Sukses

Penanganan Sampah Plastik di Bali: Banyak Produsen Abai Terapkan EPR, Apa Itu?

Penerapan EPR atau Extended Producer Responsibility dalam rangka Penanganan Sampah Kemasan di Bali belum terlaksana dengan maksimal karena masih banyak produsen yang abai.

Liputan6.com, Denpasar Salah satu langkah paling penting dalam solusi pengelolaan sampah adalah pemilahan sampah dari sumbernya.

Selain itu, pentingnya Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) untuk pengumpulan, pemilahan, penggunaan ulang, pendauran ulang, pengolahan, dan pemrosesan akhir sampah sangat dibutuhkan untuk mengubah prilaku masyarakat.

Masyarakat diajak mengubah perilaku untuk membuang sampah pada tempatnya dan melakukan pengelolaan 3R terhadap sampah yang mereka hasilkan.

Ketua Yasayan Tri Hita Karana, Wisnu Wardana mengatakan bahwa semakin banyak TPST dibangun maka akan memperkecil peluang sampah plastik, termasuk botol PET, yang tak terkelola.

"Alangkah baiknya kalau para produsen mensupport collection center dan TPST di berbagai daerah, terutama di Bali," ujar Wisnu Wardana dalam acara media gathering yang diselenggarakan oleh Yayasan Tri Hita Karana, di Hotel Inna Heritage Denpasar, Bali, Rabu, 15 Maret 2023.

Lebih lanjut, Wisnu Wardana mengatakan, di salah satu TPST Samtaku Jimbaran diketahui masih ditemukannya banyak botol PET.

Menurutnya hal itu menunjukkan bahwa sampah PET yang tak dipungut oleh pemulung atau tak tersalurkan ke bank sampah dan TPS 3R masih dapat tertangani.

Semestinya botol PET sudah diambil oleh pemulung, tersalur ke bank sampah atau tersaring di TPS 3R, karena nilai ekonominya tinggi.

"Jadi kalaupun ada botol PET yang mencemari lingkungan seharusnya volumenya tidak signifikan," ujarnya daam acara yang bertajuk "Penerapan Extended Producer Responsibility (EPR) Dalam Penanganan Sampah Kemasan di Bali Terlaksana atau Tidak?"

Terkait tema diskusi kali ini tentang menelaah apakah pelaksanaan EPR sudah jalan atau tidak, Pengamat Lingkungan Gede Dharma Putra mengatakan Pemerintah Daerah dapat melakukan pendekatan kepada produsen yang menghasilkan sampah, karena produsen punya kewajiban untuk menarik dan mendaur ulang sampah kemasannya.

Menurut dia, saat ini, sejumlah produsen besar sudah menjalankan Extended Producer Responsibility (EPR) dengan menarik sampah kemasannya.

Namun, tambah Dharma Putra, masih banyak perusahaan atau produsen yang masih abai, padahal hal itu diatur dalam Undang -undang pengelolaan sampah no 18 tahun 2008 dan Permen LHK nomor P.75/2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah Oleh Produsen.

"Seharusnya, Pemerintah Daerah dapat berkomunikasi dengan produsen terkait penanganan sampah kemasan mereka. Pemerintah Daerah bisa juga melakukan pendekatan ke produsen melalui asosiasi pemerintah daerah," katanya.

Sementara itu, Pejabat Fungsional Dinas Lingkungan dan Kebersihan Kabupaten Badung, Nengah Sukarta, mengatakan, pihaknya terus berupaya mendorong produsen untuk mengelola sampah kemasannya. Beberapa produsen, menurut dia, sudah menerapkan Extended Producer Responsibility.

Ia mengambil contoh Danone yang telah berperan aktif dalam penanganan sampah di wilayahnya. Menurut dia, saat ini Kabupaten Badung memproduksi 383 ton sampah per hari, sekitar 101, 3 ton tertangani, sisanya diangkut ke TPA.

Dalam kesempatan ini, Yayasan Tri Hita Karana mengumumkan hasil brand audit sampah kemasan botol plastik, yang merupakan hasil kerja sama dengan tim peneliti independen dari Jakarta.

Hasil brand audit menunjukan, botol plastik Polyethylene Terephthalate (PET) Danone, Mayora dan Coca-Cola menduduki posisi tiga besar atau “Top 3” sampah kemasan yang terkumpul di Bali PET Collection Center dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku, Jimbaran.

Dalam paparannya, peneliti, Hartopo, menjelaskan brand audit dilakukan di tiga tempat yakni di Bali PET Collection Center Denpasar, Bali PET Collection Center Klungkung dan Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Samtaku Jimbaran, pada 17- 25 Oktober 2022.

Dia menjelaskan, untuk TPST Jimbaran semua botol kemasan dipilah berdasarkan jenis dan merek, lalu dihitung. Hal itu dimungkinkan karena jumlah sampah botol (populasi) tidak banyak. Sementara untuk Bali PET Collection Center Denpasar dan Klungkung, karena jumlah botol mencapai 5 ton per hari, diambil sampel masing - masing 400 Kg dan 100 Kg.

Hasilnya, untuk Bali PET Collection Center Denpasar Danone, Mayora dan Coca-Cola menduduki posisi tiga besar atau “Top 3” masing - masing 62. 269 buah (58%) , 9.918 buah (9%) dan 7 890 buah (7%).

Brand yang masuk dalam “Top 10” yaitu Sariguna Primatirta (4%) Amarta Indah Otsuka (3 %), Sinar Sosro (3 %),Wings (2 %), Djoyonegoro (2%) Santos Jaya Abadi (1%) Orang Tua (1%).

Sementara untuk Bali PET Collection Center Klungkung posisi “Top 3” juga ditempati Danone, Mayora dan Coca Cola. Sedangkan di TPST Samtaku Jimbaran, posisi “Top 3” lagi ditempati Danone, Mayora dan Coca Cola.

Untuk jenis plastik HDPE (High Density Polyethylene) hanya ditemui tiga brand yakni Unilever sebanyak 127 buah (70%), Indofood 36 buah (20%) dan WINGs 18 buah (10%).

Untuk kategori botol PP (Polypropylene) Danone berada di tempat teratas dengan 3.512 buah (64%), Orang Tua 1.440 buah (26%), Wings sebanyak 302 buah (6%), dan Sunctory 196 buah (4%).

Sedangkan untuk jenis plastik PS (Polystyrene) hanya didapati 1 brand yakni Yakult sebanyak 2.714 buah

Dominasi botol PET produk Danone, 58 % di Bali Pet Collection Center Denpasar, 56% di Bali PET Collection Center Klungkung, dan 46% di TPST Jimbaran, bisa disimpulkan mendekati gambaran umum penanganan sampah botol PET di Bali.

"Karena Bali PET Collection Center merupakan pengumpul dan pengolah PET terbesar, yang memiliki jaringan pengepul dan pemulung sampai pelosok Bali. Sedangkan TPST Samtaku Jimbaran, sampai saat brand audit dilakukan, adalah pengolah sampah terbesar di Bali,” kata Hartopo.

Sedangkan, Kabid Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 Dinas Lingkungan Hidup Dan Kebersihan Denpasar, Adi Wiguna, mengakui peran PET collection center dan para pengepul limbah kemasan dalam penangangan sampah plastik di wilayahnya. Menurut dia, kehadiran mereka memudahkan para pemulung dan pengumpul sampah menjual barangnya.