Liputan6.com, Jakarta - Ramadan merupakan bulan yang ditunggu oleh seluruh umat muslim dunia. Termasuk umat muslim di Indonesia yang menyambut ramadhan dengan berbagai kegiatan dan tradisi.
Beberapa hal yang unik juga ikut meramaikan bulan ini, seperti munculnya pasar Ramadan, sholat tarawih. Beberapa tradisi unik Bulan Ramadan yang seru tersebar di berbagai wilayah yang ada di Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Tradisi penyambutan bulan suci ini juga menjadikan bulan Ramadan di Indonesia terasa sakral tanpa meninggalkan keseruannya.Â
Berikut ini adalah 7 tradisi yang masih sarat digelar masyarakat di berbagai wilayah di Indonesia.
Nyorog
Tradisi Betawi yang disebut dengan Nyorog dilakukan dengan membagikan bingkisan kepada saudara-saudara sebelum memasuki bulan puasa dan juga sebelum Idulfitri.Â
Tradisi yang dilakukan oleh warga Betawi di Jakarta ini umumnya berawal dari anggota keluarga termuda yang mengunjungi saudara-saudaranya yang lebih tua dan orang yang dituakan di kampungnya. Lalu membagikan bingkisan berupa sembako dan makanan khas Betawi.
Meugang
Meugang menjadi salah satu tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat Aceh sebelum memasuki bulan puasa dan Hari Raya Idul Fitri maupun Idul Adha. Tradisi ini lahir pada masa Kerajaan Aceh, yakni sekitar tahun 1607-1636 Masehi.Â
Kala itu, Sultan Iskandar Muda memotong hewan dalam jumlah besar dan membagikan dagingnya kepada seluruh rakyat Aceh sebagai ungkapan rasa syukur dan tanda terima kasih kepada rakyatnya.Â
Alhasil, tradisi ini pun mulai mengakar di antara masyarakat dan dilaksanakan dalam menyambut hari-hari besar umat Islam hingga saat ini.
Â
Saksikan Video Pilihan Ini:
Apeman
Tradisi Apeman rutin dilaksanakan tiap tahunnya oleh masyarakat Yogyakarta menjelang datangnya bulan suci Ramadan.Â
Tradisi yang mulanya dilakukan sebagai ungkapan rasa terima kasih dan syukur kepada Yang Maha Kuasa ini juga digelar di Jalan Malioboro dan Jalan Sosrowijayan untuk menjadi daya tarik wisatawan.
Tradisi ini dilakukan dengan membuat ratusan kue apem secara tradisional oleh anggota keluarga Keraton Yogyakarta Hadiningrat. Mulai dari proses ngebluk jeladren atau membuat adonan, kemudian dilanjutkan dengan proses ngapem atau memasak apem.Â
Tradisi Apeman dipimpin langsung oleh permaisuri sultan, dan diikuti bersama oleh para perempuan dari keluarga keraton lainnya.
Malamang
Malamang merupakan salah satu tradisi turun-temurun masyarakat Sumatra Barat yang dilakukan oleh kaum ibu-ibu dalam menyambut datangnya bulan Ramadan.
Sesuai namanya, Malamang memiliki arti memasak lamang, yakni sajian yang terbuat dari beras ketan putih dan santan yang dikukus di dalam batang bambu muda.Â
Tradisi berawal ketika Syekh Burhanuddin, pembawa ajaran Islam di Minangkabau tengah bersilaturahmi ke rumah penduduk. Dia menyarankan masyarakat untuk menyajikan lamang ketika membagikan makanan kepada satu sama lain agar menghindari makanan haram.
Dugderan
Tradisi Dugderan kini tidak hanya menjadi tradisi yang dilakukan oleh umat Muslim di Semarang menjelang bulan puasa saja, namun telah menjadi sebuah festival tahunan yang menjadi ciri khas kota Semarang.Â
Festival ini pun dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang tinggal di kota Semarang dan dilakukan untuk merayakan keanekaragaman etnis, budaya, kuliner, dan seni yang ada di Semarang.
Nyadran
Nyadran merupakan tradisi yang penting bagi masyarakat Jawa Tengah. Pasalnya, tradisi ini dijadikan momentum untuk menghormati leluhur dan ungkapan rasa syukur pada Sang Pencipta.Â
Tradisi yang dilakukan dengan serangkaian kegiatan, dari mulai membersihkan makam keluarga, membawa sadranan atau makanan hasil bumi, lalu makan bersama (kenduri) ini diadakan satu bulan sebelum dimulainya puasa.Â
Nyadran kerap kali dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah yang berada di daerah Magelang, Temanggung, dan Kendal.
Padusan
Tradisi Padusan sudah ada di Boyolali sejak zaman Wali Songo dan telah dilakukan secara turun-temurun untuk membersihkan diri dalam menyambut datangnya bulan penuh berkah.Â
Awalnya, tradisi ini dilakukan dengan mendekati sumber mata air yang dipercaya oleh warganya bisa mendatangkan berkat dan rejeki, lalu masyarakat akan membersihkan diri di mata air tersebut.Â
Perbedaan dari Padusan dengan tradisi-tradisi pemandian lainnya adalah Padusan harus dilakukan seorang diri, sehingga orang yang melakukannya dapat merenung dan merefleksikan kesalahan-kesalahan yang pernah dilakukan di masa lampau.Â
Masyarakat Boyolali percaya dapat memasuki bulan Ramadan dengan niat yang lurus dan jiwa yang bersih.
Penulis: Nila Aamalia Putri
Advertisement