Sukses

Perkara Korupsi PDAM yang Jerat Adik Mentan Syahrul Yasin Limpo Dilimpah ke Pengadilan

Penyidik Pidsus Kejati Sulsel menyerahkan perkara Tipikor PDAM Makassar yang menjerat adik Mentan Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo ke Penuntut Umum Kejari Makassar.

Liputan6.com, Jakarta Tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) melimpahkan perkara dugaan tindak pidana korupsi penggunaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar untuk pembayaran tantiem Tahun 2017-2019 serta pemberian premi asuransi dwiguna jabatan Wali Kota Dan Wakil Wali Kota Tahun 2016-2019 ke Pengadilan Tipikor Negeri Makassar, Kamis (4/5/2023).

Dalam perkara tipikor tersebut terdapat dua orang terdakwa selain adik Mentan Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo yang diketahui sebagai mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar Tahun 2015-2019, juga ada mantan Direktur Keuangan Tahun 2017-2019, Iriawan Abadi.

"Pelimpahan perkara dilakukan secara online melalui aplikasi terpadu Pengadilan Negeri Makassar tertanggal 3 Mei 2023 yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyerahan fisik berkas perkara pada 4 Mei 2023," ucap Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasi Penkum) Kejati Sulsel, Soetarmi.

Penuntut Umum, kata dia, berpendapat bahwa dari hasil penyidikan dapat dilakukan penuntutan dengan dakwaan telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diuraikan dan diancam dengan pidana dalam dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) Jo. Pasal 18 ayat Undang-undang RI No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan Undang-Undang RI No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Perbuatan kedua terdakwa yang menyebabkan terjadinya penyimpangan pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar mengakibatkan kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya kas PDAM Makassar sebesar Rp20.318.611.975,60.

"JPU tinggal menunggu penetapan jadwal sidangnya nanti oleh Ketua Pengadilan Negeri Makassar," tutur Soetarmi.

 

2 dari 3 halaman

Aktivis Desak Kejati Turut Dalami Penyimpangan Premi Asuransi Dwiguna

Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) juga mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) agar turut fokus mendalami penyidikan pada kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar yang merupakan bagian dari rangkaian kasus dugaan korupsi pengelolaan anggaran di lingkup Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar yang sedang berjalan.

"Dalam kasus PDAM Makassar ini kan ditemukan ada dua item kegiatan yang terjadi dugaan penyimpangan. Selain pada kegiatan penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi juga terjadi pada kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar di tahun tersebut," ucap Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi Kadir Wokanubun via telepon.

Ia mengatakan, penyidikan mendalam terhadap kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna bagi jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, penting didalami untuk mengejar kemungkinan adanya pelaku lain yang belum terseret dalam kasus ini.

Dari ekspose penetapan tersangka kemarin, penyidik melalui Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Yudi Triadi turut menerangkan adanya kegiatan pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera yang diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera.

Namun, menurut Yudi dalam konferensi pers penetapan tersangka tersebut, mengatakan tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang- undangan yang menerangkan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sehingga, lanjut Yudi dalam konferensi pers kemarin, menyebutkan bahwa pemberian asuransi jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/ pemberi kerjalah yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.

Atas penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar serta pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi tersebut, maka timbullah kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya kerugian pada kas PDAM Kota Makassar senilai Rp20.318.611.975,60 sebagaimana hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

"Artinya kegiatan pemberian premi asuransi ini kan melanggar aturan dan berkontribusi pada timbulnya kerugian daerah atau kas PDAM Kota Makassar di tahun itu. Jadi penyidik tinggal mengonfirmasi saja, apakah betul pemberian premi asuransi itu terealisasi dalam kata lain diterima atau tidak oleh sepasang kepala daerah di periode yang dimaksud," terang Kadir.

"Jika nantinya ditemukan kegiatan tersebut terealisasi atau kata lain bahwa sepasang kepala daerah di periode yang dimaksud betul telah menerima pemberian premi asuransi tersebut sementara jelas hal itu dikatakan melanggar aturan, maka penyidik patut memintai pertanggungjawaban sebagai pihak yang turut menikmati hasil kegiatan yang disebut melawan hukum tersebut," jelas Kadir.

Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel Yudi Triadi mengatakan, dalam penyidikan kasus korupsi penyimpangan penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, pihaknya tak ada beban maupun tekanan sama sekali sehingga ia memastikan penyidikan kasus tersebut akan berjalan secara profesional.

"Tidak ada tekanan sama sekali, kita berjalan saja, proses kasusnya dan kita profesional," ucap Yudi menjawab pertanyaan sejumlah wartawan dalam konferensi pers penetapan tersangka korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar yang berlangsung di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 13 April 2023.

Yudi mengaku sejak penyidikan kasus tersebut, pihaknya melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) guna menghitung kerugian negara.

"Jadi kita melalui waktu yang panjang, kita gunakan asas kehati-hatian," akui Yudi.

Ia turut berjanji akan terus melakukan pendalaman atau pengembangan kasus tersebut guna menemukan kemungkinan masih adanya tersangka lainnya dalam kegiatan yang menimbulkan kerugian negara sangat besar itu.

"Tentu dilakukan pengembangan lebih lanjut," jelas Yudi.

 

3 dari 3 halaman

Kronologi Perkara

Dalam kasus korupsi pengelolaan dana lingkup PDAM Kota Makassar ini, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) telah menetapkan adik Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo sebagai tersangka.

Selain Haris yang diketahui mantan Direktur Utama PDAM Kota Makassar itu, Kejati Sulsel turut mentersangkakan juga mantan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar, Iriawan Abadi.

Haris Yasin Limpo yang diketahui tepatnya menjabat Direktur Utama PDAM Kota Makassar periode 2015- 2019 dan Iriawan Abdullah yang menjabat Direktur Keuangan periode 2017- 2019 itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi penggunaan dana Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi periode 2017- 2019 serta premi asuransi dwiguna jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota periode 2016- 2019.

Haris Yasin Limpo ditetapkan jadi tersangka berdasarkan surat penetapan tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor 91/P.4/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023 dan Iriawan Abdullah berdasarkan penetapan tersangka Nomor :92/P.4/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023.

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah Penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah serta telah keluarnya penghitungan kerugian keuangan negara sebagaimana yang diatur dalam pasal 184 ayat (1) KUHAP. Di mana dari hasil audit BPKP ditemukan kerugian sebesar Rp20.318.611.975,60.

Kasus yang menjerat adik kandung Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Haris Yasin Limpo beserta rekannya, Iriawan Abdullah tersebut, bermula pada Tahun 2016 hingga 2019.

Di mana dalam 4 tahun tersebut, PDAM Kota Makassar mendapatkan laba dan untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh dewan pengawas dan kemudian ditetapkan oleh Wali Kota Makassar.

Adapun prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi kepada Wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut, seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi kegiatan itu tercatat atau dicatat dalam notulensi rapat.

Namun faktanya, sejak 2016 hingga 2018 tidak pernah dilakukan pembahasan rapat oleh direksi baik terkait permohonan penetapan penggunaan laba hingga pembagian laba serta tidak dilakukannya pencatatan (notulensi) sehingga tidak terdapat risalah rapat. Melainkan pengambilan keputusan oleh direksi hanya berdasar pada rapat per-bidang. Diantaranya jika tentang keuangan, maka pembahasan tersebut hanya terdiri dari Direktur Utama dan Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar.

"Meskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba," ucap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Sulsel, Yudi Triadi dalam konferensi pers penetapan tersangka korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar di Kantor Kejati Sulsel, Rabu 12 April 2023.

Kedua tersangka dinilai tidak mengindahkan aturan Permendagri No. 2 Tahun 2007 Tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya melainkan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/ jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.

Pada kedua aturan tersebut yakni Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba. Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya pembagian tantiem untuk direksi sebesar 5 persen dan bonus pegawai 10 persen. Sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5 persen, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.

Tak hanya itu, dari hasil penyidikan kasus korupsi pengelolaan anggaran lingkup PDAM Kota Makassar tersebut, turut ditemukan ada pemberian premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada asuransi AJB Bumiputera yang diberikan berdasarkan perjanjian kerjasama antara PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera, namun tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang- undangan bahwa Wali Kota dan Wakil Wali Kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan asuransi tersebut, oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sehingga pemberian asuransi jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/ pemberi kerjalah yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan.

Dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar tersebut, mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan daerah Kota Makassar khususnya kas PDAM Kota Makassar senilai Rp20.318.611.975,60 sebagaimana hasil audit yang telah dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Atas perbuatannya, kedua tersangka disangkakan dengan Pasal Primair yakni Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-undang RI Nomor : 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP dan Pasal Subsidair yakni Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Undang-Undang RI Nomor : 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke- 1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

 

Simak juga video pilihan berikut ini: