Sukses

Penjelasan BMKG Manado Terkait Gelombang Panas di Wilayah Sulut

Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado, Ben Arther Molle menjelaskan, informasi harian terkait indeks sinar ultraviolet (UV) disampaikan oleh Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG.

Liputan6.com, Manado - Informasi terkait gelombang panas yang terjadi di wilayah Sulut, Selasa (25/4/2023), viral beredar di medsos. Pihak BMKG Manado merespon isu tersebut dengan memberikan penjelasan.

Koordinator Bidang Observasi dan Informasi Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado, Ben Arther Molle menjelaskan, informasi harian terkait indeks sinar ultraviolet (UV) disampaikan oleh Kedeputian Bidang Klimatologi BMKG.

"Sinar ultraviolet merupakan bagian gelombang elektromagnetik dari energi radiasi matahari," ujarnya.

Secara umum sinar UV yang mencapai permukaan bumi akan dipengaruhi beberapa faktor, di antaranya posisi semu matahari dan tutupan awan. Semakin banyak awan maka sinar UV yang sampai ke permukaan bumi akan semakin kecil.

"Setiap wilayah di Indonesia mempunyai nilai indeks UV masing-masing sesuai yang diprakirakan dan diinfokan oleh BMKG," ujarnya.

Cuaca dengan suhu yang panas di wilayah Sulut dalam beberapa hari yang lalu khususnya di pertengahan April 2023, salah satunya disebabkan oleh pola divergensi angin atau peleburan massa udara di sebagian besar Sulut.

"Sederhananya berdampak pada pertumbuhan dan tutupan awan sangat kecil, terjadi di pagi hingga siang hari," ungkap dia.

Kondisi demikian memengaruhi suhu maksimum harian yang terukur di 5 lokasi pengamatan BMKG di Sulut cukup tinggi yaitu pada kisaran 32-34°C dan 35°C di Kabupaten Kepulauan Talaud.

"Terkait dengan informasi yang beredar di masyarakat tentang gelombang panas di Indonesia akhir-akhir ini, menurut World Meteorological Organization, gelombang panas atau dikenal dengan “Heatwave” merupakan fenomena kondisi udara panas yang berkepanjangan selama 5 hari atau lebih secara berturut-turut," papar dia.

Dalam kondisi itu, suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5°C (9°F) atau lebih. Fenomena gelombang panas ini biasanya terjadi di wilayah lintang menengah-tinggi seperti wilayah Eropa dan Amerika.

"Secara dinamika atmosfer, hal tersebut dapat terjadi karena adanya udara panas yang terperangkap di suatu wilayah disebabkan adanya anomali dinamika atmosfer yang mengakibatkan aliran udara tidak bergerak dalam skala yang luas," ujarnya.

Misalnya, ada sistem tekanan tinggi dalam skala yang luas dan terjadi cukup lama. Secara geografis wilayah Indonesia berada di sekitar wilayah ekuatorial, sehingga memiliki karakteristik dinamika atmosfer yang berbeda dengan wilayah lintang menengah-tinggi.

"Selain itu, wilayah Indonesia juga memiliki variabilitas perubahan cuaca yang cepat. Dengan perbedaan karakteristik dinamika atmosfer tersebut. Maka dapat dikatakan bahwa di wilayah Indonesia tidak terjadi fenomena yang dikenal dengan gelombang panas," ujarnya.

Molle menambahkan, yang terjadi di wilayah Indonesia adalah kondisi suhu panas harian yang umumnya dipengaruhi seperti pada penjelasan di atas.

"Berdasarkan hasil pengamatan BMKG, suhu maksimum tanggal 17 April 2023 tercatat 37.2 °C terjadi di Ciputat, Tangerang Selatan. Perubahan suhu maksimum harian dapat terjadi dalam skala waktu harian bergantung pada kondisi cuaca atau tingkat perawanan di suatu wilayah," ujar Molle.

Menurutnya, saat ini, wilayah Sulut masih berada pada masa peralihan dengan karakteristik perubahan cuaca cepat terjadi. Di mana pagi hari cenderung cuaca cerah kemudian siang-sore dapat terjadi hujan sedang hingga lebat disertai kilat atau petir secara sporadis atau tidak merata.

"Berpotensi angin kencang secara tiba-tiba, sehingga masyarakat diimbau dan diharapkan tetap mengantisipasi kondisi cuaca yang demikian," ujarnya memungkasi.

Video Terkini