Liputan6.com, Makassar - Sejak ditangani pada tahun 2020 dan kemudian ditingkatkan statusnya ke tahap penyidikan pada pertengahan November 2021, penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar oleh Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) belum juga menampakkan adanya isyarat penentuan tersangka.
Sejumlah lembaga pegiat anti korupsi di Sulsel diantaranya lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) bahkan menilai penanganan kasus korupsi PDAM Makassar itu tidak tampak berjalan profesional karena telah menghabiskan jeda waktu yang lumayan lama tanpa memperlihatkan adanya kepastian hukum.
Baca Juga
"Bayangkan lamanya penyelidikan hingga penyidikan dan sampai saat ini belum ada juga kabar penetapan tersangkanya. Padahal ada beberapa kasus baru di depannya malah sudah ada tersangka dan lainnya sudah masuk persidangan," terang Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun via telepon, Senin (13/3/2023).
Advertisement
Kasus dugaan korupsi baru yang sedang berjalan di persidangan yang dimaksud Kadir, diantaranya, kasus dugaan korupsi pembayaran honorarium personil Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Makassar serta kasus dugaan korupsi atas hilangnya 500 ton beras di Gudang Bulog Cabang Pembantu Kabupaten Pinrang yang saat ini sudah ada tersangkanya tiga orang.
"Sementara kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Kota Makassar malah masih stagnan di tahap penyidikan. Ada apa sebenarnya dengan ini," ungkap Kadir.
Ia mengaku heran dengan penanganan kasus tersebut yang hingga saat ini tidak mendapatkan kepastian hukum. Padahal, menurutnya, perkaranya cukup terang. Selain ditemukan sudah ada dugaan perbuatan melawan hukum dan tentunya didukung dengan alat bukti permulaan yang cukup, juga dasar dari awal kasus ini diselidiki berdasarkan bukti dokumen Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 terkait kegiatan anggaran PDAM Makassar.
"Sebenarnya dari LHP BPK itu sudah sangat mendukung kasus ini terang benderang. Gambaran kerugian negaranya sudah dijelaskan dalam LHP tersebut, jadi aneh saja kalau sampai sekarang belum ada penentuan tersangkanya," tutur Kadir.
Ia berharap Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kajati Sulsel) yang baru, Leonard Eben Ezer Simanjuntak memberikan atensi serius terhadap penanganan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Kota Makassar ini, di mana sudah sangat lama ditangani namun belum juga ada kepastian hukum penetapan tersangkanya.
"Pertimbangan kita bersama, bagaimana penanganan kasus korupsi ini tidak terlalu membebankan lebih besar anggaran negara karena proses penanganannya yang cukup lama. Kami masih percaya komitmen tinggi Pak Kajati Sulsel yang baru ini dengan pemberantasan korupsi," ucap Kadir.
Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi mengatakan penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Kota Makassar ini masih sementara berproses.
"Kasus ini masih diproses penanganannya di Bidang Pidsus Kejati Sulsel," singkat Soetarmi, Senin (13/3/2023).
Kantor PDAM Makassar Sempat Digeledah
Tim Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) sebelumnya telah menggeledah Kantor Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar, tepatnya Kamis 9 Desember 2021.
Kegiatan penggeledahan Kantor PDAM Kota Makassar yang berlangsung sejak pukul 10.00 wita hingga pukul 13.40 wita tersebut, merupakan rangkaian dari proses penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Kota Makassar tahun anggaran 2017- 2018.
Dalam penggeledahan yang difokuskan pada ruangan Mantan Direktur Utama (Dirut) PDAM Kota Makassar itu, tim penyidik tampak mengamankan sejumlah dokumen penting yang diduga kuat berkaitan dengan barang bukti dugaan korupsi yang sedang ditangani.
"Untuk lebih jelasnya silahkan ke kantor berhubungan dengan bidang Penkum," kata Kepala Seksi Penyidikan Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejati Sulsel yang saat itu dijabat oleh Andi Faik sembari menegaskan jika penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik di Kantor PDAM Kota Makassar tersebut merupakan rangkaian dari proses penyidikan.
Selama penyidikan, kata dia, pihaknya telah menemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam perkara tersebut. Dan siapa-siapa pihak yang patut bertanggungjawab terhadap hal itu, juga sudah bisa diidentifikasi.
"Namun muara dari tindak pidana korupsi harus ada kerugian negara," jelas Faik saat itu.
Dia menyebut, untuk penentuan tersangka bakal dilakukan setelah hasil audit kerugian negara dirampungkan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Perhitungan kerugian negara masih berproses di sana. Itu dulu yang mesti dipastikan," jelas Faik saat itu.
Pejabat Hingga Eks Pejabat Teras PDAM Kota Makassar juga Diperiksa Maraton
Sejak kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup PDAM Kota Makassar ditingkatkan ke tahap penyidikan, Penyidik Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Sulsel gencar memeriksa maraton sejumlah saksi.
Selain pemeriksaan terhadap mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar inisial HY, juga ada pemeriksaan kepada inisial AA yang sebelumnya menjabat Direktur Teknik PDAM Makassar tahun 2015 hingga Agustus 2017 serta inisial Hj. KB yang sebelumnya menjabat selaku Direktur Teknik PDAM Makassar pada Agustus 2017 hingga September 2019.
Pemeriksaan terhadap inisial AA dan Hj. KB, bertujuan untuk mengorek keterangan sepengetahuannya tentang penggunaan dana PDAM Kota Makassar utamanya dalam hal pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi tahun 2017 hingga 2019. Termasuk juga kaitannya dengan premi asuransi dwiguna serta premi dana pensiun ganda tahun 2016 hingga 2018.
Selain itu, penyidik turut memeriksa saksi dari pihak kantor akuntan publik yang diketahui melakukan audit pada PDAM Makassar pada tahun 2016, 2017 dan 2018 serta Direktur Keuangan 2017 hingga 2019 inisial K juga tak luput dari pemeriksaan.
Advertisement
Temuan BPK RI
Diketahui, dalam LHP BPK RI bernomor 63/LHP/XIX.MKS/12/2018 terkait kegiatan anggaran PDAM Kota Makassar, ditemukan sejumlah pelanggaran. Sehingga BPK memuat adanya lima rekomendasi baik untuk Pemerintah Kota Makassar (Pemkot Makassar) maupun untuk lingkup PDAM Makassar sendiri. Dari lima rekomendasi yang ada, dua diantaranya dinilai berpotensi ke ranah hukum.
Pertama, BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan tantiem dan bonus pegawai sebesar Rp8.318.213.130 ke kas PDAM Makassar.
Kedua, BPK juga merekomendasikan kepada Wali Kota Makassar diperiode itu agar memerintahkan Direktur Utama PDAM Makassar untuk mengembalikan kelebihan pembayaran beban pensiunan PDAM sebesar Rp23.130.154.449 ke kas PDAM Makassar.
Atas dua poin rekomendasi BPK itu, dinilai terjadi masalah hukum karena terjadi kelebihan pembayaran yang nilainya mencapai Rp31.448.367.629 miliar.
Lebih jauh temuan dan rekomendasi BPK tersebut, sangat erat kaitannya dengan dugaan pelanggaran terhadap UU No 28 tahun 1999 tentang Pemerintah Bebas KKN, UU No 9 tentang perubahan kedua atas UU No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi Jo UU Nomor 20 tahun 2001 dan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah.