Sukses

Kisah Penyapu Koin di Jembatan Sewo Indramayu, dari Kisah Misteri Jadi Tradisi

Tradisi ini berawal dari kakak beradik bernama Saedah dan Saeni yang hidup dalam garis kemiskinan

Liputan6.com, Indramayu - Terdapat tradisi unik di Jembatan Sewo Indramayu yang berada di Jalur Pantura, Jawa Barat. Tradisi yang dinamakan sapu koin tersebut akan tampak para penyapu koin duduk berjejer dengan membawa sapu lidi panjang di sisi kiri dan kanan jalan.

Para penyapu koin ini menunggu pengendara yang lewat melemparkan uang ke arah jalan, baik uang koin maupun uang kertas. Ketika pengendara melemparkan uang, para penyapu koin akan berebut untuk mengambil uang yang dilempar tersebut dengan cara menyapunya.

Tradisi 'penyapu koin' di Jembatan Sewo Indramayu ini telah terjadi selama bertahun-tahun. Konon, hal yang melatarbelakangi munculnya fenomena ini adalah adanya kejadian mistis di jembatan penghubung Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Subang tersebut,

Tradisi ini berawal dari kakak beradik bernama Saedah dan Saeni yang hidup dalam garis kemiskinan. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, mereka berdua mengemis di Jembatan Sewo.

Nahas, mereka meninggal dunia di sekitar jembatan tersebut. Masyarakat percaya arwah dari kakak beradik itu tetap "hidup" di bawah Jembatan Sewo.

Kisah Saedah dan Saeni tersebut sangat dikenal oleh masyarakat di pesisir utara Jawa Barat, mulai dari Cirebon hingga sebagian wilayah Karawang. Karena kisah inilah, muncul ritual 'lempar uang'.

Beberapa masyarakat juga menyebut, ritual melempar koin ini adalah bentuk memberi saweran pada Saedah dan Saeni. Pasalnya, pada masa lalu, Saedah dan Saeni selalu mementaskan seni ronggeng. Saedah berperan sebagai penabuh gendang dan Saeni sebagai penarinya.

Mereka selalu menampilkan kesenian tradisional ini di pinggir jalan di sekitar Jembatan Sewo. Cerita lain menyebut, Saeni dulunya adalah seorang penari ronggeng Pantura yang kemudian berubah menjadi buaya.

Kisah-kisah Saedah dan Saeni tersebut membuat masyarakat menganggap Jembatan Sewo dikenal mistis. Bahkan, kemistisan jembatan ini semakin kental ketika terjadi kecelakaan tragis sebuah bus yang membawa rombongan transmigran asal Boyolali.

Bus yang mengalami mecelakaan pada 11 Maret 1974 tersebut hendak menuju Sumatera Selatan. Namun, salah satu bus yang membawa rombongan tergelincir dan masuk ke sungai. Bus tersebut kemudian terbakar di kali Sewo, Desa Sukra, Kabupaten Indramayu.

Musibah yang terjadi pada pukul 04.30 dini hari tersebut menewaskan 67 orang yang terdiri dari orang dewasa dan anak-anak. Sementara tiga orang anak-anak lainnya selamat. Semua korban yang tewas pun dimakamkan di pemakaman umum yang terletak di dekat lokasi kejadian.

Sejak kejadian tersebut, banyak pengendara yang melemparkan uang ketika melewati jembatan tersebut. Tujuannya agar diberi keselamatan selama perjalanan melintasi Jalur Pantura.

Selain itu, ritual ini juga dikaitkan dengan sosok kuntilanak penunggu jembatan. Konon, semua makhluk halus tidak akan mengganggu jika para pengendara yang melintas melemparkan uang.

Hingga kini, tradisi lempar koin dan sapu koin masih dilakukan. Bahkan, ada yang menjadikan hal ini sebagai mata pencaharian. Terlebih, pendapatan akan semakin meningkat saat Ramadan hingga mudik Lebaran.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Saksikan video pilihan berikut ini: