Liputan6.com, Madura - Selain karapan sapi, di Madura juga ada kontes sapi sonok. Kontes ini sudah ada sejak 1960-an.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, sapi sonok masih merupakan jenis karapan sapi. Namun, sapi yang dilombakan adalah sapi berjenis kelamin betina.
Adapun yang dilombakan dalam kontes ini adalah keindahan sapi saat berjalan dan berpakaian. Kegiatan ini tidak terlepas dari kultur agraris masyarakat Madura dalam pengelolaan lahan pertanian.
Advertisement
Sapi sonok pertama kali dicetuskan oleh warga Batu Kerbui, pesisir utara Pamekasan. Dalam sejarahnya, setiap kali selesai bekerja membajak ladang, para petani biasanya akan memandikan sapi-sapinya.
Baca Juga
Setelah dimandikan, sepasang sapi tersebut didiamkan di satu tiang 'tancek'. Kebiasaan tersebut juga dilakukan oleh petani lain dalam satu petak tanah tegal, sehingga tampak ramai.
Dalam perkembangannya, kemudian muncul pemikiran dari para petani untuk memilih dan melombakan sapi yang paling bersih dan berdiri rapi. Pasangan sapi itu juga akan didandani dengan aksesori yang indah.
Dari sinilah tradisi sapi sonok muncul yang akhirnya menjadi sebuah budaya masyarakat Pamekasan dan Madura. Bagi masyarakat Pamekasan, sapi sonok telah menjadi kebanggaan tersendiri.
Kontes sapi sonok mendekatkan hubungan sosial antarmasyarakat Madura. Hal ini juga memunculkan keinginan untuk membibitkan sapi yang berkualitas sekaligus menjaga kelestarian spesies sapi Madura.
Masyarakat pun semakin ingin berkembang demi menjaga kualitas sapi, salah satunya terkait perawatan. Perawatan memang memberi peran penting bagi kualitas sapi.
Sapi sonok membutuhkan perawatan ekstra agar benar-benar menjadi sapi unggul. Misalnya, setiap sebulan sekali, pemilik sapi akan memberikan jamu berupa adonan tepung jagung yang dicampur gula jawa, bawang, daun bawang, asam jawa, kelapa, dan telur.
Dua kali dalam sebulan, sapi sonok juga diberi susu segar yang dicampur 25 butir kuning telur. Sapi sonok bahkan sudah dirawat ekstra sejak berumur tiga bulan.
Sapi-sapi tersebut dilatih berdiri tegak di tempat pengikatan khusus antara pukul 15.00 dan pukul 18.00. Dengan demikian, sapi-sapi itu akan terbiasa berjalan dengan posisi tegak, sehingga akan terlihat anggun.
Sementara itu, agar kulit sapi bersih dan mengilap, pemilik sapi sonok akan memandikan sapi-sapinya dua kali sehari. Tak lupa, kandang sapinya pun dijaga selalu bersih.
Saat kontes sapi sonok berlangsung, sapi-sapi tersebut akan didandani dengan selempang keemasan di leher dan dada untuk menambah daya tarik. Selain itu, di bagian leher juga dipasang pangonong, yaitu kayu perangkai sapi yang diukir indah dengan perpaduan warna merah dan kuning emas.
Kemudian, ada juga mahkota yang dipasang di kayu panongkok yang berhiaskan untaian manik-manik keemasan. Selempang yang menutup leher sapi pun tampak berhiaskan aneka manik warna-warni.
Sebelum acara dimulai, beberapa pemilik sapi akan menari sambil menggiring sapi-sapi mereka keliling lapangan. Adapun penilaian pada kontes sapi sonok tak hanya berkutat pada keindahan berjalan, tetapi juga pakaian yang dikenakan pasangan sapi yang menentukan keserasian pasangan sapi ketika sampai di garis finis.
Kaki depan kedua pasangan sapi sonok harus bersamaan naik ke atas altar yang terbuat dari kayu. Hal tersebut lah yang menentukan menang atau tidaknya pasangan sapi dalam kontes sapi sonok tersebut.
Penulis: Resla Aknaita Chak