Liputan6.com, Pekanbaru - Sudah dua kali Ramadan Julis Frastika menjadi warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Perempuan Pekanbaru. Rindu anak dan suami sudah pasti tapi jeruji menjadi pembatas melepasnya.
Narapidana Lapas Perempuan Pekanbaru dengan vonis 5 tahun 10 bulan ini tak ingin larut dalam penyesalan. Bulan suci Ramadan dijadikannya sebagai penebus dosa dan memperbaiki diri demi keluarga tercinta.
Advertisement
Baca Juga
Ramadan dijadikan oleh ibu dua anak ini belajar mengaji karena di Lapas ada taman pendidikan Al-Quran (TPA). Pada siangnya, Julis menahan lapar dan haus serta belajar, malam hari dijadikan kesempatan memperlancar kaji dengan tadarus.
Meski tak begitu terlancar mengaji, hingga kini perempuan 31 tahun itu mengaku sudah khatam Al-Quran lima kali sejak awal Ramah 1444 Hijriyah. Hal itu dilakukannya bersama tahanan lain yang satu sel dengannya.
"Ngaji itu pagi hari, siang dan malam hari di aula Lapas bersama tahanan lainnya," kata Julis kepada Liputan6.com.
Tidak cukup di aula, membaca Al-Quran dilanjutkan Julis bersama temannya satu sel. Setiap narapidana perempuan diwajibkan menamatkan satu juz kedua digilir oleh narapidana lainnya.
"Kadang ada PR juga satu juz jika tak selesai, begitu setiap malam," ucap Julis.
Â
Â
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Target 30 Juz
Ramadan kali ini, Julis berkeinginan mengkhatamkan Al-Quran hingga 30 kali. Menurutnya hal itu bisa tercapai karena kegiatan di Lapas selama Ramadan memang diperbanyak oleh petugas untuk ibadah narapidana.
"Targetnya sih 15 kali khatam, kalau bisa 30 sesuai dengan jumlah juz di Al-Quran," jelas Julis.
Julis bercerita, sewaktu belum berurusan dengan hukum dia tidak bisa mengaji. Untuk huruf hijaiyah memang sudah mengenal tapi kesibukan di dunia hitam kala itu membuatnya tak meneruskan belajar membaca Al-Quran.
Selama di luar pula, dia hampir tak pernah salat ataupun beribadah lainnya. Lapas kemudian membuatnya rajin beribadah dan mengaji setelah ada pembimbing.
Bahkan ketika ingin bebas nanti, warga binaan Lapas yang dikepalai Desi Andriani dan kepala pengamanan Ema Pansi Tarigan ini, ingin mengajari anak-anaknya mengaji.
"Tadarus sama anak, mengajar anak, dulu anak tahu mamaknya adalah penjahat sekarang sudah bisa mengaji dan mengajar," imbuh Julis.
Advertisement
Tempa Diri
Bagi Julis, terlibat tindak pidana dulu membawa banyak hikmah atau pembelajaran baginya. Apalagi di Ramadan ini karena kesempatannya menempa diri menjadi lebih baik kian banyak.
"Sering beribadah di sini, inikan untuk akhirat, kalau di luar dulu sangat jarang," ujar Julis.
Selain beramal, Julis di Lapas Perempuan Pekanbaru mendapatkan keluarga baru sekaligus guru. Setiap narapidana saling membantu dalam berbenah diri.
"Sudah kayak keluarga di sini, saling koreksi," kata Julis.
Meski terbilang 'betah' di penjara karena mendapatkan banyak hikmah, Julis tak ingin berlama-lama. Namun dia bersabar untuk menjalani hukuman beberapa tahun lagi.
"Yang paling dirindukan di luar itu adalah anak, ada 2, kemudian suami, kalau orangtua sudah tidak ada lagi," terang Julis.
Â
Bukan Tempat Penyiksaan
Sebelumnya, Kepala Kanwil Kemenkumham Riau Mhd Jahari Sitepu yang melaksanakan safari Ramadan di Lapas Perempuan Pekanbaru menjelaskan, selama 30 hari puasa pihak Lapas sudah mempersiapkan sejumlah agenda keagamaan.
"Setiap hari selama Ramadan, dibekali dengan kegiatan agama, tadarus," kata Jahari didampingi Desi Andriani.
Jahari mengatakan, Lapas Perempuan Pekanbaru dihuni 400 lebih narapidana. Jumlah itu didominasi oleh warga binaan pemasyarakatan beragama Islam.
"Di sini ada 25 warga binaan Nasrani, selebihnya Islam," terang Jahari.
Jahari menambahkan, narapidana yang tidak bisa membaca Al-Quran diajari oleh warga binaan lainnya. Begitu juga dengan narapidana yang tidak bisa bacaan salat.
"Diajari, dari tidak pandai membaca Al-Quran menjadi bisa, ada yang menjadi guru," kata Jahari.
Lapas Perempuan Pekanbaru selama ini dikenal dengan ragam kegiatan pembinaan bagi narapidana. Sebut saja menjahit, menari bahkan drumband.
Menurut Jahari, hal ini sesuai dengan Undang-Undang tentang Pemasyarakatan bahwa Lapas dan Rutan bukan tempat penyiksaan. Narapidana tidak diperlakukan kejam sebagaimana kabar dari luar.
Advertisement