Sukses

Pesan Pegiat Koperasi Jawa Timur untuk Calon Pemimpin Indonesia

Komitmen mendukung gerakan koperasi jangan hanya jadi jargon.

Liputan6.com, Malang - Suasana politik Tanah Air mulai menghangat jelang Pemilu 2024. Elit politik terus bermanuver dan bersiap menghadapi pemilu. Tren serupa berlangsung di masyarakat, gerakan menggalang dukungan untuk calon pemimpin mulai menggeliat.

Ketua Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) Isminarti Perwirani menandaskan pemimpin Indonesia ke depannya harus memiliki komitmen mendukung gerakan koperasi di Indonesia. Hal ini penting mengingat koperasi adalah soko guru perekonomian. Sementara ekonomi merupakan salah satu aspek vital dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

Ikhwal koperasi sebagai soko guru sudah diamanatkan oleh para pendiri bangsa. Hingga kini juga terbukti bahwa koperasi bertahan menghadapi dinamika yang terjadi, termasuk hantaman krisis ekonomi, juga krisis seiring pandemi Covid-19.

Laporan Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan jumlah koperasi di Indonesia malah kembali meningkat semenjak pandemi. Pada 2021, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 127.846 unit. Jumlah ini naik 0,56 persen dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Sebelumnya, pada 2020, jumlah koperasi di Indonesia mencapai 127.124 unit. Angka tersebut naik 3,31 persen secara tahunan (yoy). Jumlah koperasi di Indonesia cenderung meningkat tiap tahun sejak 2006 hingga 2017, meski pada 2018 sempat turun.

Koperasi terbanyak di Indonesia ada di Jawa Timur yakni sebanyak 22.845 unit atau sekitar 17,86 persen dari total koperasi. Selanjutnya Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan masing-masing sebanyak 15.621 unit dan 10.270 unit.

Apa yang diharapkan dari pemerintah untuk perkembangan koperasi di Indonesia?

"Dukungan dari pemimpin dan jajaran pemerintah jangan hanya lip service atau jargon, tapi benar-benar harus memberi dukungan sesuai fase koperasi terkini," kata Isminarti Perwirani di Malang, Senin (1/5/2023).

Perkembangan koperasi di Indonesia sekarang, kata dia, ada di fase ketiga atau fase sudah matang alias mandiri. Dukungan dari pemerintah selayaknya menyesuaikan dengan perkembangan ini.

Dia menjelaskan, ada tiga tahap perkembangan koperasi terkait dengan dukungan dari pemerintah. Fase pertama disebut masa officialiasi. Fase ini di era awal-awal lahirnya gerakan koperasi.

"Saat itu masyarakat belum paham. Pemerintah lah yang mengenalkan, menggerakkan, dan mengajari cara berkoperasi, misalnya dengan program semacam pembentukan KUD (Koperasi Unit Desa)," jelasnya.

Fase selanjutnya adalah deofficialisasi mulai sekitar era 90-an. Di masa ini pemerintah melepaskan secara bertahap dan menyerahkan kegiatan perkoeprasian ke masyarakat. Nah, saat ini, menurut Isminarti, gerakan koperasi sudah di masa mandiri.

"Masyarakat sudah mengerti, pemerintah tinggal memberikan fasilitas dan ruang untuk koperasi tumbuh dan berkembang," katanya.

Sayangnya, kata Isminarti, dalam beberapa waktu terakhir arah kebijakan justru mundur. Regulasi untuk koperasi sifatnya justru kembali ke arah di era officialisasi.

"Pemerintah malah mengurusi hal-hal kecil yang seharusnya sudah bisa dilakukan anggota koperasi," ujarnya.

Isminarti menandaskan bahwa kebijakan dan gerakan koperasi harus kembali ke jati diri koperasi. Dia mengingatkan bahwa koperasi adalah 'kumpulan orang bukan kumpulan modal'. Mengutip Bapak Koperasi Indonesia Bung Hatta, 'kekuatan koperasi terletak pada sifat persekutuannya yang berdasarkan tolong menolong serta tanggungjawab bersama, memperkuat solidaritas ke dalam dan mendidik orang insaf akan harga dirinya serta menanamkan rasa percaya diri sendiri'.

Beberapa ciri khas koperasi adalah sistem permodalan gotong royong, sistem pengelolaan dan operasional dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan pada anggota, diperuntukkan dan diprioritaskan untuk kepentingan anggotanya.

"Itu prinsip tidak bisa ditawar, yang bisa kompromi itu kalau menyangkut hal-hal teknis sesuai perkembangan sekarang," tegas Isminarti.