Liputan6.com, Padang - Bansi merupakan salah satu alat musik tiup tradisional masyarakat Minangkabau. Alat musik yang terbuat dari bambu ini memiliki tampilan dan cara memainkan yang mirip dengan seruling dan flute.
Mengutip dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id, bambu yang digunakan untuk membuat bansi biasanya adalah bambu batuang, poriang, soriak, maupun tolang. Bansi memiliki tujuh lubang yang dapat memainkan lagu-lagu tradisional maupun modern.
Lubang-lubang pada bansi berfungsi sebagai nada dasar sekaligus sebagai lubang pemecah udara yang diatur dengan jari-jari tangan.
Advertisement
Baca Juga
Sejarah Minangkabau mencatat, pada masa pergerakan Perang Paderi, salah satu hal yang dipertentangkan adalah penggunaan alat musik yang didengar orang lain dapat berakibat buruk. Salah satu alat musik yang dimaksud adalah bansi.
Mayoritas yang tertarik dengan alunan bansi adalah perempuan, sehingga muncul anggapan bahwa bansi terdengar bagus karena diberi 'pitunang'. Pitunang merupakan penghubung atau pengikat jiwa seseorang yang menggunakan mantra-mantra atau doa-doa ke dalam alat musik tersebut.
Berdasarkan cerita tersebut, bisa diketahui bahwa bansi sudah ada di Minangkabau sebelum abad ke-19. Sejalan dengan hal tersebut, bansi juga sudah diwarisi sejak dulu secara turun-temurun di Kabupaten Tanah Datar.
Setiap daerah di Sumatra Barat sudah mengenal alat musik ini, kecuali Kabupaten Kepulauan Mentawai. Bansi digunakan hampir di setiap acara, baik dalam acara hiburan, adat, hingga ritual. Hingga kini, banyak masyarakat yang masih memperlajari cara memainkan seruling Minangkabau, sehingga banyak pula masyarakat yang terampil memainkannya.
Â
Penulis: Resla Aknaita Chak