Sukses

OPINI: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Bukti Kemunduran Demokrasi, Mengapa?

Bahkan, saat ini total 8 Partai Politik (Palpol) yang menolak keras wacana tersebut.

Liputan6.com, Gorontalo - Wacana Pemilihan Umum (Pemilu) Proporsional tertutup hingga kini terus didengungkan oleh para elite partai hingga masyarakat tingkat bawah. Ada pihak menolak, sebagian juga ada yang mendukung sistem ini.

Bahkan, saat ini total 8 Partai Politik (Palpol) yang menolak keras wacana tersebut. Mulai dari Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Dari 9 parpol di parlemen, hanya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) mendukung sistem ini. Bahkan, terbaru, Partai Buruh dan Pertai Bulan Bintang (PBB) juga menyatakan mendukung sistem pemilu proporsional tertutup.

Sebagian masyarakat menilai, bahwa pemilu proporsional tertutup tidak bisa lagi diterapkan di Indonesia. Alasannya, setiap kader partai memiliki perbedaan kapasitas dalam menyelesaikan persoalan di tengah masyarakat.

Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Inkrianto Mahmud, mengatakan jika sistem pemilu proporsional tertutup merupakan kemunduran Demokrasi. Bisa dipastikan hampir sebagian masyarakat Indonesia tidak menerima sistem ini.

Mahasiswa pascasarjana asal Gorontalo itu mengaku, pemilu dengan sistem seperti itu ibarat rakyat memilih wakil melalui simbol. Simbol itulah yang kemudian menentukan siapa wakil rakyat yang bakal duduk di parlemen.

"Kalau proporsional tertutup, jelas rakyat hanya menentukan pilihan mereka ke partai. Sementara partai itu yang menentukan siapa yang terpilih," kata Inkrianto.

"Kan, kapasitas dan kapabilitas setiap kader partai itu berbeda. Kalau begini, hanya orang-orang dekat dengan pengurus partai saja yang kemungkinan besar bisa terpilih," tuturnya.

Selain itu, pemilu proporsional tertutup juga bisa jadi menjadi pemicu masalah di internal masing-masing partai peserta pemilu. Ambisius setiap kader partai untuk merebut dan mempertahankan nomor urut sudah pasti bakal terjadi.

"Jika ini disahkan, maka akan timbul masalah baru, mulai dari gelombang penolakan hingga masalah di internal partai untuk memperebutkan nomor urut," ungkapnya.

"Jangan sampai kader partai yang sudah bekerja, malah dikalahkan oleh orang yang memiliki kedekatan dengan pengurus partai. Kalau saya menolak sistem proporsional tertutup," imbuhnya.

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Warga Menolak

Sementara itu, salah satu tokoh masyarakat Gorontalo, Aksan Muslim mengatakan, bahwa saat ini mereka memiliki calon kader partai yang bisa dibilang mumpuni. Akan tetapi dengan adanya wacana pemilu proporsional tertutup membuat mereka was-was.

"Sudah pasti kalau ini disahkan, kami tidak akan memiliki wakil rakyat. Sebab, sudah pasti orang yang kami mau, tidak bisa mendapatkan nomor urut," kata Aksan.

Aksan menuturkan, seluruh masyarakat memiliki ruang dan peluang yang adil. Karena itu, ia berharap semua bisa menggunakan haknya dengan baik untuk memilih dan dipilih secara individu.

"Oleh karena itu, atas alasan ini, berharap sistem proporsional terbuka sesuai dengan undang-undang berlaku saat ini masih tetap dapat dipertahankan untuk Pemilu 2024 nanti," ia menandaskan.