Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta terus bersikukuh untuk mengajukan revisi Peraturan Daerah (Perda) mengenai Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT). Padahal menurut Direktur Eksekutif Kolegium Jurist Institute Ahmad Redi, Raperda yang tengah dibahas Pemprov dan DPRD DKI Jakarta tersebut bertentangan dengan Perppu 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (sebelumnya UU Cipta Kerja) serta turunannya.
Kepala Seksi Penyusunan dan Penyelarasan Rancangan Peraturan Menteri Hukum dan HAM, Kemenkumham, Ferry Gunawan memastikan jika ada raperda bertentangan dengan UU, maka Kemenkumham sebagai lembaga yang melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasi seluruh perundang-undangan yang ada di Indonesia tak akan melanjutkan proses regulasi yang dibuat oleh Pemda tersebut.
"Ketika pembentukan peraturan menteri atau peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga negara lainnya, Kemenkumham selalu dilibatkan. Tujuannya agar Kemenkumham memahami isunya sehingga mudah untuk melakukan sinkronisasi dan harmonisasi regulasinya," tegas Ferry.
Advertisement
Berdasarkan kewenangan yang ada, menurut Ferry, Kemenkumham bisa menolak regulasi yang dibuat oleh Pemda. Sehingga ketika Pemda ingin membuat raperda harus komunikasi dengan pemerintah pusat, asosiasi dan masyarakat. Sehingga pemerintah pusat, masyarakat dan asosiasi tahu kebijakan tersebut tujuannya untuk apa. Sehingga Perda yang dibuat oleh pemda nantinya jangan sampai menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Termasuk ekonomi digital Indonesia.
"Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus melihat penggelaran infrastruktur digital di Indonesia yang saat ini merupakan bagian dari program strategis nasional yang tengah digalakkan oleh Presiden Joko Widodo, sebab pilar utama dari ekonomi digital adalah infrastruktur digital. Sehingga saat ini sangat penting bagi Pemerintah baik itu pusat dan daerah dalam menyusun serta membentuk peraturan perundang-undangan penggelaran infrastruktur digital," papar Ferry.
Baca Juga
Sinkronisasi dan Harmonisasi
“Ketika Kemenkumham melakukan proses sinkronisasi dan harmonisasi ternyata regulasi tersebut bertentangan dengan UU atau peraturan yang hirearkinya lebih tinggi, maka regulasi itu bisa dikembalikan. Bahkan ketika Kemenkumham tidak dilibatkan dalam proses pembentukan perundang-undangan, proses pembentukan perundang-undangan itu bisa kita minta dimulai dari awal kembali. Ketika kita tidak dilibatkan bisa saja regulasi tersebut tidak kita proses,” kata Ferry
Hal tersebut diutarakannya di sela-sela acara diskusi UGM Comparative Digital Policies yang bertajuk Memetakan Tantangan Infrastruktur Digital Indonesia yang baru-baru ini diselenggarakan.
Meskipun Indonesia menganut otonomi daerah yang memberikan kebebasan Pemda untuk mengatur wilayahnya sendiri serta membuat regulasi, namun menurut Ferry Perda yang dibuat oleh Pemda harus selaras dengan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Berdasarkan Pasal 58 UU 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Kemenkumham berwenang dalam Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan peraturan daerah.
“Koridor kita adalah NKRI. Sehingga seluruh regulasi yang ada di daerah harus sesuai dengan UU yang berlaku. Termasuk ketika Pemda ingin membuat regulasi mengenai SJUT. Regulasi tersebut harus sesuai dengan Perppu 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja dan UU lainnya. Dalam mengeluarkan regulasi, kita memiliki panduan yang jelas yang tertuang dalam UU 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tandas Ferry.
Menurut Ferry, saat ini banyak sekali potensi regulasi yang tidak sinkron dan harmonis dengan peraturan perundang-undangan yang hirearkinya lebih tinggi. Ketidaksinkronan dan harmonis ini terjadi baik itu vertikal maupun horizontal. Karena banyak yang tidak tidak sinkron dan harmonis, maka Kemenkumham sejak periode pertama Presiden Joko Widodo terus melakukan pembenahan dan pemangkasan regulasi yang tidak sinkron dan harmonis baik itu vertikal maupun horizontal.
“Banyak sekali Perda yang bermasalah yang tidak sinkron maupun tidak harmonis dengan regulasi yang ada. Dalam hirearki pemda sejatinya di bawah pemerintah pusat. Sebagai bagian dari NKRI pemda harus tegak lurus dengan pemerintah pusat. Termasuk dalam membuat regulasinya. Pemda memang berhak untuk memungut sewa atau retribusi sebagai PAD. Namun pemerintah pusat memiliki aturan untuk mengatur penggelaran infrastruktur digital. Semua itu tertuang dalam Perppu Cipta Kerja. Sehingga Perda yang ada harus sesuai dengan Perppu Cipta Kerja,”pungkasnya.
Advertisement