Liputan6.com, Jakarta - Sekitar 20 Warga Negara Indonesia (WNI) diduga menjadi korban perdagangan orang di Myanmar. Diketahui para korban ini sebelumnya diberangkatkan untuk bekerja di Thailand, tetapi faktanya korban justru dibawa ke Myanmar dan bekerja dengan tidak layak.
Baca Juga
Advertisement
Para korban bahkan dipaksa untuk bekerja dan tidak digaji hingga mendapatkan perlakukan kekerasan fisik serta psikis. Para korban mengalami kekerasan fisik seperti pemukulan hingga penyetruman di tempat kerja.
Merespons hal tersebut, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) pun mendatangi Kementerian Luar Negeri RI (Kemlu). Mereka membahas menyampaikan kepada pihak Kemlu bahwa kabar para korban yang dikirim ke Myanmar dengan pekerjaan yang jauh dari kata layak.
Mengutip dari sbmi.or.id, kedatangan SBMI ke Kantor Kemlu dengan tujuan agar mempertanyakan kembali bagaimana progres dari kasus yang sebelumnya telah diadukan kepada Kemlu. Tim Advokasi DPN SBMI sebelumnya sudah mengirimkan surat kepada Direktur PWNI pada 10 Maret 2023.
Nomor surat 029/SP/DPN-SBMI/III/2023 ini perihal Pengaduan dan Bantuan Pemulangan 20 BMI Unprosedural yang diindikasi kuat menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang. Diketahui juga pengaduan tersebut telah diterima saat ini namun belum ada kejelasan yang pasti.
Pihak dari keluarga korban pun juga turut menyampaikan keluhan dan kekhawatirannya atas keluarganya yang menjadi korban. Mereka meminta kejelasan bagaimana nasib dari para korban yang saat ini masih ada di Myanmar.
Judha Nugraha selaku Direktur PWNI turut menjelaskan jika saat ini pemerintah sudah menerima aduan dari kasus tersebut. Saat ini pihaknya tengah menindaklanjuti aduan tersebut.
Namun perlu diketahui juga saat ini negara Myanmar masih dalam kondisi perang saudara.
Meskipun dengan berbagai macam tantangan tersebut, pihaknya tetap menjelaskan bahwa Negara masih akan tetap mencari strategi terbaiknya. Sehingga para korban WNI tersebut bisa segera kembali ke tanah air.
Dalam pertemuan ini, Koordinator Departemen Advokasi Juwarih pun juga turut menegaskan kepada negara khususnya Kemlu tentang peraturan-peraturan yang mewajibkan pemerintah untuk segera memberikan perlindungan terhadap korban yang ada di Myanmar tersebut.
"SBMI kembali menegaskan kepada Negara, khusus Kementerian Luar Negeri melalui perwakilannya yang ada di Myanmar untuk segera mengambil aksi dalam perlindungan warga kita yang sampai saat ini masih terus mengalami penyiksaan di Myanmar," ujarnya.
Adapun Undang-Undang yang ia sebutkan adalah Pasal 54 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pasal 21 Undang-Undang No 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, dan Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 5 Tahun 2018 tentang Perlindungan Warga Negara Indonesia Di Luar Negeri.
"Sebagaimana sudah diatur sedemikian rupa melalui UU TPPO, UU Hublu dan Pemenlu No 5 Tahun 2018 ini, Negara harus segera mengamankan para korban," tuturnya.