Sukses

Sisemba, Tradisi Adu Kaki Masyarakat Toraja

Meski diikuti oleh laki-laki dewasa, tetapi permainan adu kaki Toraja ini dimulai oleh para kaum muda, termasuk anak-anak.

Liputan6.com, Makassar - Sisemba merupakan olahraga tradisional masyarakat Toraja yang sudah ada sejak lama. Olahraga ini juga sekaligus sebagai bagian dari ritual syukuran dan ritual kematian.

Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, diduga kuat, sisemba beriringan dengan kedatangan manusia pertama dalam mitologi Toraja. Dalam bahasa Toraja, 'sisemba' berarti saling menendang kaki.

Olahraga atau permainan ini sebenarnya berfungsi sebagai sarana hiburan setelah ritual selesai dilakukan. Permainan ini biasanya dilakukan pada akhir Juni hingga awal Agustus, atau usai panen padi.

Terdapat tiga cara untuk melakukan sisemba, yakni simanuk atau satu lawan satu, siduanan atau dua lawan dua, dan sikambanan atau kelompok melawan kelompok.

Kegiatan adu kaki ini umumnya dilakukan di lapangan terbuka. Adapun peserta yang terlibat dalam kegiatan ini adalah pemuda atau lelaki dewasa setempat.

Meski diikuti oleh laki-laki dewasa, tetapi permainan adu kaki Toraja ini dimulai oleh para kaum muda, termasuk anak-anak. Mereka akan saling menendang satu sama lain.

Selanjutnya, para lelaki dewasa akan turut serta terlibat dalam permainan saling menendang ini. Jika dilihat dari cara bermainnya, yang menjadi unsur utama dalam permainan sisemba adalah kaki. Oleh karena itu, semua peserta dilarang memukul menggunakan tangan.

Saat permainan berlangsung dan salah satu peserta jatuh, maka peserta lain tidak boleh menendangnya sampai ia kembali berdiri. Meski sebagai sarana hiburan, tak bisa dipungkiri jika sisemba merupakan permainan yang cukup keras.

Tak jarang, beberapa peserta akan mengalami patah tulang. Bahkan, dahulu peserta juga bisa terbunuh.

Namun, kecelakaan-kecelakaan tersebut diterima sebagi bentuk risiko permainan, bukan merupakan bentuk permusuhan. Oleh sebab itu, sisemba juga mampu mengasah kemampuan menerima risiko hidup sekeras apa pun.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak