Sukses

5 Tradisi Unik Membangunkan Sahur yang Cuma Ada di Indonesia

Berikut tradisi membangunkan sahur di Indonesia.

Liputan6.com, Yogyakarta - Selama bulan Ramadan banyak tradisi khas nusantara yang memeriahkan suasana bulan puasa. Salah satunya adalah tradisi membangunkan sahur di Indonesia.

Tradisi membangunkan sahur di Indonesia bukan lah tradisi yang asing. Tradisi unik ini berkembang di daerah-daerah di Indonesia dan menjadi identitas daerah tertentu.

Tradisi sahur di Indonesia cukup semarak karena banyak melibatkan masyarakat, terutama anak-anak. Walau hanya menggunakan alat-alat yang sederhana.

Dikutip dari berbagai sumber, berikut tradisi membangunkan sahur di Indonesia.

1. Tradisi Ngarak Beduk

Tradisi membangunkan sahur ngarak beduk berasal dari Suku Betawi di Jakarta dan sekitarnya. Tradisi ngarak beduk atau beduk sahur dilakukan secara beramai-ramai, baik anak kecil hingga orang dewasa.

Gerobak yang berisik beduk ditarik beramai-ramai sambil dipukul. Biasanya rombongan tradisi ngarak beduk juga membawa genta, rebana, dan genjring, sehingga semakin meriah.

Tak lupa mereka berjoget sambil menyanyikan lagu-lagu daerah untuk membangunkan orang sahur. Tradisi ngarak beduk merupakan salah satu tradisi Betawi yang dipengaruhi budaya Tiongkok.

Sayangnya saat ini, tradisi ngarak beduk mulai berkurang dan jarang dilakukan masyarakat Betawi.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

2 dari 3 halaman

Tradisi Koko’o Suhuru

2. Tradisi Koko’o Suhuru

Koko’o Suhuru atau ketuk sahur adalah tradisi membangunkan warga dengan menggunakan barang bekas dan diiringi lagu-lagu daerah. Tradisi ini masih dipertahankan oleh orang tua hingga remaja di Gorontalo.

Tradisi membangunkan sahur ini sudah dilakukan turun-temurun. Kemudian berkembang menjadi tradisi khas Gorontalo kala Ramadan tiba.

Mereka biasanya menyanyikan lagu Hulontalo Lipu’u diiringi ketukan khas dari barang bekas. Warga secara beramai-ramai menyusuri sepanjang jalan membangunkan warga untuk bersahur.

Selain menyanyikan lagu khas daerah, mereka juga menyanyikan lagu Indonesia Raya, hingga menciptakan lagu sendiri yang diberi judul “Menunggu Sahur”. Rombongan ketuk sahur selalu disambut dengan antusias oleh warga setempat.

3. Tradisi Dengo-Dengo

Masyarakat Kota Bungku, Ibu Kota Kabupaten Morowali, Sulawesi Tengah, memiliki tradisi membangunkan sahur yang mereka sebut "Dengo-Dengo". Dengo-Dengo sendiri dalam bahasa Indonesia bermakna tempat beristirahat.

Dengo-Dengo merupakan sebuah bangunan yang menjulang setinggi hampir 15 meter. Terbuat dari batang bambu sebagai tiang penyangga, menggunakan lantai papan dengan ukuran 3×3 meter persegi dan beratap daun sagu.

Dengo-dengo didirikan dengan cara gotong royong oleh warga menjelang datangnya bulan Ramadan. Dengo-Dengo sudah hadir di Bungku sejak awal masuknya Islam sekitar abad ke-17.

Sejak kemunculannya tradisi dengo-dengo bertujuan untuk menyerukan agar bangun saat sahur dini hari. Bangunan ini juga dilengkapi sebuah gong, gendang, dan rebana, serta ditunggui sekitar 8 orang warga.

Hampir setiap rukun tetangga memiliki sebuah Dengo-Dengo. Pada petang hari, Dengo-Dengo berfungsi sebagai tempat beristirahat menanti waktu berbuka puasa.

 

3 dari 3 halaman

Tradisi Ubrug-Ubrug

4. Tradisi Ubrug-ubrug

Masyarakat Kabupaten Karawang, Jawa Barat, tepatnya di wilayah Kecamatan Tempuran, memiliki tradisi membangunkan sahur dengan cara yang cukup unik. Tradisi membangunkan sahur di wilayah ini biasa disebut dengan istilah "Ubrug-Ubrug".

Biasanya warga akan membangunkan sahur dengan cara berkeliling kampung dengan memainkan beberapa alat musik, baik tradisional ataupun modern. Alat musk ini akan mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan oleh seorang sinden.

Beberapa alat musik yang dipakai diantaranya kendang, organ, gitar, gong, serta beberapa alat musik lainnya. Biasanya, sekelompok pemuda setempat berkeliling kampung dimulai sejak pukul 22.00 WIB hingga menjelang waktu sahur sekitar jam 03.00 WIB.

Bagi warga Kecamatan Tempurang, tradisi ubrug-ubrug menjadi salah satu ciri khas kemeriahan bulanRamadan di daerah mereka. Justru bulan puasa tidak terasa afdol jika tradisi membangunkan sahur ini hilang dari kampung mereka.

5. Tradisi Bagarakan Sahur

Tradisi bagarakan sahur berasal dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Tidak ada catatan yang menyebutkan awal mula dilakukannya bagarakan ini. Namun tradisi ini sudah sejak lama berlangsung secara turun-temurun. Sebelum Islam menyebar di Banjar, mereka sudah memiliki alat musik tradisional yakni gendang (babun) dan gong.

Dahulu, alat-alat inilah yang digunakan untuk membangunkan warga berjalan kaki keliling kampung.