Liputan6.com, Jambi - Angga, petani di Desa Pemayungan, Kabupaten Tebo, Jambi, tak lagi bingung mencari tumpangan rumah untuk menggelar pertemuan. Ketua dari Perkumpulan Petani Pemayungan (P3M) ini, bersama anggota dan pengurusnya kini telah memiliki Rumah Perjuangan yang dibikin permanen di desa mereka.
Rumah Perjuangan berukuran 7x12 meter itu kini telah kokoh berdiri setelah direnovasi menyeluruh. Lokasinya hanya sepelemparan baru dari jalan koridor hutan tanaman industri.
Di rumah itu, sekarang bisa mereka gunakan untuk pertemuan, membahas strategi perjuangan petani yang sampai sekarang masih mengalami penindasan. Pada awal tahun 2023, Rumah Perjuangan yang dibangun permanen itu mulai ramai dengan agenda rapat dan pertemuan para anggotanya.
Advertisement
Hampir setiap bulan sekali, para anggota P3M berkumpul. Mereka bermusyawarah, menelurkan berbagai strategi memperjuangkan hak atas tanah yang telah mereka garap puluhan tahun. Pelatihan dan penguatan kapasitas bagi anggotanya pun sudah digelar di rumah tersebut.
Baca Juga
“Kalau dulu sebelum ada Rumah Perjuangan ini kami mau diskusi atau rapat anggota harus numpang di rumah Pak Sum (aggota P3M). Sekarang sudah semakin ringan punya tempat sendiri, sudah mulai tertata,” kata Angga dihubungi dari Jambi, Kamis (16/3/2023).
Rumah Perjuangan itu mereka tata sedemikian rupa. Dari sebelumnya hanya rumah panggung kecil, kini telah diubah menjadi lantai ubin. Dindingnya setengah batako dan papan. Teras dan ruangan pertemuan dibikin lebih lebar sehingga bisa menampung lebih banyak orang.
Pada bagian atapnya dipasang solar panel. Kini setrum yang mengalir ke rumah tersebut berasal dari energi matahari. Dari solar panel itu, kemudian setrum di simpan ke aki kapasitas 100 watt. Setrum itu mereka gunakan untuk penerangan.
Penggunaan solar panel ini sebagai salah satu langkah penggunaan energi bersih dalam penyediaan kebutuhan energi listrik. Dengan menggunakan solar panel, ongkos operasional menjadi lebih murah.
"Awalnya kami pikir dari pada pakai genset masih beli bensin lagi. Kalau solar panel kan kita tidak perlu ongkos lagi. Selain untuk lampu, bisa untuk cas HP," kata Angga.
Dulunya sebelum direnovasi menjadi Rumah Perjuangan tersebut hanyalah rumah panggung kecil berdiding papan. Dulu tampak kusam, tanpa penerangan dan air.
Sekarang rumah tersebut berubah total. Fasilitas di dalamnya terdapat perlengkapan alat tulis, rak arsip, meja yang berguna untuk menunjang proses kegiatan yang dilakukan oleh kelompok tani itu.
Rumah Perjuangan yang dibangun ini diharapkan bisa menjadi tonggak penguatan basis petani yang sampai sekarang masih terus memperjuangkan hak atas tanah.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Konflik yang Tak Kunjung Usai
Akhir 2022 lalu, P3M mendapat dukungan dari Dana Nusantara yang diinisiasi oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) untuk pembentukan pusat pendidikan rakyat.
Fungsinya untuk merevitalisasi, memulihkan, berinovasi dan berkolaborasi untuk meningkatkan kapasitas, kualitas pengetahuan dan keterampilan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam mempertahankan, melindungi, mengelola tanah, dan keberlangsungan lingkungan hidup.
Sokongan dana itu kemudian digunakan untuk merenovasi Rumah Perjuangan di Desa Pemayungan. Rumah Perjuangan yang dibikin untuk P3M ini menurut Angga, amat diperlukan. Sebab, daerah tersebut kasus konflik lahan antara petani dan perusahaan sampai sekarang masih terus terjadi.
Konflik ini terjadi pada tahun 2009, dimulai masuknya perusahaan hutan tanaman industri karet PT LAJ. Wilayah kebun masyarakat dan petani di daerah itu diklaim perusahaan masuk ke wilayah konsesinya.
Banyak lahan garapan masyarakat masuk dalam konsesi perusahaan dan memicu konflik berkepanjangan. Pada 2018 konflik antara masyarakat dan perusahaan meletus dan kerap berulang.
Bertahun-tahun para petani bergelut dengan rasa masygul, kesal hingga putus asa. Karena kebutuhan ekonomi untuk keluarga, mereka terus berusaha bertahan.
“Mau bagimana lagi, ya mau enggak mau harus tetap bertahan, karena semua sumber penghidupan kami sudah ada di sini (Pemayungan).” kata Teguh, petani yang tergabung dalam P3M.
Sampai sekarang perkumpulan organisasi ini mewadahi hampir 100 petani yang berkonflik dengan LAJ dan PT WMW. Total lahan yang berkonflik mencapai 370-an hektare.
Advertisement
Penguatan Basis Petani di Kampung
Serikat yang diberi nama Perkumpulan Petani Pemayungan Mandiri (PPPM) pada 2020 menjadi gerakan perjuangan mereka. Anggota perkumpulan tersebut, terus berjuang untuk tanah garapannya yang diklaim sebagai wilayah konsesi perusahaan.
Manajer Advokasi, Kajian dan Kampanye Walhi Jambi Eko Mulia Utomo mengatakan, Rumah Perjuangan diperlukan untuk mengefektifkan anggota P3M berdiskusi. “Fungsinya sebagai ruang belajar bersama untuk proses kaderisasi, edukasi, dan penguatan basis petani di kampung,” kata Eko.
Di tegah konflik dengan perusahaan yang belum menemukan titik temu, menurut Eko, diskusi penting bagi masyarakat tani. Diskusi ini untuk menambah pengetahuan petani.
“Kalau di Walhi itu kan ada PKRD (Pendidikan Kader Rakyat Dasar) yang mempelajari hukum kritis, paralegal dan sebagainya. Sehingga butuh tempat dan ruang privat," kata Eko.
Menurutnya Eko, Rumah Perjuangan itu dibangun sebagai bentuk perlawanan masyarakat yang tengah menuntut haknya pada perusahaan. Dia berharap, Rumah Perjuangan di Pemayungan bisa menjadi contoh bagi masyarakat di tempat lain, terutama di wilayah yang tengah berkonflik dengan perusahaan.
“Harapan kita setiap wilayah punya rumah perjuangan masing-masing,” ujar Eko.
Kemudian lanjut Eko, melalui wadah ini mereka bisa mengonsolidasikan gerakan lingkungan, gerakan petani, dan gerakan pembaruan agraria di seluruh wilayah Nusantara.
Reforma agraria, keberlangsungan lingkungan hidup mesti disatu-padukan dengan bergotong-royong. Kemudian tak kalah penting adalan memastikan penguatan basis di kampung. Eko menambahkan, kehadiran Rumah Perjuangan ini juga akan membuat rakyat semakin kuat dan solid.
"Ini bisa memperkuat bagi perjuangan reforma agraria, lingkungan hidup. Dan juga petani membangun solidaritas lebih luas lagi dalam membangun gerakan," demikian Eko Mulyo Utomo.