Liputan6.com, Semarang - Penyair Semarang, eksponen Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP) Beno Siang Pamungkas kembali ke dunia panggung. Ia meluncurkan antologi puisi bertajuk Panen. Memilih tempat di De Warisan Art and Curio, jalan Suari 8 Kota Lama Semarang.
Ini merupakan antologi tunggal ketiga. Menurut Beno Siang Pamungkas, buku yang berisi 73 puisi ini adalah kumpulan puisi-puisinya yang ditulis selama ini. Paling lama ditulis tahun 1992 dan paling baru 15 Januari 2023.
"Mengapa Panen? Ya karena itu salah satu judul puisi yang saya anggap mewakili seluruh isi buku," kata Beno, Jumat (17/3/2023).
Advertisement
Buku kumpulan puisi Panen merupakan buku puisi tunggal ketiga Beno Siang Pamungkas. Buku pertama, Sajak Sampah Gerinda Baja yang diterbitkan pada tahun 1993. Buku puisi kedua, Ensiklopedi Kesedihan terbit 2008. Sedangkan buku puisi Panen terbit 2023.
"Ini seperti siklus 15 tahunan. Selama 30 tahun, saya hanya menerbitkan tiga buku puisi, yang setiap buku terbit berjarak 15 tahun dari buku sebelumnya," katanya.
Meskipun antologi puisi tunggal Beno tergolong minim, tapi produktivitas tulisannya memang tinggi. Tersebar di berbagai media dan dalam puluhan antologi bersama.
Beno Siang Pamungkas dan Peran RSP Dalam Gerakan Sastra Indonesia
Beno Siang Pamungkas adalah salah satu eksponen Revitalisasi Sastra Pedalaman (RSP). Ini adalah sebuah gerakan sastra pada dasawarsa 1990-an. Dipelopori oleh beberapa sastrawan yang saat ini menjadi tokoh sastra Indonesia. Nama Triyanto Triwikromo, Sosiawan Leak, Kusprihyanto Namma, Beno Siang Pamungkas, Wijang Wharek Al-Mauti, dan Bagus Putu Parta adalah para penggerak RSP.Â
Kehadiran RSP saat itu menjadi perbincangan seru dunia sastra. Media cetak edisi hari Minggu selalu memuat tentang RSP. Baik yang pro maupun yang kontra.
Puncak polemik Revitalisasi Sastra Pedalaman terjadi pada tanggal 22 November 1994 saat diselenggarakan perhelatan "Debat Sastra Pedalaman" di Fakultas Sastra Universitas Gajah Mada Yogyakarta, dengan menghadirkan pembicara yaitu Faruk HT, Ahmad Tohari, dan Beno Siang Pamungkas.
Sebenarnya gerakan RSP bertujuan menghindari pemusatan sosialisasi nilai-nilai sastra hanya di Jakarta saja. Tujuan lain adalah menciptakan ruang baru karena saat itu surat kabar atau media cetak seakan-akan menjadi satu-satunya cara menyosialisasikan karya.
RSP bergerak dengan membentuk jaringan serta komunikasi dengan kantung-kantung budaya di mana saja, dan dengan siapa saja.Â
Model gerakan RSP ini memang membuahkan hasil tak mengecewakan. Saat itu kegiatan-kegiatan budaya di luar Jakarta frekwensinya meningkat. Kehadiran kantong-kantong budaya juga tumbuh subur.Â
Karya-karya yang bermunculan juga semakin variatif dan tidak didikte oleh standar-standar estetika ibu kota. Geliat serupa yang berorientasi pada pedalaman juga terjadi di Sumatra dan Bali. Setiap daerah punya format dan strategi berbeda dalam mengungkapkan estetika lokal yang khas, tetapi faktor pemersatu berbagai gerakan ini adalah ketidakpuasan mereka terhadap Jakarta
Advertisement
Buku Habis Sebelum Launching
Dalam peluncuran Panen, Sosiawan Leak ikut hadir bersama Triyanto Triwikromo. Tiga eksponen RSP ini berkisah hal-hal ringan saat masih menempuh jalan yang sama.
Triyanto Triwikromo menyebut bahwa dalam proses kepenyairannya, Beno tergolong unik dan tak berada dalam zona nyaman.
"Itulah sebabnya puisi-puisi mas Beno secara bentuk sangat kaya," kata Triyanto.
Sosiawan Leak menceritakan bahwa ketika zaman RSP, mereka bersafari membacakan puisi dari satu kota ke kota lain selalu penuh dengan jamuan.
"Ini jamuan beneran. Panitia selalu menyediakan jamu buat kami," kata Leak.
Begitulah ketika tiga sahabat bertemu dalam satu momen, mereka akan saling meledek.
"Harus diakui Beno adalah seorang pemabok. Ia selalu mabok. Mabok karya, mabok spiritual, mabok mencari hal-hal baru," kata Leak.
Ada yang unik dalam launching buku antologi puisi tunggal Beno ini. Buku ini sudah habis sebelum dilaunching secara resmi.
"Barangkali Museum Rekor Cilik-Cilikan (MURCI) pengin mencatat ini," kata Beno tertawa.
Beno Siang Pamungkas dalam pergaulan kesenian memang unik. Ia bergaul dengan siapa saja. Ia sangat rajin datang ke forum-forum seni dan pengajian, termasuk acara anak-anak muda yang masih kuliah.Â
Barangkali ini yang menjadi sebab buku ini secara teknis sudah habis dibeli jauh sebelum diluncurkan secara resmi.
"Memang sebagian besar buku tersebut dibeli oleh kawan-kawan saya sendiri. Harapan saya cuma satu, semoga buku tersebut tidak terlalu mengecewakan," kata Beno.