Sukses

Menyaksikan Keindahan Ecoprint Batik Cirebon Membentang Sampai Jauh

Produk fesyen unik buatan Yenny dan Rebecca ini diberi nama Ecoprint Batik atau ecotik, gabungan dua teknik menggambar di kain.

Liputan6.com, Cirebon - Deretan pakaian hingga kain bermotif tertata rapi di rak baju gantung. Sore itu, Yenny dan Rebecca memantau display hasil produk fesyen mereka di Mall UKM Dinas Koperasi, Usaha Kecil, Menengah, Perindustrian dan Perdagangan (DKUKMPP) Kota Cirebon. 

Satu per satu mereka menata ulang produk yang dibuat dengan beragam ukuran pakaian dan jenis kain. Sesekali Yenny dan Rebecca merapikan pakaian yang ada di patung manekin. 

"Mulai dari kain katun kain sutera, kain organdi, kain sifon dan bridal. Kami sedang fokus ke produk fesyen tahun ini," kata pemilik brand Alas Kelir Cirebon, Yenny Prayogo, Sabtu (20/5/2023).

Produk tersebut merupakan hasil inovasi dan kolaborasi kedua pelaku UKM Cirebon. Yenny bersama Tim Desainer Rebecca Gracia Hartanto membuat inovasi baru di dunia fesyen.

Produk fesyen unik buatan Yenny dan Rebecca ini diberi nama Ecoprint Batik atau ecotik. Gabungan teknik ecoprint dan batik tulis yang dibuatnya sendiri.

Ecoprint merupakan salah satu inovasi terbaru di dunia fesyen Indonesia yang mulai berkembang. Banyak para pelaku industri kreatif di bidang fesyen mulai menggunakan ecoprint yang ramah lingkungan.

"Ecoprint kan bahan utamanya dari alam ya tumbuhan yang ada di sekitar kita saja. Termotivasi dari situ saya mulai belajar ecoprint dan kepikiran akan lebih bagus kalau dikolaborasi dengan batik tulis yang saya buat sendiri dan jadilah ecotik," ujar Yenny.

Semangat inovasi dan kebaruan di sektor UKM menjadi salah satu indikator untuk bisa bangkit dalam memperbaiki kondisi ekonomi. 

Yenny sudah menggeluti usaha pembuatan sabun herbal sejak 2017. Yenny mengaku tidak menyangka usahanya tersebut kini berkembang.

Usaha Yenny berawal dari melihat kondisi sang anak yang selalu bermasalah dengan kulit. Kulit anak kering, sehingga dia harus secara rutin datang ke dokter untuk meminta krim kulit khusus untuk anaknya.

"Sabun herbal sekarang masih jalan dan saya terus berinovasi bikin usaha lain," ujar Yenny.

2 dari 5 halaman

Inovasi

Pandemi Covid-19 menuntut Yenny untuk terus berinovasi demi keberlangsungan usahanya. Yenny mulai mengembangkan produk herbal untuk memenuhi kebutuhan para penyintas dan masyarakat umum yang berjuang melawan Covid-19.

Yenny memulainya dari usaha membuat produk herbal yang dikeringkan. Seperti lemon, kunyit, jahe merah, temulawak hingga sereh kering.

"Sabun herbal masih bertahan cenderung stabil. Ketika Covid-19 usaha pesanan herbal meningkat," ujar dia. 

Yenny terus berinovasi dengan membuat paket hampers herbal. Untuk satuannya, produk herbal dijual mulai dari Rp10 ribu hingga Rp5 ribu per toples.

Dua ide usaha yang dijalaninya masih berjalan hingga sekarang. Namun, ide usaha Yenny tidak berhenti sampai disitu.

"Setelah pandemi dinyatakan selesai saya inisiatif lagi mengembangkan usaha di bidang fesyen," kata Yenny.

Kemampuannya menggabungkan ecoprint dengan batik membuat Yenny optimis produknya akan diterima masyarakat. Desain pertama pakaian ecotik Yenny dan Rebecca keluar saat mengikuti lomba karnaval pada hari batik beberapa waktu lalu.

Yenny dan Rebecca merasa tertantang untuk berinovasi menciptakam desain beda di karnaval itu. Saat itu, Yenny dan Rebecca membuat empat pakaian ecotik dalam waktu satu minggu. 

"Itu juga prosesnya lumayan saya dapat model langsung dikirim ke bu Rebecca pakai ojek online ya prosesnya memang kami nikmati," ujar Yenny.

Salah satu bukti produk mereka diterima masyarakat ketika beberapa desain pertamanya laku terjual. Desain pertama dibuat Yenny dan Rebecca setelah ikut lomba inacraft dan karnaval batik.

3 dari 5 halaman

Ecoprint Batik

Produk mereka langsung dipamerkan di Mall UKM DKUKMPP Kota Cirebon. Pembeli pertama ecotik merupakan tamu Pemkot Cirebon yang datang dari Lampung. 

"Kebetulan menginap di hotel yang lokasinya tidak jauh dari Mall UKM. Pembeli antusias sekali dan maksa ingin beli dan akhirnya kami lepas," ujar Yenny. 

Melihat respons pembeli, Yenny dan Rebecca optimis akan fokus mengembangkan usaha ecotik tahun ini. Produk ecotik alas kelir saat ini dibanderol mulai dari Rp300 ribu hingga Rp1 juta. 

Inovasi dan kolaborasi diyakini menjadi kunci pelaku UKM bangkit dari kondisi ekonomi. Mereka fokus mengembangkan ecotik diatas kain bridal atau gaun pengantin. 

"Selama ini kan motif batik biasanya hanya di kain sutera, katun, nah kami ingin memasukkan ecotik di bahan bridal agar nampak berbeda," kata Yenny.

Sementara Tim Desainer Alas Kelir Rebecca Gracia Hartanto mengatakan, produk ecotik dibuat menggunakan tangan secara manual. 

"Tidak ada cetakan ya batiknya batik tulis ecoprint juga sendiri. Ecotik tidak hanya di kain katun tapi juga kain sutera, kain organdi, kain sifon dan bridal yang biasa dipakai pengantin," ujar Rebecca.

Melihat peluang tersebut, Rebecca maupun Yenny bertekad fokus mengembangkan ecotik pada tahun ini. Bahkan, keduanya akan berinovasi mengembangkan ecotik dengan media kain pengantin. 

"Sudah ada bukti ecotik di baju pengantin dan mungkin kami fokus kesitu karena saya cukup banyak pengalaman di bridal jadi optimis bisa tembus pasar fesyen," ujar Rebecca.

4 dari 5 halaman

Pilih JNE

Selama menjalankan usaha, Yenny mengandalkan jasa pengiriman JNE. Sudah 3 tahun Yenny bekerjasama dengan JNE. 

Petugas JNE datang ke tempat produksinya untuk mengambil pesanan. Namun demikian, Yenny mengaku belum menjadi bagian dari UKM binaan JNE.

"Kerjasama sejak tempat produksi saya di rumah sendiri di Rajawali sampai sekarang," ujar Yenny.

Yenny memilih JNE bukan tanpa alasan. Ia merasakan layanan yang bagus dan ramah dari petugas. 

Meski jumlah pengirimannya tidak banyak, petugas tetap datang untuk mengambil pesanan. 

"Satu sisi mungkin karena customer lebih familier dengan JNE ya. Tidak selalu setiap hari juga ada pengiriman," ujar dia. 

Kepala DKUKMPP Kota Cirebon Iing Daiman mengaku inovasi dari produk UKM menciptakan peluang baru untuk meningkatkan perekonomian daerah. 

Iing menyebutkan, tercatat ada 2.276 pelaku UKM di Kota Cirebon. Namun, tidak semua produk mereka masuk display mall ukm.

"Ada kurasi ketat ya mulai dari pengemasan, rasa sampai dokumen izin ukm. Yang pasti harus ada izin dulu karena bagian dari tugas kami memfasilitasi UKM jadi kalau belum ada izin bisa dibantu lewat sarjana pendamping yang tersebar di 5 kecamatan wilayah kerja kami," kata Iing.

Iing mengakui keberadaan Mall UKM membantu para pelaku usaha kecil menjual dan promosi produk mereka. Mulai dari produk fesyen, kraft hingga kuliner dan makanan kering ada di mall ukm.

Iing mengatakan, mall ukm merupakan program transformasi dari Galeri IKM. Yang membedakan antara Mall UKM dan Galeri IKM salah satunya ada di kewenangan transaksi.

"Kalau dulu galeri IKM tidak boleh ada transaksi sekarang Mall UKM boleh ada transaksi. Waktu masih galeri nilai transaksi dibawah Rp 3 juta, setelah jadi Mall UKM satu orang bisa belanja sampai Rp 8 juta. Logikanya sederhana bagaimana UKM bisa berdaya kalau tempat yang kami sediakan tidak disertai dengan transaksi," kata Iing. 

Oleh karena itu, keberadaan Mall UKM diharapkan menjadi kebanggaan pelaku usaha kecil yang ada di Kota Cirebon dan sekitarnya. Mall UKM juga menjadi semangat kebangkitan ekonomi.

"Mall UKM sendiri ada kepanjangannya yaitu Melayani Anda Lewat Layanan Usaha Kecil Menengah. Kami juga membuka diri produk UKM dari luar Kota Cirebon masuk ke mall ini," kata Iing. 

Selain dari Kota Cirebon, produk usaha kecil yang masuk Mall UKM juga berasal dari wilayah Kabupaten Cirebon, Majalengka, Kuningan, Indramayu bahkan Pangandaran. 

Perpres nomor 87 tahun 2021 tentang percepatan pembangunan kawasan Pattimban, Kertajati dan Cirebon Metropolitan area memotivasi pemda terkait untuk saling kolaborasi. 

"Tapi tetap karena lokasinya ada di Kota Cirebon kami prioritaskan 80 persen UKM dari kota. UKM yang dari luar kami terima untuk memotivasi yang lain agar bangkit," kata Iing.

Meski demikian, Iing mengaku pengunjung yang datang ke Mall UKM ini sebagian besar tamu Pemkot Cirebon. Bahkan, empat duta besar pernah datang dan belanja. 

"Dubes Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, Kuwait ada juga dosen dari India yang dibawa universitas telkom. Tempat ini dianggap jadi roll model mengelola dan memberdayakan UKM bahkan jadi destinasi wisata belanja yang isinya produk UKM. Buah dari semangat bangkit dengan cara kolaborasi," ujar dia. 

Sejumlah program pemberdayaan UKM berjalan sesuai skema. Kedepan, DKUKMPP Kota Cirebon akan menjalankan programP elatihan Wirausaha Go Digital (Perwirahaji GoDi). 

5 dari 5 halaman

Digitalisasi UKM

Salah satu kontennya adalah literasi digital bagi pelaku UKM yamg masih awam dengan teknologi.

"Penyelenggara dengan stakeholder lain tapi bukan partisan. Mereka akan dilatih digital marketing, pembukuan digital hingga pemasaran melalui online. Kami juga bantu akses dan pemasaran UKM termasuk yang ada di mal ini," ujar nya.

Kerjasama bisnis kerap dilakukan DKUKMPP Kota Cirebon dengan stakeholder luar. Mulai dari perguruan tinggi hingga kurir paket dan ekspedisi yang ada di Cirebon seperti JNE.

Terpisah Kepala Cabang JNE Cirebon Firman Ramadhan mengatakan digitalisasi UKM menjadi salah satu program prioritas. Oleh karena itu, selain melayani jasa pengiriman, pihaknya menyelenggarakan program JNE Academy.

"Tujuannya untuk mengenalkan, mengajarkan, dan membimbing pelaku UKM yang ingin belajar menggunakan platform digital atau secara online. Kami sangat terbuka luas untuk berkolaborasi dengan UKM," kata Firman.

Firman mengatakan, hingga saat ini JNE Cirebon sudah memiliki lebih dari 1300 pelaku UKM. Kerja sama dengan JNE dan tersebar di beberapa wilayah Cirebon.

Dukungan terhadap perkembangan UKM terlihat dari inovasi yang dilakukan mitra agen JNE di jalan Yos Sudarso Kota Cirebon. Agen memberi fasilitas mudah dan murah untuk membantu UKM tumbuh, bangkit hingga berkembang. 

Layanan JNE Yos Sudarso, kata Firman menyediakan display kebutuhan kemasan UKM. Seperti toples kue, botol minuman dan kebutuhan lain.

"Kami memberikan keleluasaan dalam pengembangan bisnis kepada mitra salah satunya upaya memberikan fasilitas yang memudahkan UKM dalam usahanya," ujar Firman. 

Firman mengatakan, secara garis besar dukungan JNE kepada UMKM menyambut kebangkitan ekonomi adalah semangat digitalisasi. Menurutnya, digitalisasi sebagai salah satu solusi untuk memasarkan produk atau jasa. 

Seperti program lesona JNE, program JLC yang membuat pelanggan dapat benefit karena aktifitas pengiriman. 

"Termasuk memberi kemudahan dalam pembayaran dengan menggunakan uang digital melalui kerja sama dengan perusahaan – perusahaan fintech," ujar Firman.

Selain itu, program dan produk yang diluncurkan JNE diharapkan menjadi solusi bagi UKM untuk mendorong peningkatan jual beli online.

Berbagai layanan tersedia untuk membantu UMKM mengembangkan usahanya. Seperti sistem COD, Cashless hingga program pengembangan kemitraan. 

"Sehingga jika menjadi agen JNE dapat diamggap sebagai solusi bagi UKM dan masyarakat. Termasuk program diskon ongkir dan sebagainya," kata Firman.

Selain layanan pengiriman, JNE mendukung segala proses pengembangan untuk meningkatkan perekonomian bangsa. Salah satunya menyelenggarakan program dukungan terhadap UKM dan Industri kreatif. 

Seperti menggelar seminar UKM di seluruh Indonesia, penyediaan fulfillment logistic sebagai solusi pengiriman untuk para pelaku usaha secara efektif dan efisien. 

"Ada juga beberapa program inovasi lain yang kami jalankan untuk memudahkan kemitraan," ujar Firman.Â