Sukses

Kementerian ATR/BPN Pidanakan Pengembang Nakal, Jual Belikan Kavling Hutan Lindung di Batam

Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian ATR/BPN Ariodillah Virgantara menjelaskan, penyidikan kasus ini didasarkan pada hasil audit tata ruang Kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan, dan Karimun oleh Kementerian ATR/BPN pada 2019.

Liputan6.com, Banyuwangi - Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), telah mempidanakan salah satu terduga pengembang nakal yang diduga memperjualbelikan kavling di kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai Batam.

Direktur Penertiban Pemanfaatan Ruang, Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang, Kementerian ATR/BPN Ariodillah Virgantara menjelaskan, penyidikan kasus ini didasarkan pada hasil audit tata ruang Kawasan Strategis Nasional Batam, Bintan, dan Karimun oleh Kementerian ATR/BPN pada 2019.

“Ditemukan ketidaksesuaian rencana tata ruang dengan implementasi di lapangan. Ternyata, hasil audit yang seharusnya hutan, sudah tidak menjadi hutan lagi. Setelah ditelusuri melalui citra satelit tahun 2020, 2021, dan 2022 terdapat gerakan, di mana tutupan yang masih ada pada 2017, mulai dibongkar. Selanjutnya, lahan tersebut dijadikan kavling-kavling yang dijual dengan harga murah,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Senin (22/5/2023).

Setelah proses audit, Kementerian ATR/BPN telah memasang plang peringatan di kawasan Hutan Lindung Sei Hulu Lanjai. Pada plang peringatan tersebut, jelas tertulis mengenai Peraturan Daerah Pasal 73 huruf c dan d pada Perda Prov. Kepulauan Riau Nomor 1 Tahun 2017 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Riau Tahun 2017-2037 yang menyebutkan larangan perluasan lahan pemukiman atau budidaya dan melakukan kegiatan yang mengakibatkan perubahan dan kerusakan dan ekosistemnya sehingga mengurangi fungsi kawasan. 

“Kita telah dua kali memasang plang peringatan yang melarang pembangunan di daerah hutan lindung. Pertama pada 2020 pada 2022 yang menyatakan kawasan hutan tidak diperkenankan untuk dilakukan pembangunan,” ungkapnya.

2 dari 2 halaman

Gunakan Masterplan Palsu

Ariodillah menjelaskan, kasus hutan lindung yang diperjualbelikan ini tidak hanya merugikan negara, namun juga warga. Apalagi, kasus ini telah masuk ke tahap transaksi jual beli yang dilakukan oleh tersangka secara sepihak. Bahkan, telah terdapat kurang lebih 60 konsumen yang dirugikan.

“Jadi, tersangka menjual kavling dengan sangat murah. Satu kavling itu dengan perkiraan luasan sebesar 50–60 meter persegi dengan harga antara Rp10 juta – Rp20 juta. Tersangka ini membuat masterplan palsu yang dikarang sendiri dan dibuat sendiri tanpa persetujuan Badan Pengusahaan (BP) Batam,” imbuhnya.