Sukses

Enzy Storia Menikah, Ini Sejarah dan Makna Suntiang Minang yang Dikenakan di Kepala

Di momen akad nikah ini, Enzy terlihat begitu serasi dalam balutan busana adat Minang.

Liputan6.com, Padang - Artis Enzy Storia menikah hari ini, Sabtu (20/05/2023). Melalui laman Instagram pribadinya, Enzy mengunggah foto dirinya dan suami tengah memamerkan cincin di jari mereka.

Prosesi pernikahan dengan sentuhan konsep tradisional yang dihadiri keluarga dan sahabat terdekat. Di momen akad nikah ini, Enzy terlihat begitu serasi dalam balutan busana adat Minang.

Kecantikan Enzy semakin terpancar saat mengenakan kebaya renda yang dibordir dengan tangan berwarna coklat gelap. Cocok dipadukan dengan ornamentasi payet keemasan dan songket senada.

Tidak lupa suntiang khas Sumatra Barat. Suntiang merupakan hiasan kepala kebanggaan anak daro yang identik dengan ukuran besar dan warnanya antara emas atau perak.

Bentuk suntiang Minang yang indah dan megah juga biasa diibaratkan sebagai mahkotanya perempuan Minang. Namun, tentunya, suntiang bukan hanya hiasan kepala belaka.

Perhiasan ini juga sarat makna dan filosofi yang erat kaitannya dengan budaya Minang. Dikutip dari laman kebudayaan.kemdikbud.go.id, suntiang merupakan hiasan kepala bertingkat dengan bentuk setengah lingkaran dan terdiri dari susunan ornamen bermotif flora dan fauna, seperti bentuk bunga mawar, burung merak, ikan, pisang, dan kupu-kupu.

Rangkaian mahkota ini terdiri dari beberapa lapisan. Pertama disebut suntiang ketek yang terdiri dari tujuh tingkat dan melambangkan budi pekerti serta sopan santun.

Kemudian, ada tambahan untaian bunga melati sebagai simbol kedamaian. Lalu, ada satu tingkat tambahan pada suntiang yang disebut mansi-mansi.

Bagian ini terdiri dari sarai sarumpun dan beberapa tingkat suntiang gadang yang jumlahnya ganjil sebagai lambang kedewasaan dan kebijaksanaan. Pada bagian paling atas suntiang barulah disusun deretan kembang goyang untuk mempercantik.

Menurut pemakaiannya, ukuran suntiang memiliki perbedaan. Suntiang yang dipakai pengantin perempuan ukurannya lebih besar dan disebut suntiang gadang.

Sementara itu, suntiang berukuran kecil biasa dipakai pendamping pengantin atau penari tradisional disebut suntiang ketek. Sedangkan berdasarkan bentuknya, suntiang terbagi dalam beberapa macam, yaitu suntiang bungo pudieng, pisang saparak, pisang saikek, pinang bararak, kambang, mangkuto, kipeh, sariantan, dan matua palambaian.

 

2 dari 2 halaman

13 Tingkatan

Pada zaman dahulu suntiang dapat terdiri hingga 13 tingkatan. Namun, kebanyakan pengantin modern menggunakan suntiang 9-11 tingkat dengan berat antara satu sampai lima kilogram.

Suntiang sendiri biasa digunakan untuk pengantin dari daerah pesisir Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, dan Pariaman. Untuk sebuah hiasan kepala, berat suntiang memang tak ringan dan dapat membuat pengantin sakit kepala saat menggunakannya.

Namun, pengalaman sekali seumur hidup menggunakan perhiasan cantik ini membuat banyak pengantin rela tetap mengenakannya pada hari istimewanya. Penggunaan suntiang sendiri memang jadi daya tarik bagi para pengantin Minang.

Sebab, mahkota besar ini tampak begitu anggun dan mewah sehingga memberi kesan bak putri kerajaan. Suntiang merupakan simbol untuk melewati masa peralihan dari remaja menjadi perempuan dewasa yang memiliki keluarga kecil.

Penggunaan suntiang juga tak lepas dari akulturasi budaya Indonesia dengan China. Hal ini bisa terlihat dari keindahan warna dan hiasan dalam bentuk suntiang yang mengambil elemen dari alam.

Seiring berjalannya waktu, perpaduan budaya tersebut semakin meluas. Bahkan, kini menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Padang Pariaman dan seluruh wilayah Minangkabau.

Tak hanya itu, ukuran suntiang yang besar dan berat pun melambangkan beratnya tanggung jawab yang akan dipikul seorang perempuan setelah menikah. Ia harus berperan sebagai istri dan suami bagi keluarga, menjaga keutuhan rumah tangganya, dan bertanggung jawab lingkungan sekitar.