Sukses

Nama Ketua DPRD Sulsel Ina Kartika disebut dalam Sidang Suap 4 Oknum Pegawai BPK

Nama Ina muncul saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan salah satu poin pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Petrus Yalim.

Liputan6.com, Makassar - Nama Ina Kartika Sari, Ketua DPRD Sulsel muncul dalam persidangan pemeriksaan saksi perkara suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor Makassar, Selasa (24/1/2023).

Nama Ina muncul saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membacakan salah satu poin pemeriksaan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) seorang saksi yang dihadirkan dalam persidangan, Petrus Yalim.

"Apakah saudara mengenal saudari Ina Kartika Sari?," ucap Jaksa Penuntut Umum KPK, Johan Dwi Junianto kepada Petrus Yalim dalam persidangan.

"Saya kenal Ibu Ina selaku Ketua DPRD Sulsel dan kenalnya sudah lama sekitar 12 tahunan," jawab Petrus.

Saat anggota JPU KPK menanyakan mengenai adanya pemberian uang sebesar Rp4 miliar ke Ina Kartika Sari, Petrus Yalim mengatakan itu tak ada kaitannya dengan pekerjaan proyek.

"Saya ini meminjamkan uang Rp4 miliar ke ibu Ina untuk operasional. Itu tidak ada kaitannya dengan pekerjaan," tutur Petrus.

Meski demikian jawaban dari Petrus Yalim, JPU KPK tetap menyakini jika pemberian uang sebesar Rp4 miliar oleh Petrus ke Ina Kartika Sari pada tahun 2019/2020 diduga berkaitan dengan pengamanan pekerjaan. Di mana diketahui, Petrus sendiri mendapatkan pekerjaan pembangunan jalan sepanjang 5,8 Km di Kawasan Pucak Maros dengan kontak senilai Rp38 miliar lebih dan pekerjaan renovasi gedung IGD Rumah Sakit Dadi dengan nilai kontrak sebesar Rp12 miliar lebih.

"Dia tadi katakan uang itu dipinjamkan buat operasional, tapi dia tahu pada waktu pemeriksaan penyidikan di KPK jika uang tersebut dipakai untuk mengamankan pekerjaan yang dia dapatkan baik itu yang di pucak maupun di RS Dadi itu," terang JPU KPK, Johan Dwi Junianto usai persidangan.

Saat ditanya apakah, KPK nantinya akan mendalami lebih lanjut fakta persidangan terkait adanya pemberian uang sebesar Rp4 miliar oleh Petrus Yalim ke Ina Kartika Sari keterkaitannya untuk pengamanan pekerjaan, Johan mengatakan hal itu bakal dibahas nantinya.

"Nanti itu tanyakan langsung sama Pak Zainal yah," jawab Johan.

Diketahui dalam pemeriksaan saksi perkara suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK yakni Gilang Gumilar, Yohanes Binur Haryanto Manik, Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andy Sonny sebagai terdakwa, Tim JPU KPK tak hanya menghadirkan Petrus Yalim, tapi turut menghadirkan 4 pihak rekanan lainnya masing-masing Chang Chiung Yao, Rosmini Ali, A. Indar dan juga pengusaha ternama John Thedore.

Kelima saksi pada dasarnya mengakui adanya pemberian dana partisipasi untuk pengamanan pemeriksaan pekerjaan yang diminta oleh Edy Rahmat, mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap yang menjerat 4 oknum pegawai BPK.

Nilai yang diberikan kepada Edy Rahmat tersebut berbeda-beda disesuaikan dengan besaran kontrak pekerjaan yang dikerjakan oleh perusahaan saksi masing-masing.

 

2 dari 3 halaman

4 Oknum Pegawai BPK Disangka Menerima Suap

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan 4 oknum pegawai Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masing-masing Gilang Gumilar, Yohanes Binur Haryanto Manik, Wahid Ikhsan Wahyudin dan Andy Sonny sebagai tersangka dalam dugaan pidana menerima suap dari Eks Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Provinsi Sulawesi Selatan, Edy Rahmat. Edy juga turut ditetapkan sebagai tersangka.

"Kami menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan mereka sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis 18 Agustus 2022.

Ia menjelaskan, kasus yang menjerat keempat oknum pegawai BPK tersebut, berawal saat BPK Sulsel memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020, salah satu diantaranya laporan keuangan Dinas PUTR Sulsel.

"Seorang tersangka, Yohanes Binur masuk dalam anggota tim yang ditunjuk memeriksa saat itu," jelas Alex.

Yohanes diduga aktif berkomunikasi dengan ketiga tersangka lainnya yang kebetulan ketiganya memang pernah menjadi tim pemeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2019.

"Jadi Yohanes ini sebelum memeriksa terlebih dahulu bertanya-tanya ke Gilang, Wahid dan Sonny tentang bagaimana cara memanipulasi item-item pemeriksaan," terang Alex. “Dan untuk laporan keuangan Pemprov Sulsel di tahun 2019 itu juga diduga telah dikondisikan oleh Sonny, Wahid dan Gilang dengan meminta sejumlah uang,” kata Alex.

Dalam perjalanannya memeriksa laporan keuangan Pemprov Sulsel tahun 2020 tepatnya di Dinas PUTR Sulsel, tim BPK yang didalamnya beranggotakan Yohanes kemudian menemukan adanya beberapa proyek yang nilainya digelembungkan dan hasil pekerjaannya tidak sesuai dengan kontrak. Edy Rahmat yang saat itu menjabat sebagai Sekretaris Dinas PUTR Sulsel lalu mencari akal agar temuan yang ada bisa diubah.

Edy pun diduga berkomunikasi dengan Gilang yang dianggapnya berpengalaman dalam mengakali temuan BPK. Gilang kemudian mendukung keinginan Edy dengan memperkenalkannya ke Yohanes. Setelah mereka bertemu dan mengobrol, Yohanes menyetujui apa yang diinginkan Edy untuk mengatur hasil pemeriksaan terhadap Dinas PUTR dengan sejumlah imbalan uang.

Dari hasil penyidikan, KPK menduga Edy menyetorkan uang senilai Rp2,8 miliar kepada Yohanes, Wahid dan Gilang. Demikian juga Andi Sonny diduga turut menerima cipratan dana senilai Rp100 juta.

“Diduga uang Rp100 juta itu digunakan Andi Sonny untuk mengurus kenaikan jabatan menjadi Kepala BPK Perwakilan Sultra," tutur Alex.

 

3 dari 3 halaman

Edy Rahmat Sebut Nama-Nama Kontraktor Penyetor Uang Partisipasi

Dalam persidangan perkara suap yang menjerat mantan Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah dan anak buahnya bernama Edy Rachmat yang merupakan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel sebelumnya, telah terungkap peran para kontraktor yang seharusnya ikut dibawa dalam penyidikan kasus yang ada.

Diantaranya, ada beberapa nama kontraktor ternama yang disebut-sebut ikut menyetorkan sejumlah uang kepada mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rachmat yang selanjutnya uang tersebut diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar dengan tujuan untuk mengamankan jika nantinya ada temuan dalam pelaksanaan pekerjaan infrastruktur di lingkup Pemprov Sulsel terkhusus Dinas PUTR Sulsel kala itu.

Dari keterangan Edy di persidangan saat itu tepatnya Rabu 13 Oktober 2021 di Pengadilan Tipikor Makassar, Edy menceritakan awal dirinya terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh KPK. Di mana KPK menangkapnya saat ia berada di rumahnya serta turut mengamankan uang dalam koper senilai Rp2 miliar dan Rp500 juta dalam tas ransel yang melekat pada Edy.

Selain itu, Edy juga mengaku, dari tangannya uang sebesar Rp300 juta lebih juga turut disita oleh KPK saat itu juga. Uang Rp300 juta lebih itu merupakan fee 10 persen dari total dana Rp3 miliar lebih yang Edy terima dari sejumlah kontraktor ternama di Sulsel masing-masing Jhon Tidore, Petrus, H. Momo, Andi Kemal, Yusuf Rombe, Robert, Hendrik, Lukito, Tyo, Rudi Moha dan Karaeng Konde.

Uang yang diterima Edy dari Jhon Tidore senilai Rp525 juta, Petrus Yalim Rp445 juta, H. Momo Rp250 juta, Andi Kemal Rp479 juta, Yusuf Rombe Rp525 juta, Robert Rp58 juta, Hendrik Rp397 juta, lukito Rp24 juta, Rudi Moha Rp800 juta, Tyo kontraktor selayar CV Jampea serta ada juga dari Karaeng Konde kontraktor asal Kabupaten Bantaeng. Di mana total pemberian dari kontraktor yang diterima Edy tersebut senilai Rp3,241 miliar.

Adapun dari total uang yang dikumpulkan Edy itu, kemudian diberikan kepada oknum auditor BPK, Gilang Gumilar sebesar Rp2,817 miliar dan sisanya sebesar Rp324 juta diambil oleh Edy.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: