Liputan6.com, Jakarta - Misteri kejanggalan Al-Qur'an kuno yang tersimpan di Masjid Jami Agung Singaraja Buleleng, Bali, akhirnya terkuak. Kehadiran Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo KHR Ahmad Azaim Ibrahimy menjawab misteri soal Al-Qur'an kuno di masjid tersebut yang tidak ada surat Al-Ikhlas.
Saat Kiai Azaim datang ke Masjid Jami Agung Singaraja, dirinya ditunjukan oleh pengurus masjid sebuah mushaf Al-Qur’an tulisan tangan sekitar tahun 1820 Masehi atau telah berusia dua abad. Mushaf kuno itu diyakini ditulis oleh I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi, keturunan I Gusti Anglurah Ki Barak Panji Sakti, pendiri kerajaan Buleleng.
Advertisement
"Di Al-Qur’an kuno ini semua surat ditulis kecuali satu surat yang tidak ada, surat Al-Ikhlas," ungkap Muhamad Reza Yunus, Sekretaris Takmir Masjid Jami Agung Singaraja, seperti dikutip dari laman NU online, Rabu (1/3/2023).
Reza kemudian mengatakan kepada Kiai Azaim, beberapa peneliti berasumsi tidak adanya Surat Al-Ikhlas di mushaf kuno tersebut karena sebagai bentuk menjaga perasaan saudara agama lain, mengingat di surat tersebut menjelaskan ketauhidan.
Tiba-tiba Kiai Azaim menemukan tulisan pembatas antara surat satu dengan yang lainnya, yang ditulis dengan warna merah, atau tepatnya setelah surat Al-Lahab.
"Dugaan sementara, beliaunya (penulis Mushaf) akan menuliskan surat Al-Ikhlas, karena sudah dicantum di sini, bahkan disebutkan arbaah ayat makkiyah, tapi penulisnya langsung menulis ayat Al-Falaq," jelas Kiai Azaim.
Masih menurut Kiai Azaim, penulisnya bukan sengaja untuk menghilangkan Surat Al-Ikhlas, tapi karena terjadi kesalahan atau kelupaan sehingga langsung menulis ke surat berikutnya.
Sebab, jika memang sengaja, tidak mungkin ada penjelasan kalimat pembatas antar surat, dimana di sana jelas menyebut Surat Al-Ikhlas berjumlah 4 ayat, namun isinya Al-Falaq yang berjumlah 5 ayat. Penjelasan Kiai Azaim ini, menurut Reza, lebih bisa diterima dari pada asumsi para peneliti sebelumnya.
"Kita selama ini tidak pernah memperhatikan tulisan pembatas antar surat berwarna merah itu, dan alhamdulillah Kiai Azaim secara tidak terduga bisa menjawab keganjilan kami," kata Reza.
Kisah I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi
Diceritakan, kisah mualaf I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi terjadi setelah peperangan internal keluarga kerajaan. Saat itu, ia yang masih kecil menyelamatkan diri dan sembunyi di Masjid Keramat Kampung Kajanan.
Kemudian ia diselamatkan dan diangkat anak oleh Syech Muhammad Yusuf, seorang guru agama setempat, yang diketahui berasal dari Makassar. I Gusti Ngurah Ketut Jelantik Celagi belajar mengaji dan agama langsung ke ayah angkatnya. Konon zaman itu, untuk dinyatakan lulus mengaji, seseorang harus menuliskan Al-Qur’an secara utuh.
Al-Qur’an kuno yang kini menjadi cagar budaya ini memiliki keunikan, bukan hanya tulisan tangan dengan huruf Arab, tapi juga dipadukan dengan ukiran khas bali Patra Timun.
Sampulnya menggunakan bahan kulit lembu, dan tintanya diambil dari pepohonan yang banyak tumbuh di sekitar masjid Keramat Kajanan saat itu.
Advertisement