Sukses

Marak Dijual di Gorontalo, Ini Bahaya Pakaian Thrifting Impor dari Luar Negeri

Apalagi, menggunakan barang Thrifting memang sudah menjadi tren kawula muda masa kini.

Liputan6.com, Gorontalo - Mengenakan pakaian branded alias baju bermerek menjadi dambaan bagi sebagian besar masyarakat. Apalagi, kalau pakaian itu adalah merek luar negeri, meskipun itu adalah baju bekas atau thrifting.

Mengenakan baju thrifting menjadi tren bagi kawula muda masa kini. Tidak hanya bagi kaum muda, orang tua pun kerap kali ikut berburu pakaian bekas impor bermerek.

Seperti halnya di Kota Gorontalo, setiap hari Sabtu digelar, pasar tradisional Andalas yang menjual kain bekas. Dari jenis dan mereknya, rata-rata barang bekas itu diduga berasal dari luar negeri.

Meski berstatus sebagai baju bekas, masyarakat justru berebut membeli pakaian thrifting tersebut. Alasannya simpel, harga yang murah dan memiliki merek terkenal, pakaian itu dirasakan cocok bagi mereka yang ingin bergaya memakai busana branded layaknya artis.

"Mulai dari jaket, celana dan kaos semuanya murah meriah. Selain murah, juga punya brand terkenal," kata Ramdan warga Bone Bolango saat ditemui Liputan6.com.

Ramdan menyatakan bahwa, dirinya lebih memilih pakaian bekas bermerek, ketimbang membeli pakaian lokal. Selain lebih mahal, pakain lokal, mereknya juga tidak begitu terkenal di kalangan masyarakat.

"Mending pakai ini, kan orang lain tidak tahu bahwa ini pakaian bekas. Intinya punya merek," tuturnya.

Simak juga video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Pandangan Pengamat

Menutu pengamat Vikri Lakoro menjelaskan, bahwa pakaian bekas thrifting tersebut memiliki bahaya tersendiri. Apalagi pakaian bekas tersebut didatangkan dari luar negeri.

Salah satunya ialah, secara tidak dan tidak disadari bahwa mereka membeli sampah dari luar negeri. Bisa dikatakan bahwa pakaian bekas yang tidak layak itu sebenarnya sudah sampah di luar negeri dan direkondisi ulang lalu dijual lagi di Tanah Air.

"Bisa jadi pakaian itu memang sudah tidak layak pakai atau sudah jadi. Nah, oleh orang di negara itu kemudian dibersihkan dan dikemas lagi untuk dijual ke indonesia," kata Vikri.

"Dari harganya saja sudah murah, karena memang itu sampah," imbuhnya.

Selain itu kata Vikri, jual beli pakaian thrifting bisa mematikan ekonomi lokal. Pabrik pembuat kain produk dalam negeri dengan sendirinya dapat terancam dengan penjualan busana thrifting tersebut.

"Bisa dipastikan akan berpengaruh pada usaha kain lokal, karena mereka harus melawan barang dijual murah," tuturnya.

Tidak hanya itu, pemakaian barang bekas tersebut juga berdampak pada kesehatan. Sebab, kita tidak mengetahui pemakai sebelumnya mengidap penyakit.

"Meskipun sudah dicuci, saya rasa tidak maksimal. Karena, jangan sampai pemakai kain sebelumnya memiliki penyakit menular yang bisa berpengaruh pada kesehatan kita juga," ungkapnya.

"Maka saya berharap agar pemerintah bisa menyetop ini. Jangan sampai malah berdampak buruk pada ekonomi lokal dan kesehatan," pungkasnya.