Sukses

Tidak Banding, Status Mantan Rektor UIN Suska Riau Resmi Jadi Terpidana Kasus Korupsi

Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru segera mengeksekusi vonis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap mantan Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr Ahmad Mujahidin.

Liputan6.com, Pekanbaru - Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Pekanbaru segera mengeksekusi vonis Pengadilan Tindak Pidana korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap mantan Rektor UIN Suska Riau, Prof Dr Ahmad Mujahidin. Beberapa pekan lalu, guru besar tersebut divonis 2 tahun 10 bulan penjara.

Vonis itu terkait pengusutan korupsi jaringan internet yang dilakukan Kejari Pekanbaru terhadap Ahmad Mujahidin pada tahun 2020 dan tahun 2021. Terhadap putusan itu, ternyata Ahmad tidak melakukan perlawanan atau banding.

Kasi Pidana Khusus Kejari Pekanbaru Agung Irawan menyebut vonis Ahmad Mujahidin berkekuatan hukum tetap saat tidak ada banding.

"Sudah inkrah ketika terdakwa tidak mengajukan banding sesuai waktu yang ditetapkan Undang-Undang, 7 hari kerja sejak putusan dibacakan," kata Agung, Senin petang, 30 Januari 2023.

Setelah berkekuatan hukum tetap, status Ahmad Mujahidin tidak lagi terdakwa melainkan terpidana.

"Sudah terpidana, selanjutnya akan dilakukan eksekusi," tegas Agung.

Pada 18 Januari 2023, Ahmad Mujahidin dipidana 2 tahun 10 bulan penjara. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp200 juta, dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti kurungan penjara 4 bulan.

Terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal itu sebagaimana dakwaan alternatif ketiga dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saat itu, Akhmad Mujahidin dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kompak menyatakan pikir-pikir selama 7 hari untuk menentukan sikap, menerima atau menolak putusan tersebut. Sikap yang sama juga mereka tunjukkan hingga masa pikir-pikir itu berakhir.

 

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Tersangka Lain

Dalam kasus ini, Ahmad bukan satu-satunya pesakitan. Masih ada nama Benny Sukma Negara sebagai bawahan Ahmad sewaktu menjabat sebagai rektor.

Berkas Benny sendiri masih terus dilengkapi oleh jaksa penyidik. Tak lama lagi, Agung menyebut berkas itu bisa lengkap untuk dimajukan ke pengadilan.

Sebagai informasi, pengadaan jaringan internet di UIN untuk mendukung pembelajaran daring karena pandemi Covid-19. Anggarannya dari APBN tahun 2020 sebesar Rp2,9 miliar dan APBN tahun 2021 sebesar Rp734 juta.

Pengadaan Jaringan Internet di UIN Suska Riau ini ditayangkan ke dalam aplikasi SIRUP (Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan) LKPP dengan metode pemilihan e-purchasing.

Dalam pelaksanannya, terdakwa yang merupakan kuasa pengguna anggaran (KPA) seolah-olah menjadi pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan layanan internet.

Hal itu dilakukan Ahmad selaku KPA UIN Suska Riau berdasarkan Surat Keputusan RNomor 001/R/2020 tentang Penetapan Penanggungjawab Pengelola Keuangan di Lingkungan UIN Suska Riau Tahun Anggaran 2020. Padahal dalam proyek ini sudah ada PPK.

Terdakwa mengambil semua tanggung jawan PPK. Terdakwa yang menandatangani Kontrak Berlangganan (Subscription Contract) Nomor : K.TEL.13/HK.820/WTL-1H10000/2020 tanggal 02 Januari 2020.

Di kontrak itu, mencantumkan kontak person atas nama Benny Sukma Negara dengan maksud agar PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. WITEL RIDAR unikasi Indonesia, Tbk. berkomunikasi dengan Benny Sukma Negara bukan dengan PPK.

Setelah 12 bulan, tidak semua layanan dalam kontrak dilaksanakan atau terealisasi setiap bulannya. Namun, semuanya tetap dibayar seolah-olah berjalan semuanya atas peran terdakwa.