Liputan6.com, Jakarta - Ziarah kubur merupakan salah satu tradisi yang dilakukan masyarakat menjelang Ramadan. Pada akhir bulan Syakban, masyarakat akan berziarah ke makam para leluhur, orang tua, atau sanak famili lain.
Hal ini juga yang terlihat di TPU Utan Kayu, Jakarta. Banyak orang melakukan ziarah kubur berdatangan bersama rombongan keluarga untuk mendoakan anggota keluarga yang telah meninggal.
Namun, tak semua peziarah hafal dan lancar merapalkan doa-doa, seperti Yasin, tahlil, tahmid, dan salawat. Oleh karena itu, mereka perlu dibimbing saat membacakan doa-doa.
Advertisement
Hal ini memunculkan fenomena adanya penyedia jasa doa. Mengutip dari nu.or.id, seorang ustaz di TPU Utan Kayu asal Pulogadung, Laim, menyediakan jasa doa bagi para peziarah yang tidak hafal susunan doa-doa.
Baca Juga
Ia tidak memasang tarif untuk jasa tersebut. Berapa pun uang yang diberikan oleh peziarah, ia akan menerimanya.
Sehari-hari, ustaz Laim bekerja sebagai pedagang gulali. Namun, pada bulan Syakban, ia berada di TPU Utan Kayu mulai dari pagi hingga petang.
Ustaz Laim mengaku tak memiliki latar belakang pendidikan keagamaan pesantren. Namun, ia belajar agama dari guru ke guru di majelis taklim yang ada di kampung-kampung se-Pulogadung.
Dari para guru tersebut, ia belajar qiraah dan memiliki bekal berupa hafalan doa-doa. Bekal inilah yang ia gunakan untuk tampil sebagai ustaz bagi masyarakat urban di ibu kota.
Sementara itu, menjadi penyedia jasa doa saat bulan Syakban di TPU Utan Kayu sudah ditekuninya sejak 2018. Ia mengaku dengan ikhlas dan ridha membantu masyarakat yang ingin mendoakan keluarganya.
Ia juga menegaskan, saat menjadi penyedia jasa, ia tak mencari uang, melainkan keikhlasan. Ia juga tak pernah menawarkan jasanya kepada peziarah, tetapi justru peziarah yang datang kepadanya.
Dalam satu hari, Ustaz Laim melayani kurang lebih sepuluh rombongan peziarah. Dengan bayaran seikhlasnya, ia bisa membawa pulang uang kurang lebih Rp150 ribu setiap harinya.
Selain Ustaz Laim, ada juga penyedia jasa doa lainnya yang siap membantu peziarah. Keberadaan mereka seolah sudah menjadi tradisi di TPU Utan Kayu dan di beberapa TPU lain di Jakarta.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak