Liputan6.com, Bangkalan - Dari arah belakang, SA menebaskan sebilah pisau ke arah kepala RD. Tebasan itu mengenai pelipis dan menyebabkan luka sayatan hingga ke pipi.
Pembacokan pada Kamis (16/3) lalu itu terjadi di hadapan istri korban. Saat itu keduanya sedang berboncengan sepeda motor menyaksikan pawai karnaval di Desa Glisgis, Kecamatan Modung, Bangkalan.
Advertisement
Baca Juga
Menurut sejumlah informasi, RD adalah staf Panitia Pengawas Pemilu Kecamatan Modung (panwascam) Kabupaten Bangkalan, Jawa Timur. Tapi bukan karena posisi itu RD dibacok. dia dibacok karena jabatan lain sebagai Ketua Panitia Pemilihan Kepala Desa atau P2KD Desa Manggaan.
Sementara tersangka SA adalah salah satu bakal calon kepala desa Manggaan yang gugur karena tak lolos verifikasi berkas pendaftaran. Yang menyedihkan karena menurut Polisi keduanya sebetulnya masih punya hubungan keluarga.
"pelaku dan korban masih kerabat," kata Kapolres Bangkalan, AKBP Wiwit Ari Wibisono, Jumat (17/3), tanpa merinci status kekerabatannya.
kepada penyidik yang memeriksa, SA mengaku sejak awal tak punya niatan membunuh RD. Pembacokan itu, katanya, hanya sebentuk peringatan.
Maka setelah melukai RD, dia langsung pulang dan kemudian menyerahkan diri ke polisi lewat perantara seorang kepala desa di Modung.
"Saya (membacok) hanya mau kasih peringatan, karena panitia Pilkades tidak sportif, saya juga tersinggung oleh ucapan RD," kata SA.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Kronologi
Ucapan yang menyinggung itu muncul saat keduanya berdebat sengit pada hari terakhir pendaftaran Pilkades Desa Manggaan 27 Februari lalu.
Dari 22 berkas yang disetorkan SA, ada satu berkas yang tidak dilampirkan yaitu surat pengunduran diri sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa atau BPD Desa Manggaan. Undang-undang melarang Anggota BPD nyalon kepala desa jika statusnya masih aktif.
SA meminta agar diberi waktu untuk melengkapi berkas yang kurang itu. Lagipula dia merasa aneh namanya tiba-tiba tercatat sebagai anggota BPD. Jangankan dilantik, diberitahu pun tak pernah.
Singkat cerita, usulan SA ditolak. Panitia tetap pada keputusan mendiskualifikasi sehingga tidak bisa menjadi calon kepala desa. Inilah yang membuat SA geram pada RD.
Maka ketika tak sengaja melihat RD di acara karnaval siang itu, yang pertama terlintas di kepalanya adalah pulang mengambil pisau, membacok dan kemudian menyerahkan diri.
"Saya tidak mau lari, makanya setelah membacok saya pulang, lalu telepon seorang kades minta bantuan untuk menyerahkan diri," tutur SA dengan tenang.
Advertisement