Sukses

Bandros Legendaris di Sukabumi, Sejak Tahun 1960 sampai Kini tetap Maknyus

Kue yang satu ini sepintas terlihat mirip dengan kue pancong, yang membedakan adalah adonannya

Liputan6.com, Sukabumi - Berbagai panganan khas Kota Sukabumi menjadi daya tarik pengunjung atau wisatawan baik dari dalam negeri atau luar negeri, salah satunya makanan bernama bandros.

Bandros Ata ini disebut legendaris, karena sudah ada sejak tahun 1960. Berlokasi di pinggir Jalan Gudang, Kelurahan Kebonjati, Kecamatan Cikole, Kota Sukabumi. Selalu ramai dikunjungi pembeli saat malam hari, terutama pada akhir pekan.

Kue yang satu ini sepintas terlihat mirip dengan kue pancong, yang membedakan adalah adonannya ditambah dengan bahan campuran seperti kelapa, santan, dan soda.

Rasa kue yang manis lembut didalam, dan renyah di luar, memang cocok dinikmati saat cuaca dingin malam hari. Salah seorang pembeli dari luar kota, Citata mengatakan, dirinya sengaja berkunjung ke Kota Sukabumi untuk mencicipi bandros tersebut.

"Kan kita taunya bandros itu kalau orang Jakarta taunya kue pancong. Saya aslinya Sumatra cuma tinggal di Bogor, sengaja main ke Sukabumi mampir beli bandros," kata Citata kepada Liputan6.com, beberapa waktu lalu.

Selain bandros, disana juga terdapat menu minuman khas sunda seperti bandrek. Terbuat dari campuran rempah jahe, susu, dan gula merah. Minuman ini dapat menghangatkan badan, dan semakin nikmat jika dibarengi saat menyantap bandros.

Pemilik Bandros Ata, Dedi Wahyudin (51) mengatakan, dirinya merupakan penerus generasi keempat dari keluarganya. Berawal dari berjualan keliling yang dilakukan kakeknya sejak tahun 1960, hingga kini dilakukan Dedi setelah orangtuanya meninggal.

"Dimulainya dari kakek, tahun 1960-an. Dulu riwayatnya kakek istilahnya pedagang kaki lima berpindah-pindah merintisnya, terus kakek sudah tua pindah ke orang tua. Orang tua sudah meninggal, jadi kita yang jaga," kata Dedi saat ditemui di sela aktivitasnya yang juga masih turun langsung, melayani pembeli.

Dedi menuturkan, rasa bandros yang dipertahankan secara turun temurun itu tak pernah berubah. Begitupun dengan konsep tempat berjualannya tersebut, sederhana namun tanpa mengurangi kenikmatan kuliner malam di pusat kota.

"Iya Alhamdulillah masih ramai, biasanya di depan jadi pembeli bisa sambil lihat pembuatan, terus akhirnya sekarang jadi tempat nongkrong. Sekarang kan satu jalur jadi pindah ke dalam, tempat pembuatan bandrosnya," tutur dia.

Lanjut dia, para pembeli biasanya memesan beberapa jenis menu lainnya seperti telur setengah matang, selain bandros original ada juga bandros dengan tambahan topping seperti coklat, susu, dan keju.

"Kalau rata-rata hari biasa kadang-kadang Rp5 juta lebih, kalau hari sekarang sampai jam 00:00 WIB paling Rp3 juta lebih per hari," pungkasnya.