atau Pasal 11 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.

3 dari 4 halaman

Awal Mula Kasus

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan keempat oknum pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) itu sebagai tersangka dalam dugaan pidana menerima suap dari Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat. Edy juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2022.

Ia menjelaskan, kasus yang menjerat keempat oknum pegawai BPK tersebut, berawal saat BPK Sulsel memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020, salah satu diantaranya laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel.

"Seorang tersangka, YBHM masuk dalam anggota tim yang ditunjuk memeriksa saat itu," jelas Alex.

YBHM diduga aktif berkomunikasi dengan ketiga tersangka lainnya yang kebetulan ketiganya memang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019.

"Jadi YBHM sebelum memeriksa terlebih dahulu bertanya-tanya ke GG, WIK dan AS tentang bagaimana cara memanipulasi item-item pemeriksaan," terang Alex. “Dan untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel di tahun 2019 itu juga diduga telah dikondisikan oleh AS, WIK dan GG dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.

Dalam perjalanannya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 tepatnya di Dinas PUTR Sulsel, tim BPK yang didalamnya beranggotakan YBHM kemudian menemukan adanya beberapa proyek yang nilainya digelembungkan dan hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan kontrak. Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUTR Sulsel lalu mencari akal agar temuan yang ada bisa diubah.

Edy pun diduga berkomunikasi dengan GG yang dianggapnya berpengalaman dalam mengakali temuan BPK. GG kemudian mendukung keinginan Edy dengan memperkenalkannya ke YBHM. Setelah mereka bertemu dan mengobrol, YBHM menyetujui apa yang diinginkan Edy untuk mengatur hasil pemeriksaan terhadap Dinas PUTR dengan sejumlah imbalan uang.

Dari hasil penyidikan, KPK menduga Edy menyetorkan uang senilai Rp2,8 miliar kepada YBHM, WIK dan GG. Demikian juga AS diduga turut menerima cipratan dana senilai Rp100 juta.

“Diduga uang Rp100 juta itu digunakan AS untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan Sultra," tutur Alex.

 

4 dari 4 halaman

Kicauan Edy Rahmat di Persidangan

Dalam persidangan perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan anak buahnya bernama Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel sebelumnya, telah terungkap peran para kontraktor yang seharusnya ikut dibawa dalam penyidikan kasus yang ada.

Diantaranya, ada beberapa nama kontraktor ternama yang disebut-sebut ikut menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rachmat yang selanjutnya uang tersebut diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar dengan tujuan untuk mengamankan jika nantinya ada temuan dalam pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel terkhusus Dinas PUTR Sulsel kala itu.

Dari keterangan Edy di persidangan saat itu tepatnya Rabu 13 Oktober 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar, Edy menceritakan awal dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Di mana KPK menangkapnya saat ia berada di rumahnya serta turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel yang melekat pada Edy.

Selain itu, Edy juga mengaku, dari tangannya uang sebesar Rp300 juta lebih juga turut disita oleh KPK saat itu juga. Uang Rp300 juta lebih itu merupakan fee 10 persen dari total dana Rp3 miliar lebih yang Edy terima dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel masing-masing Jhon Tidore, Petrus, H. Momo, Andi Kemal, Yusuf Rombe, Robert, Hendrik, Lukito, Tyo, Rudi Moha dan Karaeng Konde.

Uang yang diterima Edy dari Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng. Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy tersebut senilai Rp3,241 miliar.

Adapun dari total uang yang dikumpulkan Edy itu, kemudian diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar sebesar Rp2,817 miliar dan sisanya sebesar Rp324 juta diambil oleh Edy.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: