Sukses

Masjid Azizi di Tanjung Pura, Bangunan Bersejarah Peninggalan Kesultanan Langkat

Suasana tenang dan udara sejuk akan langsung terasa ketika memasuki area dalam Masjid Azizi, bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Langkat yang masih kokoh berdiri hingga saat ini.

Liputan6.com, Langkat Suasana tenang dan udara sejuk akan langsung terasa ketika memasuki area dalam Masjid Azizi, bangunan bersejarah peninggalan Kesultanan Langkat yang masih kokoh berdiri hingga saat ini.

Mata akan dimanjakan dengan cantiknya ornamen-ornamen perpaduan timur tengah dengan Melayu. Masjid Azizi terletak di Jalan Masjid, Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, dan merupakan satu-satunya bangunan peninggalan Kesultanan Langkat.

Dilansir dari berbagai sumber, masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Langkat pertama yakni Sultan Musa Al Holidin Muazzam Syah, pada tahun 1896.

Setelah itu diteruskan anaknya Abdul Azizi Djalil Rahmad Syah pada tahun 1902. Kemudian diteruskan lagi oleh cucunya Sultan Mahmud Djalil Rahmad Syah hingga berakhirnya Kesultanan Langkat pada tahun 1948.

Bangunan Masjid Azizi juga menjadi saksi, bahwa Kesultanan Langkat, 1 di antara kerajaan Melayu di Sumatera Utara (Sumut), memiliki masa kejayaan.

Mengadopsi konsep arsitektur bangunan yang dicampurkan gaya timur, Masjid Azizi tampak kokoh berdiri, walaupun usianya melebihi 100 tahun.

Uniknya, bangunan ini menjadi saksi nyata, bahwa konsep pembangunan pada masa lampau mengikuti gaya Eropa, China, India dan wilayah Timur.

Selain itu, keindahan ornamen-ornamen dalam masjid membuat pendatang seakan berada di timur tengah. Lantaran, ornamen bangunan didatangkan langsung dari luar.

Hingga saat ini, Masjid Azizi masih eksis berdiri dan dikunjungi, pendatang juga menyempatkan diri untuk melakukan ziarah di makam sultan. Tempat ini, menjadi lokasi favorit para pendatang, atau wisatawan dari luar kota untuk beribadah atau sekadar singgah. 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Ada Makam Pahlawan Nasional Amir Hamzah

Tak hanya bisa beribadah, di Masjid Azizi biasa pendatang akan menyempatkan mengunjungi atau berziarah ke makam Pahlawan Nasional Tengku Amir Hamzah. Makam Tengku Amir Hamzah masih berada di dalam komplek Masjid Azizi.

Hampir setiap harinya, makam tersebut ramai dikunjungi oleh masyarakat sekitar, atau wisawatan. Biasanya, warga yang datang memanjatkan doa di makam tersebut.

Tengku Amir Hamzah adalah pahlawan nasional sekaligus sebagai sastrawan Pujangga Baru yang lahir di Kabupaten Langkat, 28 Februari 1911.

Tengku Amir Hamzah lahir dari kalangan keluarga istana Kesultanan Langkat, ayahnya adalah pangeran bernama Tengku Muhammad Adil dan ibunya Tengku Mahjiwa.

Amir Hamzah memiliki 11 orang bersaudara, dan keluarganya memiliki kebiasaan tradisi agama Islam yang kuat dan juga gemar akan sejarah dan sastra Melayu klasik.

Mula-mula menempuh pendidikan di Langkatsche School di Tanjung Pura pada tahun 1916, lalu Amir Hamzah di HIS Tanjung Pura tahun 1924. Kemudian melanjutkan ke sekolah Christelijk MULO di Kota Medan.

Guna memantapkan pendidikannya, Amir Hamzah kemudian berhijrah ke Batavia untuk melanjutkan sekolah MULO kelas 2 dan kelas 3, dan menamatkannya pada tahun 1927.

Di tahun yang sama Amir berangkat ke Surakarta untuk mendaftar diri ke sekolah AMS (Algemeene Middelbare School) di jurusan Sastra Timur. Dirinya dikenal sebagai murid yang rajin, tak pernal bolos sekolah, dan berdisiplin.

Di kota tersebut, ia mula berkenalan dengan Ilik Sundari, seorang wanita Jawa yang dicintainya dan menjadi sumber inspirasi bait-bait syairnya. Selepas tamat dari AMS, ia kemudian kembali ke Batavia untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Hakim Tinggi.

Tahun 1931, Amir Hamzah ditimpa kedukaan, ibundanya meninggal dunia. Kemudian ayahanda meninggal dunia pada tahun 1933. Meskipun begitu, ia tetap melanjutkan pendidikannya dengan dibantu oleh pamannya, yang menjadi Sultan Langkat bernama Sultan Mahmud Abdul Jalil Rahmad Syah.

Setelah pendidikannya selesai hingga meraih gelar sarjana muda hukum. Kemudian ia bekerja pertama kali sebagai guru di Perguruan Rakyat yang menjadi bagian Taman Siswa di Jakarta.

3 dari 4 halaman

Perjalanan Hidup Amir Hamzah

Amir Hamzah mula berkenalan dengan tokoh-tokoh sastrawan nasional seperti Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane, dan Sanusi Pane. Amir Hamzah tergabung dalam majalah Poedjangga Baroe. Ia juga banyak menulis sastra di majalah Timboel, Pandji Poestaka, Poedjangga Baroe, dan lain sebagainya.

Sultan Langkat meminta Amir Hamzah kembali ke Langkat untuk dengan Tengku Kamiliah, putri Sultan Langkat pada tahun 1935 dan diberi gelar Tengku Pangeran Indra Putra. Dari pernikahannya pasangan ini dikarunia seorang puteri bernama Tengku Tahura pada tahun 1939.

Selanjutnya ia diangkat menjadi kepala luhak Langkat Hilir di Tanjung Pura. Lalu pindah menjadi kepala luhak Teluk Haru di Pangkalan Brandan. Tak lama setelah itu, diangkat menjadi Pangeran Langkat Hulu guna menggantikan jabatan ayahnya dahulu.

Tanggal 29 Oktober 1945, Amir Hamzah ditunjuk sebagai wakil Pemerintah Republik Indonesia untuk Langkat yang bekedudukan di Binjai, bersamaan dengan jabatannya di kesultanan sebagai Pangeran Langkat Hulu.

Tak lama setelah itu, Revolusi Sosial terjadi di Sumatera Timur pada tanggal 3 Maret 1946. Terjadi pembunuhan besar-besaran terhadap keluarga bangsawan yang dianggap feodal dan kurang memihak kepada rakyat. Pada tanggal 7 Maret 1946 di Langkat, keluarga istana Kesultanan Langkat banyak yang ditangkap termasuk Sultan dan Amir Hamzah.

Diketahui bahwa Amir Hamzah tewas dipancung oleh algojo pada 20 Maret 1946 malam hari. Dia merupakan salah satu korban revolusi yang difitnah sebagai seorang yang bekerjasama dengan Belanda.

Amir Hamzah meninggal di usianya yang relatif muda, 35 tahun. Jenazahnya ditemukan di pemakaman massal Kuala Begumit. Dia kemudian dimakamkan secara layak di pemakaman Masjid Azizi, Tanjung Pura, Langkat.

4 dari 4 halaman

Kolam Pemandian di Komplek Masjid Azizi

Selain pemakaman sulthan dan Tengku Amir Hamzah, masih di kawasan Komplek Masjid Azizi juga akan ditemui Kolam Renang Kesultanan Langkat. Berdasarkan cerita warga, kolam tersebut dulunya digunakan untuk tempat mandi oleh keluarga Kesultanan Langkat dan juga Sultan Langkat.

Pada dinding kolam, terdapat juga motif atau gambar yang dilukis dengan pahat. Kolam ini juga terbilang luas. Konon katanya, saat ini kolam tersebut tidak bisa dimandiin oleh sembarang orang.

Hingga kini, belum juga pernah ada orang yang berani masuk ke dalam kolam, lantaran berbagai cerita yang berkembang.