Liputan6.com, Gorontalo - Guna menghindari terjadinya penyalahgunaan Dana Desa (DD) maupun Alokasi Dana Desa (ADD), seluruh kepala desa (Kades) di wilayah Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo wajib melaporkan harta kekayaan atau Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) mulai tahun depan.
“Jadi mulai tahun 2024, semua Kades wajib melaporkan harta kekayaan sebagai tindak lanjut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Inspektur Kabupaten Bone Bolango, Fredy H. Achmad, Senin (8/5/2023).
Advertisement
Baca Juga
Fredy mengungkapkan, bukan hanya pejabat maupun ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango saja yang wajib LHKPN, tetapi semua Kepala Desa juga wajib melaporkan harta kekayaannya.
Menurut Fredy, kenapa para Kades wajib melaporkan harta kekayaannya?. Karena kades diketahui setiap tahunnya mengelola Dana Desa (DD) yang bersumber dari APBN begitu juga Alokasi Dana Desa (ADD) yang bersumber dari APBD.
"Dana yang dikelola pun tidak sedikit, ada anggaran miliaran rupiah yang mereka kelola," ungkapnya.
Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang masif kepada para kepala desa, termasuk perangkat desa. Dengan diwajibkannya para Kades melaporkan harta kekayaan, diharapkan dapat menekan terjadinya tindak pidana korupsi oleh aparat desa.
"Olehnya, kepala desa harus taat dan melaksanakan pelaporan LHKPN mulai tahun depan,” tegasnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Seberapa penting LHKPN?
Berdasarkan data terbaru 3 Maret 2023, tercatat sudah 32.173 orang pejabat dan pegawai di lingkungan Kemenkeu yang telah melaporkan LHKPN dari total 32.173 wajib lapor. Lantas apa itu LHKPN?
Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN Komisi Pemberantasan Korupsi Isnaini menjelaskan, LHKPN adalah laporan harta kekayaan dari seorang penyelenggara negara termasuk di dalamnya harta kekayaan milik pasangan dan anak tanggungan.
"Jadi, tidak hanya terbatas kepada penyelenggara negara tapi juga pasangan dan mengatasnamakan anak-anaknya," kata Isnaini dalam Podcast Cermati DJP Episode ke-9 Mendorong Transparansi LHKPN Bersama KPK, Selasa (7/3/2023).
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, terdapat 27 jenis penyelenggara negara dari pejabat negara di lembaga tertinggi negara, sampai dengan pejabat pembuat komitmen dan bendahara.
Adapun LHKPN ini bersifat publik, artinya bebas diakses oleh siapa saja. Menurutnya, LHKPN ini salah satu alat Pemerintah untuk menunjukkan kepada masyarakat mengenai transparansi dan akuntabilitas para penyelenggara negara dalam menjalankan tugasnya selama menjabat.
"Kalau menurut Undang-undang 28 tahun 1999 seperti itu, tapi kalau kita merujuk kepada Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang perubahan kedua undang-undang KPK memang ada makna perluasan dari penyelenggara negara, jadi tidak hanya meliputi 27 jenis penyelenggara negara bahkan bisa lebih karena mencakup penyelenggara lainnya," jelasnya.
Advertisement