Liputan6.com, Yogyakarta - Nyadran merupakan salah satu tradisi yang masih lekat dalam kehidupan masyarakat Jawa. Tradisi ini termasuk sebagai salah satu tradisi menjelang datangnya bulan Ramadan.
Mengutip dari kebudayaan.jogjakota.go.id, 'nyadran' berasal dari bahasa Sansekerta 'sraddha' yang berarti keyakinan. Tradisi ini merupakan suatu budaya mendoakan leluhur yang kemudian berkembang menjadi adat dan tradisi yang memuat berbagai macam seni budaya.
Nyadran juga dikenal dengan nama ruwahan karena diselenggarakan pada bulan Ruwah. Berdasarkan sejarahnya, nyadran hadir sebagai bentuk akulturasi budaya Jawa dengan Islam.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Yanu Endar Prasetyo, nyadran atau sadranan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa di bulan Syakban (Kalender Hijriyah) atau Ruwah (Kalender Jawa). Tradisi ini merupakan ungkapan rasa syukur yang dilakukan secara kolektif dengan mengunjungi makam atau kuburan leluhur yang ada di suatu kelurahan atau desa.
Nyadran dimaksudkan sebagai sarana mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia. Tradisi ini juga dimaksudkan sebagai pengingat diri bahwa semua manusia pada akhirnya akan mengalami kematian.
Sementara, tata cara pelaksanaan tradisi nyadran bukan sekadar ziarah ke makam leluhur, tetapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya, seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan. Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing, sehingga dibeberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya.
Â
Saksikan video pilihan berikut ini:
Beragam Kegiatan
Umumnya, tradisi nyadran terdiri dari berbagai kegiatan, di antaranya:
1. Besik
Besik adalah pembersihan makam leluhur dari kotoran dan rerumputan. Dalam Kegiatan ini, masyarakat dan anggota keluarga akan saling bekerja sama gotong-royong untuk membersihkan makam leluhur.
2. Kirab
Kirab merupakan arak-arakan peserta Nyadran. Arak-arakan ini biasanya menuju ke tempat di mana upacara adat dilangsungkan.
3. Ujub
Selanjutnya adalah penyampaian ujub. Salah satu rangkaian upacara adat nyadran ini biasanya dilakukan oleh Pemangku Adat.
4. Doa
Kemudian, Pemangku Adat akan memimpin kegiatan doa bersama. Doa tersebut ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal.
5. Kembul Bujono dan Tasyukuran
Setelah dilakukan doa bersama, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Masyarakat menggelar Kembul Bujono atau makan bersama dengan setiap keluarga yang mengikuti kenduri.
Masyarakat yang mengikuti kenduri harus membawa makanan sendiri. Adapun makanan yang dibawa biasanya berupa makanan tradisional, seperti ayam ingkung, sambal goreng ati, urap sayur dengan lauk rempah, prekedel, tempe bacem, tahu bacem, dan lainnya.
Makanan tersebut kemudian diletakkan di depan untuk didoakan oleh pemuka agama setempat agar mendapatkan berkah. Selanjutnya, warga akan saling tukar-menukar makanan sebagai penutup tradisi nyadran.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak
Advertisement