Liputan6.com, Yogyakarta - Pada 2020 hasil riset menyebutkan ada 8.677 anak Indonesia berusia 0-14 tahun yang menderita kanker. Jumlah kasus kanker pada anak ini menjadi yang tertinggi di Asia Tenggara sesuai dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melalui Agensi Internasional untuk Riset Kanker (IARC).
“Namun seringkali penderita kanker datang dalam kondisi yang sudah terlambat, jumlah kanker pada anak mengalami peningkatan setiap tahunnya disebabkan sulitnya mendeteksi kanker pada anak,” Ujar Dita Windarofah, saat menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Continuing Medical Education (CME) FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu (28/1/2023) lalu.
Menurutnya tingginya kasus kanker pada anak karena anak belum tentu dapat mengemukakan keluhannya layaknya orang dewasa, ditambah belum dapat diandalkannya metode screening mendeteksi kanker pada anak. Kondisi ini membuat peran orang tua, masyarakat, kader dan petugas Kesehatan sangat penting untuk mengetahui gejala kanker pada anak sejak dini.
Advertisement
Baca Juga
"Deteksi kanker pada anak dapat tercapai apabila kesadaran akan gejala kanker dapat dirasakan oleh keluarga dan penyedia layanan primer. Selain itu, juga harus dilakukan evaluasi klinis, diagnosis dan penentuan stadium yang akurat dan tepat waktu, serta harus ada akses untuk segera melakukan pengobatan," katanya.
Kurangnya Pemahaman
Senada juga diungkapkan Sri Mulatsih salah satu tanda belum maksimalnya deteksi dini kanker pada anak itu karena kurangnya pemahaman masyarakat tentang kesehatan. Ditambah akses perawatan primer yang terbatas, penilaian klinis yang tidak akurat, keterlambatan diagnosis, koordinasi yang buruk, masalah finansial, dan lain sebagainya.
“Sehingga Langkah yang harus kita lakukan adalah menumbuhkan kesadaran dan mulai mengakses perawatan. Selain itu juga harus ada evaluasi klinis, diagnosis dan pementasan,” ujar Sri
Menurutnya, dengan adanya keterlambatan diagnosis ini menjadi penyebab rendahnya usia harapan hidup penderita kanker anak. Sehingga perlu ada tiga langkah diagnosis dini yang sangat penting.
“Kesadaran dan akses perawatan; diagnosis dan staging; serta akses terapi, sangat diperlukan untuk melakukan 3 langkah diagnosis dini. Selain itu, monitoring dan evaluasi program juga sangat diperlukan,” kata Sri.
Advertisement