Sukses

Mengenal Uma, Rumah Tradisional Mentawai yang Dibangun Tanpa Paku

Bagi masyarakat Mentawai, uma bukan hanya rumah tempat tinggal biasa, melainkan pusat kehidupan sekaligus identitas, baik sosial maupun spiritual, dan jati diri masyarakat.

Liputan6.com, Mentawai - Uma adalah hunian tradisional utama masyarakat Mentawai, Sumatra Barat. Keberadaan uma saat ini tak hanya sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai daya tarik wisata.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, kayu yang biasa digunakan sebagai bahan utama untuk membuat uma adalah kayu arriribuk. Bagi masyarakat Mentawai, uma bukan hanya rumah tempat tinggal biasa, melainkan pusat kehidupan sekaligus identitas, baik sosial maupun spiritual, dan jati diri masyarakat. 

Uma dibangun tanpa menggunakan paku. Kekuatan konstruksinya didapat dari sistem sambungan silang bertakik dan sambungan berpasak. Bangunan Uma menyerupai rumah dengan atap tenda memanjang yang dibangun di atas tiang-tiang.

Hal tersebut karena atap yang terbuat dari rumbia menjulur ke bawah sampai hampir mencapai lantai rumah. Kerangka bangunan ini terdiri dari lima perangkat konstruksi dari tonggak-tonggak, balok-balok, dan tiang-tiang penopang atap.

Kerangka bangunan ini dibangun berjejer melintang ke belakang dan saling berhubungan dengan balok memanjang. Kekuatan struktur uma dihasilkan oleh teknik ikat, tusuk, dan sambung tradisional.

Pembagian ruangan pada rumah uma cukup sederhana, yakni di bagian depan terdapat serambi terbuka sebagai tempat menerima tamu yang disebut talaibo. Selanjutnya, pada bagian dalam digunakan untuk ruang tidur keluarga.

Pada ruangan tersebut juga terdapat perapian yang digunakan untuk memasak. Hal ini merupakan suatu keadaan yang wajar karena pada siang hari para laki-laki beraktivitas di ladang atau di hutan, sementara para perempuan bertugas di kebun halaman dan memasak.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

2 Ruangan Besar

Uma terdiri dari dua bagian ruangan besar, yakni bagian depan dan belakang. Bagian depan terdapat beranda luas tanpa dinding yang berfungsi sebagai ruang tamu dan ruang keluarga, sedangkan bagian belakang terdapat ruangan berdinding yang berfungsi sebagai ruang tidur dan dapur tanpa sekat. 

Menariknya, tiap-tiap bagian uma dipisah menjadi dua wilayah, yakni wilayah kiri dan kanan. Kiri dan kanan pada uma merupakan sesuatu yang sakral dan berhubungan erat dengan konfigurasi pemasangan setiap elemen pada uma yang berasal dari alam mereka sendiri.

Wilayah kiri merupakan tempat bagi wanita, baik tamu maupun penghuni uma. Sementara itu, wilayah kanan merupakan tempat bagi lelaki dan kepala suku keluarga.

Pembagian tersebut dikarenakan pada saat pemasangan elemen uma, bagian pangkal pohon selalu ditempatkan di kanan dan depan. Sementara bagian ujung pohon, ditempatkan di bagian kiri dan belakang. Masyarakat menganggap uma yang mereka tempati merupakan bentuk alam yang 'berubah bentuk' menjadi tempat tinggal mereka.

Adapun uma dengan bentuk lebih tradisional, seperti uma Saurei di Bajoja, menjadi objek turis yang menarik. Gubahan tradisional ini tidak hilang, tetapi justru diperbanyak dan dilestarikan oleh Dinas Pariwisata sebagai bangunan untuk studi. Para investor juga menjadikan bangunan tersebut untuk dijadikan resort bagi para turis mancanegara.

(Resla Aknaita Chak)