Liputan6.com, NTT - Tradisi berburu paus menjadi salah satu tradisi unik sekaligus menantang yang dilakukan nelayan Lamalera, Pulau Lembata, NTT. Perburuan mamalia laut terbesar ini sudah dilakukan secara turun-temurun selama ratusan tahun, tepatnya abad ke-17.
Mulanya, tradisi ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari para nelayan. Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, masyarakat Lamalera awalnya merupakan keturunan para pelaut yang tiba dari Sulawesi bagian selatan lebih dari 500 tahun lalu.
Saat tiba di Lamalera, mereka membawa juga tradisi perburuan yang dimodifikasi untuk menangkap paus. Hewan paus memang cukup sering ditemukan di perairan selatan Pulau Lembata.
Advertisement
Baca Juga
Berburu paus yang dalam bahasa setempat dikenal sebagai Baleo. Baleo menjadi gambaran kearifan lokal para nelayan Lamalera yang tangguh, pemberani, dan dan pantang menyerah.
Meski perburuan paus dalam tradisi ini diperbolehkan. Ada beberapa aturan berburu paus yang harus dipatuhi para nelayan Lamalera.
Aturan tersebut mengatur waktu, peralatan, cara berburu, hingga jenis ikan paus yang boleh diburu. Waktu pelaksanaan tradisi berburu paus masyarakat Lamalera dilakukan pada musim menangkap ikan yang dikenal dengan nama Lewa, yang jatuh pada tiap tahun di bulan Mei.
Peralatan yang boleh digunakan pada tradisi berburu paus di NTT ini adalah paledang dan tombak bambu yang ujungnya berkait terbuat dari besi. Kedua alat berburu ini digunakan untuk menikam paus yang disebut tempuling.
Naik Paledang
Sedangkan, saat berburu paus nelayan Lamalera menaiki paledang. Paledang merupakan perahu tradisional seperti perahu layar tanpa mesin yang akan digerakkan oleh sekawanan matros atau pendayung.
Dalam satu paledang terdapat 4-6 matros yang dipimpin oleh seorang Lamafa atau juru tikam. Paus yang sering ditangkap oleh masyarakat Lamalera adalah paus sperma (Physeter macrocephalus) atau dikenal penduduk lokal sebagai koteklema.
Selain itu, warga nelayan Lamalera juga menangkap lumba-lumba spinner (Stenella longirostris), lumba-lumba hidung botol (Tursiops truncatus), paus pembunuh (Orcinus orca) dan beberapa spesies “blackfish” (misalnya paus pilot sirip pendek Globicephala macrorhynchus) untuk dikonsumsi. Khusus jenis paus yang diburu, masyarakat Lamalera memiliki kepercayaan untuk tidak menangkap jenis paus biru yang dianggap sebagai hewan yang pernah menyelamatkan Lembata.
Para pemburu Lamalera menggunakan paledang yang didayung beramai-ramai ke tengah laut. Jika ada paus yang lewat, maka juru tombak atau lama fa melemparkan tombak ke arah paus tersebut yang biasanya dari haluan kapal.
Penangkapan ikan pada saat Lewa juga tidak dilakukan dalam skala besar. Nantinya, hasil tangkapan hanya dikonsumsi sendiri atau ditukar dengan bahan pangan.
Penduduk Lamalera pernah mendapat hasil buruan berupa satu paus dewasa, yang beratnya antara 35 ton hingga 57 ton. Keberuntungan itu akhirnya digunakan sebagai sumber pangan untuk menjamin pasokan pangan seluruh desa selama satu bulan.
Advertisement