Liputan6.com, Medan - Bagi wisatawan Danau Toba, pertunjukan boneka kayu di Desa Tomok menjadi salah satu hal menarik yang sayang untuk dilewatkan. Boneka kayu yang dijuluki sigale-gale ini menjadi bagian penting dari pertunjukan rakyat di Desa Tomok, Pulau Samosir.
Mengutip dari indonesia.go.id, meski merupakan sebuah boneka dari kayu, tetapi sigale-gale sepintas mirip manusia dewasa. Bagian bahu boneka ini tersampir ulos, yakni kain tenun khas suku Batak. Pada bagian kepala, tersemat sortali atau penutup kepala untuk menambah penampilan sigale-gale.
Nama 'sigale-gale' berasal dari kata 'gale'. Dalam bahasa Batak Toba. Kata tersebut berarti lemah gemulai.
Advertisement
Baca Juga
Agar mampu berdiri tegak, sigale-gale diletakkan di sebuah podium kayu persegi panjang. Podium kayu tersebut berfungsi sebagai lorong perlintasan jalinan tali yang dapat membuat boneka bergerak dan seolah-olah sedang menari. Tentu saja, tali pada sigale-gale dikendalikan oleh dalang agar bisa bergerak dengan luwes.
Tali-tali pada sigale-gale seolah bekerja layaknya sistem syaraf pada sendi tubuh manusia. Tali-tali tersebut menghubungkan semua bagian sigale-gale, mulai dari kepala, leher, lengan, dan telapak tangan.
Umumnya, sigale-gale diiringi oleh tarian tor-tor. Adapun menurut Kamus Budaya Batak Toba karya MA Marbun dan IMT Hutapea, sigale-gale selalu dimainkan bersama musik gondang dan iringan tari tor-tor saat upacara papurpur sapata.
Upacara papurpur sapata dimainkan ketika ada kematian yang bertujuan agar keluarga atau kerabat yang ditinggalkan selalu terhibur.
Awalnya, kehadiran sigale-gale sebagai cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun merupakan sebuah kearifan lokal. Bagi masyarakat Danau Toba, sigale-gale identik dengan kisah mengenang Manggale, yakni sosok yang sangat dihormati masyarakat Batak Toba karena kehebatannya dalam memimpin perang.
Manggole merupakan anak laki-laki satu-satunya dari Raja Rahat, penguasa Samosir. Suatu hari, Manggale diutus sang ayah untuk mengusir tentara dari kerajaan tetangga.
Sayangnya, Manggale gugur di medan pertempuran dan membuat Raja Rahat merasa kehilangan. Seluruh rakyat pun ikut bersedih atas gugurnya pewaris tahta Raja Rahat tersebut.
Oleh karena itu, dicarilah pemahat terbaik di kerajaan untuk membuat patung kayu dengan ciri-ciri yang mirip dengan Manggale. Bahkan, roh Manggale pun disisipkan ke dalam patung yang diberi nama sigale-gale ini.
Ketika Raja Rahat rindu kepada Manggale, ia akan mengajak boneka kayu tersebut menari tor-tor. Seluruh rakyat juga ikut mengenang Manggole bersama sang raja.
Hingga saat ini, sigale-gale telah menjadi bentuk pertunjukkan rakyat yang berfungsi sebagai pelipur lara. Boneka sigale-gale telah memberi warna tersendiri bagi perkembangan seni dan tradisi masyarakat di kawasan Danau Toba, khususnya di Desa Tomok, Pulau Samosir.
Penulis: Resla Aknaita Chak