Sukses

Benteng Baluwerti, Saksi Bisu Peristiwa Geger Sepoy di Yogyakarta

Sebagai salah satu wilayah yang pernah menjadi kerajaan, terdapat banyak benteng di Yogyakarta.

Liputan6.com, Yogyakarta - Keraton Yogyakarta memiliki bangunan yang berfungsi untuk melindungi wilayah inti. Bangunan yang dijuluki benteng tersebut merupakan sebuah pelindung berlapis untuk menghalau serangan musuh.

Sebagai salah satu wilayah yang pernah menjadi kerajaan, terdapat banyak benteng di Yogyakarta. Salah satu benteng tersebut adalah Benteng Baluwerti.

Mengutip dari kebudayaan.jogjakota.go.id, selain menjadi benteng bersejarah, benteng ini juga menjadi ciri khas dan ikon Yogyakarta. Terdapat dua lapis tembok benteng di Keraton Yogyakarta.

Lapisan dalam merupakan tembok cepuri yang mengelilingi kedhaton atau kawasan keraton. Sementara tembok yang lebih luas dan kuat disebut dengan Benteng Baluwerti.

Penyebutan 'baluwerti' memiliki kesamaan bunyi dengan kata dari bahasa Portugis, yakni 'baluarte' yang berarti benteng. Tak hanya melingkupi kawasan kedhaton, benteng ini juga mellingkupi kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan permukiman Abdi Dalem, yakni sebuah area yang kini sering disebut sebagai kawasan 'jeron beteng'.

Sejarah Benteng BaluwertiBenteng Baluwerti dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I. Pada era pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II, benteng ini selesai dibangun.

Awalnya, benteng ini dibuat sebagai pertahanan dari serangan yang dilakukan oleh penjajah. Satu kesatuan benteng tersebut dulunya terdiri dari lima pintu.

Pintu-pintu tersebut berfungsi sebagai akses dan lebih dikenal dengan nama plengkung. Plengkung ini dikelilingi oleh empat bastion pada empat sudut beteng.

Benteng ini memiliki bentuk yang mirip persegi empat, tetapi bagian timurnya lebih besar. Benteng keraton dari timur ke barat memiliki panjang 1200 meter, sedangkan arah utara ke selatan memiliki panjang 940 meter.

 

2 dari 2 halaman

Saksi Bisu Geger Sepoy

Menurut sejarahnya, Benteng Baluwerti menjadi saksi bisu terjadinya peristiwa Geger Sepoy pada 19-20 Juni 1812. Saat itu, Jawa dikuasai oleh bala tentara Inggris yang menyerang Keraton Yogyakarta.

Pasukan Inggris di bawah pimpinan Kolonel James Watson meledakkan gudang mesiu yang berada di Pojok Beteng Timur Laut. Akibat peristiwa ini, Plengkung Madyasura ditutup permanen sebagai bagian dari strategi pertahanan.

Langkah tersebut juga diambil setelah pihak Keraton Yogyakarta mendengar pasukan musuh berencana masuk melalui plengkung tersebut. Ledakan yang dahsyat pun membuat Benteng Baluwerti hanya menyisakan tiga bastion, yakni Pojok Beteng Wetan, Pojok Beteng Kulon, dan Pojok Beteng Lor (sekarang depan taman parkir Ngabean).

Pada 20 Juni 1812, terdapat serangan puncak dari pasukan koalisi kerajaan Inggris. Saat fajar, prajurit Inggris bersama prajurit Sepoy dan pasukan Pangeran Notokusumo menyebar untuk mengepung tembok keraton.

Beberapa dari mereka berhasil masuk ke Benteng Baluwerti. Mereka masuk dengan menggunakan tangga bambu yang telah disiapkan oleh Kapiten China, Tan Jin Sing, yakni tokoh masyarakat Tionghoa yang sangat mendukung serbuan Inggris.

Serangan tersebut mengakibatkan Sultan Hamengkubuwono II ditangkap dan ditawan oleh Inggris. Kini, Benteng Baluwerti sering digunakan sebagai salah satu lokasi pelaksanaan kegiatan tradisi malam 1 Suro di Keraton Ngayogyakarta.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak