Sukses

Dulmuluk hingga Makyong, Warisan Budaya Indonesia Masuk Daftar UNESCO

Tidak banyak orang yang melestarikan warisan budaya Indonesia bahkan sampai diakui oleh negara sebrang

Liputan6.com, Jakarta - Indonesia memiliki beragam kekayaan alam hingga warisan budaya yang unik untuk dinikmati. Beberapa warisan budaya Indonesia pun mendapat pengakuan dunia.

Meski demikian, beberapa warisan budaya Indonesia sudah sulit ditemukan. Tidak banyak orang yang melestarikan bahkan sampai akan diakui oleh negara seberang.

Maka dari itu pemerintah berupaya mengumpulkan data dan sejumlah warisan budaya Tanah Air untuk tetap dilestarikan dan dikenal di kancah internasional.

Beberapa warisan yang diupayakan kelestariannya yang berasal dari Indonesia itu sudah masuk pada daftar warisan budaya yang di akui dunia melalui UNESCO.

Berikut adalah 5 warisan budaya tak benda yang dimilki oleh Indonesia:

Dulmuluk

Dulmuluk adalah sebuah seni pertunjukan tradisional yang berasal dari daerah Sumatra Selatan, khususnya Palembang. Pertunjukan ini sama seperti ludruk, ketoprak, dan srimulat dari Jawa Timur.

Dulmuluk adalah teater tradisional dan cerita yang diangkat diatas panggung berasal dari syair Abdul Muluk. Syair tersebut kemudian dijadikan sebuah seni sastra tutur berbentuk teater tradisi.

Pemerintah Sumsel juga mencatat seni pertunjukan Dulmuluk sebagai warisan Budaya Tak Benda Provinsi Sumsel di Badan Penelitian Pengembangan dan Inovasi Daerah (Balitbangnovda) Sumsel.

Tor-tor

Tor-tor adalah seni pertunjukan tari yang berasal dari daerah Sumatra Utara. Daerah tersebut meliputi Kabupaten Humbang Hasundutan, Samosir, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan toba. Sejak ratusan tahun lalu, tari tor-tor sudah ada dan digunakan sebagai pertunjukan tarian perayaan pada upacara tertentu. Tor tor adalah tarian seremonial yang disajikan dengan musik gondang.

Tersimpan makna yang lebih dari gerakan-gerakan tari yang menunjukkan bahwa tor tor adalah sebuah media komunikasi. Melalui gerakan yang disajikan terjadi interaksi antara partisipan upacara.

Tortor dan musik gondang ibarat koin yang tidak bisa dipisahkan. Sebelum acara dilakukan terbuka, terlebih dahulu tuan rumah (Hasuhutan) melakukan acara khusus yang dinamakan "Tua Ni Gondang", sehingga berkat dari Gondang Sabangunan.

**Liputan6.com bersama BAZNAS bekerja sama membangun solidaritas dengan mengajak masyarakat Indonesia bersedekah untuk korban gempa Cianjur melalui transfer ke rekening:

1. BSI 900.0055.740 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)2. BCA 686.073.7777 atas nama BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional)

Saksikan video pilihan berikut ini: 

2 dari 2 halaman

Krinok

Seni Krinok merupakan salah satu seni vokal tradisi yang dimiliki masyarakat Melayu di Kecamatan Rantau Pandan Kabupaten Muaro Bungo. Sebab Krinok adalah salah satu peninggalan masyarakat Rantau Pandan bahkan, sudah menjadi identitas kebudayaan dari Kabupaten Bungo bahkan Provinsi Jambi.

Seni Krinok biasanya dilantunkan oleh seorang penutur krinok yang pada awalnya ditampilkan sendirian. Seiring perkembangan zaman, kesenian Krinok mulai digabungkan dengan alat musik tradisional seperti, gendang, biola, kulintang, dan lain sebagainya.

Kesenian Krinok biasanya ditampilkan pada acara adat atau acara-acara penting seperti, Baselang Padi, Festival Baselang Tauh, Perkawinan dan lain sebagainya.

Muang Jong

Muang Jong merupakan nama dari sebuah ritual adat yang berasal dari Sawang, Belitung. Muang Jong terdiri dari kata Muang (Buang) dan Jong (miniatur kapal kecil yang berisi sesajian).

Artinnya sebuah ritual mengarungkan miniatur kapal kecil yang berisi sesajian ketengah laut sebagai wujud rasa bersyukur dan keselamatan dalam mengarungi lautan luas.

Tradisi ini biasanya dilaksankan hanya satu tahun sekali. Tepatnya dilaksanakan pada musim peralihan menejlang musim barat sebelum memasuki musim angin barat atau sekitar bulan September sampai dengan oktober.

Makyong

Mak Yong merupakan seni pertunjukan yang menggabungkan unsur tari dan musik (disertai nyanyian pelakonnya), serta unsur tutur cerita.

Mak Yong sebenarnya bukan berasal dari Indonesia, tetapi dari Nara Yala, Pattani, Thailand sekitar abad ke-17. Kemudian kesenian tersebut menyebar ke Kelantan, Malaysia, dan sampai ke Riau, Batam, dan Bintan.

Di Indonesia, Mak Yong mencapai masa keemasan pada masa Kesultanan Riau-Lingga sekitar tahun 1950-an. Pada masa itu, Mak Yong dianggap sebagai kesenian istana dan hanya ditemukan di Tanah Merah dan Mantang Arang.

Seiring berjalannya waktu, Mak Yong menyebar di kalangan masyarakat biasa. Yakni daerah Kijang, Bintan Timur, serta Rempang atau Sembulang, Dompak, Kasu, Pulau Buluh, dan Cate di pinggiran Pulau Batam.

 

Penulis: Nila Amalia Putri