Liputan6.com, Manado - Penyidik Satreskrim Polresta Manado menetapkan seorang pria berinisial MB sebagai tersangka kasus dugaan kekerasan seksual terhadap anak tirinya berinisial CT yang masih di bawah umur.
Kasus kekerasan seksual ini mulai ditangani sejak 2 tahun silam. Bahkan CT, gadis belia di Manado ini telah meninggal dunia karena leukimia dan diduga menjadi korban tindak pencabulan atau kekerasan seksual yang dilakukan oleh ayah tirinya berinisial MB.
Kasus yang terjadi di wilayah Kelurahan Malendeng, Kecamatan Paal Dua, Kota Manado, Sulut ini menghebohkan publik pada akhir Desember 2021 silam.
Advertisement
Baca Juga
Kapolda Sulut Irjen Pol Setyo Budiyanto mengatakan, penetapan MB sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik Satreskrim Polresta Manado melakukan rangkaian proses penyidikan.
Proses itu mulai dari pemeriksaan, permintaan keterangan ahli, olah TKP, dan tindakan-tindakan lain yang berhubungan dengan kepentingan proses penyidikan, gelar perkara serta beberapa kali dilakukan konferensi pers sebelumnya.
“Maka disimpulkan pada Selasa 21 Februari 2023, penyidik menetapkan MB sebagai tersangka dengan pertimbangan bahwa, penyidik telah menetapkan yang bersangkutan berdasarkan dua alat bukti sesuai dengan hukum acara pidana yang berlaku,” kata Setyo Budiyanto di Mapolresta Manado, Selasa siang.
Penanganan kasus ini berdasarkan laporan ibu korban di SPKT Polresta Manado pada tanggal 28 Desember 2021.
Ditindaklanjuti dengan menerbitkan Surat Perintah Penyidikan tertanggal 20 Januari 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Lanjutan.
Simak juga video pilihan berikut:
Kronologi Kasus
Setyo Budiyanto kemudian mengulas kronologi kejadian kasus tersebut. Bermula pada 28 Desember 2021, ibu korban membuat laporan beberapa waktu usai mendapati korban mengalami pendarahan di bagian alat vitalnya. Korban lalu dibawa ke RS RW Mongisidi Teling, Manado.
“Selanjutnya dirujuk ke RSUP Prof Kandou Manado pada 29 Desember 2021, sekitar pukul 01.30 Wita,” ungkap dia.
Saat itu, korban tiba di rumah sakit dalam keadaan tidak sadarkan diri. Sebelumnya korban juga sudah pernah dibawa ke dokter umum pada tanggal 7 Desember 2021 namun tidak sembuh.
Saat di RSUP Prof Kandou Manado, korban masuk UGD kemudian diperiksa ternyata ada beberapa luka khususnya di bagian alat vital. Kemudian langsung dilakukan pemeriksaan oleh dokter kebidanan, termasuk juga ada indikasi beberapa luka memar yang ada pada tubuh korban.
“Setelah itu ditindaklanjuti masuk perawatan ruang anak ke ruangan Irene E kemudian saat itu disarankan ke ruangan Estella yaitu ruangan kanker anak namun ditolak oleh orang tua korban,” papar Setyo Budiyanto.
Saat itu korban langsung drop, dan selanjutnya korban dimasukkan ke ruangan Estella dan ditangani secara intensif, salah satunya dengan mengambil sampel darah untuk pemeriksaan lengkap terhadap kondisi korban.
“Pada tanggal 24 Januari 2022 sekitar pukul 07.30 Wita, korban dinyatakan meninggal dunia dengan berbagai diagnosa yang disampaikan saat itu oleh pihak dokter atau pihak rumah sakit,” ujar Setyo Budiyanto.
Dengan adanya permasalahan tersebut, penyidik Satreskrim Polresta Manado kemudian melakukan upaya-upaya penyidikan. Antara lain dengan melakukan pemeriksaan terhadap beberapa dokter yang ada di RS Teling dan di RSUP Prof Kandou Manado.
“Termasuk juga melakukan pemeriksaan terhadap 18 orang saksi yang terdiri antara lain ibu korban, beberapa keluarga yang lain, tetangga korban, beberapa perawat di rumah sakit dan beberapa dokter di rumah sakit tersebut. Termasuk pemeriksaan internal yang dilakukan penyidik terhadap anggota yang melakukan olah TKP,” papar Setyo Budiyanto.
Advertisement
Keterangan Ahli
Selain saksi-saksi, penyidik juga meminta keterangan para ahli. Ada empat ahli yang sudah dimintai keterangan yaitu, ahli yang berhubungan dengan terbitnya visum et repertum, ahli spesialis anak yang selama ini merawat, ahli psikologis klinis anak, dan ahli psikologi forensik.
“Dalam pengungkapan kasus tersebut, penyidik turut mengamankan sejumlah barang bukti,” ujarnya.
Ada beberapa barang bukti yang sudah dilakukan penyitaan antara lain, visum et repertum, beberapa salinan administrasi tentang kutipan akta, Kartu Keluarga, KTP, serta beberapa surat yang berhubungan dengan keluarga korban.
Setyo Budiyanto mengatakan, pasal yang dilanggar atau ancaman hukuman atau tindak pidana yang dilakukan oleh tersangka adalah tindak pidana cabul atau kekerasan seksual terhadap anak atau persetubuhan terhadap anak.
“Pasal 81 ayat (1) berbunyi, setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pasal 76D dipidana dengan penjara paling singkat lima tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar,” ujarnya.