Liputan6.com, Bandung - Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung menyatakan sebanyak 1.882.003 orang masuk dalam daftar pemilih sementara (DPS) Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Rinciannya adalah 931.710 pemilih laki-laki dan 950.293 pemilih perempuan tersebar di 7.499 tempat pemungutan suara (TPS).
Menurut Ketua KPU Kota Bandung, Suharti, hasil itu merupakan hasil penyisiran secara administratif daftar pemilih hasil pemutakhiran untuk menghapus data pemilih ganda.
Advertisement
Baca Juga
"Di tingkat kota kita sudah menghapus lumayan banyak data yang PMS karena ganda. Jadi ketika rekap di PPK itu sudah dilakukan analisis kegandaan antar kelurahan. Karena di PPK sudah menggunakan aplikasi Sidalih juga. Di tingkat kota, kita melakukan hal serupa untuk pemilih yang ganda di tingkat kabupaten dan kota. Sehingga data PMS kita, mencapai 116.523 orang," ujar Suharti kepada Liputan6.com, Bandung, Jumat, 7 April 2023.
Jumlah data pemilih yang dihapus itu lanjut Suharti, tidak hanya untuk data pemilih ganda. Namun pemilih yang meninggal dunia dan menjadi tentara serta polisi.
Data mentah yang diterima oleh KPU Kota Bandung dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada Oktober 2022. Dalam rentang waktu hingga 12 Februari 2023, sebut Suharti, banyak hal yang terjadi dalam kehidupan sosial masyarakat pemilih Pemilu.
"Yang tadinya sipil menjadi TNI atau Polri. Ada juga yang tadinya tinggal di daerah A kemudian mengajukan pindah ke daerah B. Banyak hal yang terjadi dalam rentang beberapa bulan itu sementara Kota Bandung itu mutasi penduduknya cukup tinggi," ungkap Suharti.
Â
Warga Meninggal Dunia Masih Tercatat Sebagai Pemilih
Sebelum penetapan DPS ini, Suharti mengaku banyak kendala dalam pengumpulan dan pemutakhiran data pemilih langsung ke lapangan.
Di antaranya terdapat penduduk yang meninggal dunia yang masih tercatat hidup di data resmi pemerintah.
Pasalnya tidak ditemui dokumen resmi yang menyatakan warga tersebut meninggal dunia. Dokumen bukti kematian resmi antara lain akta kematian atau surat keterangan kematian.
"Di Lapangan juga ada warga yang terdampak penggusuran proyek kereta api cepat Indo-China atau karena pembangunan double track KA di Kiaracondong itu juga banyak warga yang tidak bisa ditemui oleh pantarlih (panitia pendaftaran pemilih)," kata Suharti.
Suharti menerangkan saat pengurus kewilayahan seperti Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tetangga (RT) ditanya keberadaannya warga yang hendak didata, mereka tidak mengetahui lokasi terbarunya.
Meski adanya hal tersebut, Suharti menjelaskan proses pemutakhiran data pemilih ini menganut asas de jure berdasarkan dokumen resmi yang masih berlaku, maka tetap dicatat sebagai warga di alamat lokasi yang lama.
Tetapi dengan catatan saat dilakukan analisis kegandaan. Kemungkinan besar kebiasaannya ucap Suharti, warga tersebut sudah pindah tetapi tidak melaporkannya ke pengurus kewilayahan.
"Sehingga dia sudah mempunyai dokumen kependudukan baru. Saat sudah memiliki dokumen baru, bisa jadi dia ganda diantara kelurahan, kecamatan bahkan di tingkat kabupaten dan kota," sebut Suharti.
Advertisement