Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Jepang telah mengumumkan akan membuang lebih dari satu juta ton limbah yang terkontaminasi dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke Samudra Pasifik pada musim semi tahun 2023 ini pada 13 April 2021 silam. Rencana ini terus memperoleh penolakan dari komunitas nelayan, baik dalam negeri Jepang maupun luar negeri.
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) sangat menolak rencana pemerintah Jepang untuk membuang air limbah terkontaminasi nuklir dari PLTN Fukushima Daiichi ke Samudra Pasifik.
"Pembuangan limbah nuklir menyebabkan kualitas kesehatan laut Indonesia menjadi buruk. Selain itu, dapat menurunkan kesehatan bangsa dan mengancam kegiatan usaha nelayan kecil," kata Ketua Umum KNTI Dani Setiawan, melalui siaran pers, Sabtu (8/4/2023).
Advertisement
Menurut Dani, pemerintah Jepang harus mempublikasikan kandungan rinci dari limbah yang akan dibuang tersebut dan informasi terkait rencana pembuangan air limbah kepada publik, untuk menanggapi kekhawatiran internasional.
Selain itu, Jepang harus terus berkonsultasi dan berkerja sama dengan International Atomic Energy Agency (IAEA) dan pihak- pihak terkait lainnya, dan IAEA harus membuat investasi serius dan objektif mengenai persoalan ini mengingat efek sangat bahaya bagi manusia dan lingkungan.
"Melalui Menteri Luar Negeri dan Menteri Kelautan dan Perikanan, pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap untuk menjaga laut dan melindungi nelayan Indonesia," tegas Dani.
Â
Baca Juga
Â
Ditentang Nelayan Jepang
Asosiasi Koperasi Perikanan Futaba Soma di Prefektur Fukushima juga menilai pembuangan air limbah nuklir Jepang akan hancurkan pendapatan nelayan lokal. "Kami sangat menentang pelepasan itu," ungkap Toshimitsu Konno, Kepala Asosiasi Koperasi Perikanan Futaba Soma di Prefektur Fukushima.
"Mereka mengatakan semua pembangkit listrik tenaga nuklir akan membuang air olahan ke laut, tetapi jenis airnya berbeda. Kali ini air yang terkontaminasi, tetapi bukan air dari pembangkit (kondisinya) yang normal," katanya.
Koperasi tersebut terdiri dari 846 anggota dan merupakan kelompok terbesar di prefektur yang ada di bagian timur laut Jepang itu. Tahun 2021, Kepala Pusat Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Hefni Effendi juga tidak setuju dengan rencana Jepang. Sebab limbah yang akan dibuang oleh Jepang tersebut diketahui berupa limbah cair dari pembangkit nuklir Fukushima yang bocor akibat gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011 lalu. Â
Advertisement