Sukses

Kolaborasi Mengikis Mitos Tuberkulosis di Tapanuli Selatan

Kader-kader bergerak untuk memberikan pengetahuan dan membongkar mitos seputar tuberkulosis untuk anggota masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Suara ayam di pagi hari membangunkan Lismanida Daely, warga Kelurahan Aek Pining, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Sambil menggendong balita 3,5 tahun, dia menyiapkan nasi dan lauk pauk untuk suami dan tiga anaknya yang lain.

Di sela mengurus rumah tangga, wanita berusia 40 tahun itu bertugas sebagai kader kesehatan di kampungnya, salah satunya adalah penanggulangan tuberkulosis atau TBC. Sebagai ibu dengan empat anak, tenaganya seakan tak habis untuk mengabdikan diri sebagai kader pengentasan Tb.

Setelah mendapat pelatihan dari program Menuju Tapanuli Selatan Bebas Tuberkulosis (ENTAS-TB), Lismanida kemudian menyadari bahwa Tb bisa disembuhkan asalkan penderitanya memiliki kedisiplinan untuk minum obat, dan menjalankan etika batuk yang juga untuk mengurangi penularan. Ia juga memberi semangat pada pasien yang merasakan berbagai efek samping dari penggunaan obat.

Lismanida resmi menjadi kader TBC sejak ikut pelatihan ENTAS-TB yang diluncurkan PT Agincourt Resources (PTAR) bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Yayasan KNCV Indonesia pada 20 Juli 2022 lalu. Dari situ ia memulai mendekati warga melalui ruang-ruang sosial, seperti pengajian, arisan, dan penyuluhan.

"Di Aek Pining ini sejak saya jadi kader, ada 11 kasus (terduga) yang ditemukan. Ada yang Tb paru dan ada Tb kelenjar, usianya dari anak-anak dan orang tua juga ada. Mereka yang positif dan berobat sudah sembuh," kata Lis membuka wawancara dengan Liputan6.com, Kamis (9/3/2023).

Dalam memutus rantai penularan penyakit yang dikenal dengan TBC itu, Lismanida berharap menemukan sebanyaknya kasus di masyarakat dan mengobati sampai sembuh.

"Temukan dan obati sampai sembuh tuberkulosis," ucap Lis.

Tuberkulosis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2022. Menurut catatan tersebut, terungkap bahwa Indonesia berada pada posisi kedua dengan jumlah penderita TBC terbanyak di dunia setelah India.

Kasus TBC di Indonesia diperkirakan sebanyak 969.000 kasus, di mana ada satu orang setiap 33 detiknya terserang penyakit ini. Angka ini naik 17% dari 2020, yaitu sebanyak 824.000 kasus. Insidensi kasus TBC di Indonesia adalah 354 per 100.000 penduduk, yang artinya setiap 100.000 orang di  Indonesia terdapat 354 orang di antaranya yang menderita TBC.

Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), pada 2021 terdapat sekitar 397.377 kasus  tuberkulosis (TBC) di seluruh Indonesia. Angka tersebut bertambah dibanding tahun sebelumnya, yakni 351.936 kasus pada 2020.

Adapun kasus TBC paling banyak ditemukan di kelompok umur 45–54 tahun dengan proporsi 17,5% dari total kasus nasional. Diikuti kelompok umur 25–34 tahun dengan proporsi 17,1%, dan  kelompok umur 15–24 tahun sebanyak 16,9%.

Meluruskan Mitos di Masyarakat

Lis adalah penduduk asli Aek Pining, Kecamatan Batang Toru. Merujuk pada statistik, TBC adalah jenis penyakit nomor tiga yang diidap masyarakat Kecamatan Batang Toru setelah influenza (58,45%), serta diare dan kolera (12,70%). Minimnya dokter dan tenaga medis di kecamatan ini membuat peran kader kesehatan sangat diharapkan garda terdepan dalam penanggulangan Tuberkulosis.

Di sela kegiatannya mengurus suami dan anak, Lis mendedikasikan diri dalam melakukan investigasi kontak pasien Tb dengan penuh rasa ikhlas. Bagi dia, melakukan kegiatan investigasi kontak ketika yang sakit ditemukan berguna untuk meluruskan pemahaman masyarakat terkait mitos tuberkulosis.

"Orang di kampung itu beranggapan kalau sakit dia kena racun. Tapi setelah kami kasih edukasi, kami jelaskan penyakitnya dan apa ciri-cirinya, orang itu baru mulai mengerti," ujarnya.

Mengobati penderita Tb juga tidaklah mudah. Lis menyadari bahwa masih banyak penderita justru tak mau periksa dan diobati karena malu. 

"Mereka masih ada yang pakai obat kampung, sejenis obat herbal dan hasilnya tidak kunjung sembuh. Mereka juga datang ke dukun untuk pengobatan, tapi tidak ada perubahan," tutur Lis.

Lismanida mengaku punya nomor telepon beserta alamat rumah para penderita agar mudah melakukan kontrol. Jika penderita kesulitan untuk berobat, dia tak keberatan pontang-panting mengingatkan pasien di wilayah kerjanya untuk tak putus minum obat.

"Di sini juga ada bidan desa. Saya dan beliau terus mengajak masyarakat senantiasa dapat diajak kerja sama serta semakin banyak masyarakat yang sakit tuberkulosis ditemukan dan diobati," tuturnya.

Saat ada warga yang bergejala TBC, Lismanida akan menyisir pemukiman berdasar dari laporan tersebut. Pernah dalam sehari Lis mendapatkan satu keluarga suspek sekaligus untuk dirujuk.

Begitu juga dalam melakukan kegiatan penemuan kasus, banyak suka duka yang ia peroleh. Pernah suatu ketika ia mendatangi rumah bapak tua yang sering batuk-batuk. Pria itu terbaring lemah dengan tubuh yang sangat kurus, sulit duduk, berdiri, makan bahkan untuk berbicara-pun ia tidak bisa.

Ada juga seorang warga lain yang kemampuan ekonominya sangat memprihatinkan. Kebetulan, tetangga di sekitarnya masih berbaik hati memberikan bantuan. Namun, setelah mendapatkan bantuan dari pemerintahan setempat, pasien tersebut pun bisa menjalani pengobatan hingga tuntas.

"Kalau di lapangan, banyak karakter yang kita hadapi dari para penderita. Ada yang tertutup banget, tapi ada juga yang cepat akrab," ungkap Lis.

Luasnya desa dengan penduduk yang jarang adalah tantangan yang harus dihadapi Lismanida. Namun tak ada kata menyerah bagi Lismanida.

Ke manapun Lismanida pergi, ia selalu membawa pot dahak di dalam tasnya. Jemput pot dahak adalah salah satu strategi yang diterapkan oleh kader untuk mengatasi tingginya loss to follow up terhadap warga terduga TBC dalam melakukan pemeriksaan ke layanan kesehatan.

"Saya kasih pot dahak hari ini, besok paginya sudah ditaruh dahak di pot itu. Kemudian, saya ambil, saya antarkan pot dahaknya ke puskesmas untuk diperiksa," ujar Lis.

Bagi Lismanida, kegiatan kader TBC adalah bentuk kepuasan batin tersendiri karena dapat memperluas silaturahmi dan menambah saudara dengan masyarakat. Selain itu, dia selalu siap untuk memberikan penyuluhan tentang TBC jika diminta untuk menyuarakan tentang pentingnya meningkatkan kesadaran TBC di masyarakat.

"Saya ikhlas. Asal penderita bisa sembuh, saya ikut bahagia," ucapnya.

Saepul Zahri, warga Aek Pining adalah satu dari sekian banyak orang yang merasakan manfaat kehadiran para kader. Pendampingan sejak awal penemuan kasus hingga pengobatan secara rutin ia dapatkan dari jasa para kader.

"Saya sekarang sudah dinyatakan sembuh, nafsu makan juga sudah membaik. Pengobatan sangat tertolong karena adanya kader di sini," kaya Zahri.

Tidak berbeda dengan Lismanida, hal yang sama juga dilakukan oleh kader program ENTAS-TB dari kalangan bidan desa. Ketika kader melakukan skrining dan didapatkan terduga tes yang akan dirujuk ke puskesmas, bidan dipercaya untuk memantau penderita TB paru untuk minum obat secara teratur.

Saima (29) misalnya. Bidan desa di Kecamatan Muara Batang Toru ini selalu menyediakan banyak waktu untuk para penderita Tb. Itu dilakukan di samping tugasnya sehari-hari sebagai bidan.

"Semakin banyak ditemukan, makin bagus. Pendampingan bisa dilakukan sejak dini," ujar Saima, Sabtu (11/3/2023).

Dalam pelayanannya, Saima mengunjungi rumah warga yang terduga Tb. Meski jarak rumahnya jauh, Saima tetap berkeras agar skrining dapat dilakukan demi menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Tb. 

"Dokter di puskes biasanya sudah tahu mana pasien Tb. Setelah kita dapat informasinya, saya dan kader langsung lakukan home visit kasih penjelasan soal Tb," ujar Saima.

Saima masih menemukan warga di Muara Batang Toru minim edukasi terkait penyakit Tb. Mereka beranggapan bahwa penyakit paru ini adalah kutukan.

"Susah diajak untuk berobat karena orang beranggapan penyakit yang diguna-guna. Makanya, kita harus menyampaikan yang benar ke masyarakat," ujarnya.

Orang-orang seperti Lismanida dan Saima adalah alasan mengapa penjangkauan masyarakat amat penting. Hal itu guna memastikan agar kelompok masyarakat yang paling rentan memiliki akses ke informasi akurat terkait penanggulangan Tb.

2 dari 3 halaman

Memahami Tuberkulosis

Ketua Tim Kerja Tuberkulosis Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Tiffany Tiara Pakasi menegaskan, Tuberkulosis bukan penyakit keturunan tetapi masalah kesehatan yang ditularkan dari satu orang ke orang lainnya.

"Ini bukan penyakit keturunan tetapi ketularan atau menular," kata Tiffany dalam satu acara mengenai TBC.

Dia menjelaskan, penyakit dengan sifat kronis ini disebabkan infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis yang menyerang organ pernapasan seperti paru-paru, organ vital lain misalnya otak, tulang, kulit kelenjar getah bening, bahkan organ-organ lain. Gejala yang muncul umumnya meliputi demam, sumeng, tidak enak badan, batuk berdahak, nafsu makan berkurang yang menyebabkan berat badan turun pada anak-anak.

Tiara menjelaskan, saat seseorang atau anggota keluarga mengalami gejala-gejala itu lebih dari dua pekan maka saatnya curiga risiko tuberkulosis.

"Gejalanya kita harus curiga kalau ada kejadian lebih dari dua minggu, yakni demam sumeng-sumeng, tidak tinggi tapi hangat, tidak enak badan, batuk umumnya berdahak, nafsu makan kurang sampai akhirnya lama-lama berat badan bisa menurun apalagi pada anak-anak," tuturnya.

Terdapat gejala umum lainnya yang juga ditemukan pada pasien tuberkulosis, yakni berkeringat di malam hari padahal dia tak melakukan aktivitas fisik cukup berat.

Menurut Tiara, siapa saja bisa terkena tuberkulosis mulai dari balita, anak, remaja, sampai lansia. Pada anak, TBC biasanya ditularkan dari orang dewasa di sekitarnya. Karenanya, mengobati tuberkulosis pada orang dewasa hingga selesai menjadi penting.

"Kalau anak-anak kena tuberkulosis, pasti sumber penularan orang dewasa yang ada di sekitarnya. Sehingga, memang risiko kita atau double risk-nya kalau kita tidak menemukan dan mengobati pasien dewasa misalnya adalah anak-anaknya berpotensi tertular," ujarnya.

3 dari 3 halaman

Campur Tangan PTAR

Hari Tuberkulosis Sedunia atau World Tb Day diperingati setiap 24 Maret, untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya tuberkulosis. Upaya berkelanjutan terus dilakukan dimulai dari pelacakan secara agresif untuk menemukan penderita TBC, pemeriksaan layanan diagnostik dan pengobatan TBC sampai tuntas sampai sembuh untuk mencapai target Eliminasi TB pada 2030.

Dalam memperingati Hari Tb Sedunia, upaya memutus rantai penularan itu datang dari berbagai inisiatif mulai dari pihak swasta, pemerintah, hingga ibu-ibu kader kesehatan di pelosok desa.

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan dan salah satu dari 10 penyebab utama kematian sehingga menjadi tantangan global termasuk Indonesia. Berdasarkan Global TB Report pada 2022, Indonesia menduduki peringkat ke-2 untuk insiden TBC. Ini ironi bagi Indonesia sebagai negara tropis karena kuman tuberkulosis bisa mati jika lama terpapar sinar matahari.

Sumatera Utara menempati urutan keenam sebagai provinsi dengan kasus TB terbesar setelah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DKI Jakarta, Banten (2021). Provinsi ini menyumbang 22.169 kasus Tb dari jumlah keseluruhan kasus Tb di Indonesia.

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, penemuan kasus Tb Basil Tahan Asam (BTA) positif tertinggi di Sumatera Utara pada 2020 yaitu Kota Medan, Deli Serdang, dan Simalungun. Sedangkan, untuk penemuan kasus Tb pada 2021 di Kota Medan baru mencapai 10% (lebih kurang 1.000 kasus) dari target 18.000 kasus. 

Di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), angka Tb pada 2021 sebanyak 378 kasus dan hingga Juli 2022 ditemukan 212 kasus Tb. Sedangkan, angka kesembuhan TB di Tapsel pada 2022 mencapai 20 persen dan 2021 mencapai 33,7 persen.

Berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) No 67 Tahun 2021, pencapaian target eliminasi TBC pada 2030 dilaksanakan melalui penerapan strategi nasional eliminasi TBC, yaitu penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah, peningkatan akses layanan, meningkatkan SDM, melibatkan peran swasta, dan penguatan manajemen program.

Dalam lingkup Kabupaten Tapanuli di Sumatera Utara, target penemuan kasus TB di wilayah ini setiap tahunnya dan upaya memastikan desa/kelurahan masyarakat di sekitar wilayah perusahaan tereliminasi penyakit Tb.

Dalam rangka mendukung pencapaian Strategi Nasional Pengendalian Tuberkulosis tersebut, Yayasan KNCV Indonesia dengan dukungan pendanaan PT Agincourt Resources (PTAR) telah melaksanakan program ENTAS-TB, menuju Tapanuli Selatan Bebas TBC.

Salah satu tujuan program ENTAS-TB ialah mendukung percepatan eliminasi TBC melalui pengembangan jejaring kemitraan dan peningkatan kapasitas dalam penemuan kasus secara aktif dan pendampingan pasien TBC di Kabupaten Tapanuli Selatan.

Sebagai perusahaan pertambangan, PT Agincourt Resources (PTAR), pengelola Tambang Emas Martabe yang beroperasi di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, dalam mendukung percepatan eliminasi TBC, telah melaksanakan dua program.

Manager Community Development PTAR, Rohani Simbolon mengatakan, program pertama adalah peningkatan kapasitas petugas kesehatan dan kader TBC dalam penemuan kasus secara aktif dan pendampingan pasien di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru.

Rohani menjelaskan, penemuan kasus secara aktif dan pendampingan pasien di tujuh Desa Sehat Martabe di Kecamatan Batang Toru (5 desa/kelurahan) dan Kecamatan Muara Batang Toru (2 desa/kelurahan) sebagai pilot proyek yang menjadi contoh penemuan kasus bagi desa-desa atau kecamatan lain.

Selama kurun waktu empat bulan terhitung sejak September-Desember 2022, hasil dari upaya penemuan kasus secara aktif baik melalui investigasi kontak maupun skrining gejala TBC yang dilakukan di dua kecamatan intervensi ini adalah 10 kasus TBC aktif dan 14 kontak dengan infeksi laten TBC dan telah diberikan terapi pencegahan TBC.

Sedangkan, program kedua yakni peningkatan penemuan kasus TBC di Kabupaten Tapanuli Selatan, khususnya di Kecamatan Batang Toru dan Kecamatan Muara Batang Toru, melalui pemanfaatan aplikasi SOBAT-TB.

Adapun kader yang terlatih telah melakukan kegiatan investigasi kontak pada 52 pasien TBC di 7 desa/kelurahan intervensi. Dari 52 pasien yang dilakukan investigasi kontak, terdapat 1.050 kontak yang telah dilakukan skrining gejala TBC dengan menggunakan aplikasi SOBAT TB.

Dari 1.050 kontak TBC yang diskrining terdapat 40 atau sebesar 4% orang terduga TBC dan 240 alias 23 persennya kontak yang memenuhi syarat rujukan telah diperiksa. Hasil dari pemeriksaan TBC terdapat dua orang sakit TBC.

Selain itu, bidan desa turut melakukan Mantoux Test bagi 62 kontak serumah yang tidak bergejala TBC. Dari 62 kontak terdapat 14 kontak yang mendapatkan Terapi Pencegahan TBC (TPT). Kader dan tenaga kesehatan yang dilatih juga telah menemukan 8 pasien TBC,7 dari Kecamatan Muara Batang Toru dan 1 dari Kecamatan Batang Toru, melalui kegiatan skrining TBC menggunakan aplikasi SOBAT TB.

Selain investigasi kontak, juga dilakukan skrining TBC di Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru. Terdapat 661 dan 226 penduduk di Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru yang melakukan skrining TBC secara mandiri melalui SOBAT TB. Hasilnya, terdapat 69 dan 28 terduga TBC dan 9 dan 1 terduga TBC kebal obat secara berturut-turut di Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru.

Sehingga secara total terdapat 12% dan 13% terduga TBC baik TBC sensitif obat maupun TBC kebal obat yang berhasil diidentifikasi dari kegiatan skrining TBC di dua kecamatan intervensi ENTAS-TB. Sebagai hasilnya, terdapat 8 penduduk, 7 dari Kecamatan Muara Batang Toru dan 1 dari Kecamatan Batang Toru, yang teridentifikasi memiliki TBC. 

Rohani mengatakan, program TB ini dimulai pada 2022. Untuk melihat dampak dari program ini masih banyak proses yang harus dilakukan. Tetapi minimal kader di tujuh desa target sudah dapat melakukan skrining secara mandiri dengan menggunakan aplikasi Sobat TB.

“Harapannya, dengan edukasi dari kader terkait aplikasi ini pada masyarakat dapat berkontribusi pada masyarakat khususnya di desa target project memahami akan bahaya dan dampak dari penyakit Tb,” kata Rohani.

PTAR bersama Yayasan KNCV Indonesia dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Selatan membentuk sebuah kemitraan agar Rencana Aksi Daerah (RAD) yang juga sebagai salah satu key performance indikator kesehatan dapat segera disahkan menjadi kerangka program dalam mengentaskan Kabupaten Tapanuli Selatan dari penyakit TBC.

Rohani mengemukakan, dokumen RAD dan Perkada masih berupa draf sehingga diperlukan pergerakan cepat dari Dinas Kesehatan Tapanuli Selatan untuk melakukan penandatanganan dan finalisasi.

“Untuk melihat apakah kemitraan ini sukses tentu dibutuhkan aksi-aksi nyata di wilayah kerja masing-masing,” ujarnya. 

Sesuai dengan Strategi Nasional Penanggulangan TBC di Indonesia 2020-2024, luaran yang diharapkan dengan berjalannya program ENTAS-TB ini adalah penguatan komitmen pemerintah kabupaten dan meningkatnya peran komunitas, pemangku kepentingan, dan multisektor lainnya dalam penanggulangan TBC.

ENTAS-TB juga memiliki tujuan untuk menginisiasi wadah kemitraan, menyusun dokumen awal RAD serta menjembatani terbentuknya peraturan kepala daerah terkait penanggulangan TBC, serta meningkatkan keterlibatan masyarakat dalam peningkatan penemuan kasus TBC secara aktif melalui pemanfaatan aplikasi SOBAT-TB di Kecamatan Batang Toru dan Muara Batang Toru.

Tapanuli Selatan juga menjadi satu-satunya wilayah Kabupaten se-Indonesia yang telah membentuk Forum Multi Sektor (FMS) sektor percepatan eliminasi Tuberkulosis.

“Forum Multi Sektor percepatan eliminasi TBC di Kabupaten Tapanuli Selatan telah terbentuk dengan diterbitkannya SK Bupati Tapanuli Selatan Nomor 188.45/474/KPTS/2022,” ujar Rohani.

Menurut Rohani, upaya komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan menjadi kata kunci untuk menangani kasus TB. Karena itu, target penemuan kasus TB di Kabupaten Tapanuli Selatan setiap tahunnya dan memastikan desa/kelurahan masyarakat di sekitar wilayah perusahaan tereliminasi penyakit TB harus segera terealisasi.

“Karenanya perlu kerja sama, kerja kuat, kerja kompak dan kerja ikhlas. Apalagi program ENTAS-TB ini sejalan dengan visi misi mewujudkan masyarakat Tapsel yang sehat, cerdas, dan sejahtera,” kata Rohani.

Video Terkini