Liputan6.com, Yogyakarta - Perayaan Imlek biasanya dilengkapi dengan pertunjukan barongsai. Pertunjukan seni tradisional ini dimaksudkan untuk memeriahkan semarak tahun baru tersebut.
Dalam budaya tradisional Tiongkok, singa yang mirip naga merupakan hewan yang hanya ada dalam mitos dan tidak pernah ada di daratan Tiongkok. Sebelum Dinasti Han, atau sekitar 202-220 M, hanya ditemukan beberapa singa yang mampu mencapai Dataran Tengah di wilayah barat Tiongkok kuno.
Daerah tersebut kini dikenal dengan nama Xinjiang. Pada masa itu, masyarakat setempat percaya singa-singa tersebut dipercaya muncul karena adanya perdagangan Jalur Sutra.
Advertisement
Baca Juga
Saat itu, banyak orang yang menirukan gerakan singa di suatu pertunjukan. Tiruan penampilan inilah yang kemudian berkembang menjadi tari barongsai di periode tiga kerajaan pada 220-280 M.
Tarian ini kemudian mendadak populer dengan munculnya agama Buddha pada Dinasti Utara dan Selatan di 420-589 M. Pada masa Dinasti Tang, yakni sekitar 618-907 M, tari barongsai juga dikenal sebagai tarian istana.
Hingga kini, tari barongsai merupakan salah satu contoh budaya Tiongkok yang berkembang pesat dan tersebar ke seluruh dunia. Bahkan, kini ada banyak klub khusus tari barongsai yang selalu menampilkan pertunjukan menarik, terutama saat perayaan Tahun Baru Tiongkok.
Cerita lain menyebutkan asal mula tari barongsai lahir dari kisah Nian, yakni makhluk mengerikan di awal musim semi atau Tahun Baru Imlek. Ia mengganggu manusia di muka bumi.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Menakuti Nian
Saat itu, masyarakat kuno Tiongkok kerap melakukan berbagai hal untuk menakut-nakuti Nian. Mereka bermain petasan, kembang api, dan melakukan tari barongsai yang meriah.
Gerakan tarian barongsai umumnya diperagakan dalam dua gaya, yaitu gaya bebas dan gaya koreografi yang telah ditentukan sebelumnya. Terdapat delapan elemen dasar tari barongsai, yaitu shuijiao (tidur), dakai (membuka), wan (bermain), sousuo (pencarian), zhandou (berkelahi), chi (makan), gai (penutup), dan shuijiao (tidur).
Adapun gerakan utama dalam tari barongsai adalah lay see (singa memakan amplop yang berisi uang). Selain itu, di atas amplop biasanya diberi sayuran selada air chai chin bermakna sebagai hadiah untuk sang singa.
Sementara itu, seni barongsai masuk ke Indonesia pada abad ke-17. Saat itu, terjadi migrasi besar-besaran dari Tiongkok selatan. Barongsai di Indonesia mengalami masa kejayaaan saat masih ada perkumpulan Tiong Hoa Hwe Koan.
Tiong Hoa Hwe yang berada di Indonesia hampir semua memiliki perkumpulan barongsai. Pada 1965 atau ketika G30S, perkembangan barongsai sempat berhenti.
Situasi politik yang waktu itu sedang memanas menjadi faktor pelarangan segala kebudayaan Tiongkok di indonesia. Satu-satunya tempat yang biasanya menampilkan barongsai di Indonesia yakni Kota Semarang, tepatnya di panggung besar Klenteng Sam Poo Kong (Kelenteng Gedong Batu).
Adapun di Kelenteng Gedong Batu, barongsai biasanya disebut dengan istilah Sam Sie yang dimainkan bersama Liong dan Say. Setelah 1998, perubahan situasi politik membuat barongsai kembali bangkit. Berbagai perkumpulan barongsai pun mulai banyak bermunculan.
(Resla Aknaita Chak)
Advertisement