Sukses

Penjaga Sekolah jadi Perhatian dalam Peringatan Hari Buruh

Hari Buruh 1 Mei menjadi momentum yang diperjuangkan oleh para tenaga kerja di sekolah, salah satunya para penjaga sekolah yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun.

Liputan6.com, Yogyakarta Masih dalam suasana Hari Buruh, salah satu pekerja yang layak menjadi perhatian adalah sosok penjaga sekolah yang telah bertahun-tahun mengabdi. Pekerjaan tersebut selama ini dipandang sederhana saja, namun memiliki peran penting dalam dunia pendidikan.

Suatu lingkungan sekolah tidak hanya terdiri dari guru atau tenaga pendidik dan siswa saja, melainkan juga terdiri dari banyak warga sekolah lainnya, seperti anggota komite, operator sekolah, staf tata usaha, penjaga sekolah hingga masyarakat sekitar.

Sudah tidak asing lagi dengan mereka yang biasanya selalu stand by di depan gerbang atau pos jaga dan berpatroli di sekitar sekolah. Itulah orang yang disebut sebagai penjaga sekolah atau biasa dikenal juga sebagai satpam sekolah.

Penjaga sekolah atau satpam sekolah adalah orang yang bertugas menjaga sekolah dan biasanya bertempat tinggal tidak jauh dari sekolah itu sendiri. Selain menjaga sekolah dan berpatroli di sekitar sekolah, juga berperan dalam mendiplinkan siswa.

Penjaga sekolah tak layaknya seperti pekerjaan lainnya sebagai buruh yang memang tidak mendapatkan gaji dari negara melainkan dari kebijakan sekolah. Atas hal tersebut, Ketua Umum Gerakan Jalan Lurus, Riyanta, berkomitmen  guna memperjuangkan hak-hak penjaga sekolah.

Hari Buruh 1 Mei juga menjadi momentum yang diperjuangkan oleh para tenaga kerja di sekolah. Salah satunya mengenai nasib para penjaga sekolah yang mengabdikan diri selama puluhan tahun.

Riyanta mengungkapkan, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengatur mengenai Tenaga Administrasi Sekolah. Bahkan aturan tersebuh tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.

“Permendiknas nomor 24 tahun 2008 dan Permendikbud nomor 32 tahun 2018 tentang Standar Teknis Pelayanan Minimal Pendidikan, itu aturannya,” jelas Riyanta.

Tentunya, peraturan tersebut dapat menginventarisasi tenaga sekolah di luar tenaga pengajar. Dan yang patut diperjuangkan adalah memberikan kepastian hukum terkait penjaga sekolah yang telah mengabdikan diri selama puluhan tahun.

“Sebenarnya bagaimana menginventarisasi tenaga sekolah ini ke dalam sistem perekrutan ASN PPPK itu. Nah, kita bersama akan berupaya mengakomodir aspirasi para tenaga di sekolah,” tuturnya.

Lebih rinci, para tenaga kerja yang sudah mengabdi puluhan tahun tentu harus dipikirkan secara bijaksana dan manusiawi. Kualifikasi bisa distandarisasi dengan berbagai Paket Standarisasi semacam pendidikan non formal  misalnya.

Selain itu, skema aturan terkait tugas tugas para tenaga bantu pendidikan ini harus disesuaikan. Diharapkan, pada peran ini para penjaga sekolah mendapat payung hukum untuk memberikan ruang bagi mereka.

“Jadi kita sudah jelas akan memberikan dukungan dengan memperjuangkan hak hak mereka agar minimal dapat setara dan meningkatkan kesejahteraan para penjaga sekolah,” ulasnya.

Sementara salah seorang penjaga sekolah, Ngadul, mengaku bahwa dirinya sudah bekerja selama 15 tahun di salah satu sekolah negeri di Gunungkidul. Ia mengaku menjadi penjaga sekolah adalah pekerjaan utama baginya.

“Setelah lulus SMEA waktu itu pernah merantau, terus pulang dan sekarang dipercaya menjaga sekolah SD,” tuturnya.

Ngadul menyampaikan bahwa tugas penjaga sekolah memang berat. Selain berjaga dengan berpatroli di waktu malam, juga pada pagi harinya menjaga pintu gerbang di sekolah tempat ia bekerja.

“Seperti berjaga 24 jam, malah jaga, pagi hingga sore juga di sekolah. Kadang saya harus tidur di sekolah juga,” ujarnya.Ia berharap kepada pemerintah, pada peringatan Hari Buruh ini agar dirinya dapat diangkat menjadi pegawai di lingkungan pemerintah sebagai penjaga sekolah. 

“Kami berharap pak menteri membuat peraturan agar membuka formasi penjaga sekolah dan kami diangkat menjadi tenaga PPPK,” pungkasnya.