Sukses

Soal Pengganti Menkominfo, Ini Pandangan Pengamat Kebijakan Publik

Trubus menyarankan Presiden Jokowi dapat memilih sosok Menkominfo yang berasal dari kalangan teknokrat atau akademisi sehingga bebas dari konflik kepentingan.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo telah menunjuk Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mohammad Mahfud Mahmodin, sebagai Plt Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo). Kendati begitu, beberapa tokoh seperti Sandiaga Uno, Wishnutama Kusubandio, Hary Tanoesoedibjo dan Andika Perkasa dirumorkan akan mengisi jabatan tersebut. Bahkan Hary sudah beberapa kali menghadap Presiden Joko Widodo. Namun sosok Hary sebagai taipan media justru menjadi sorotan.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai wajar jika Hary banyak disorot masyarakat. Jika Hary menjabat sebagai Menkominfo, ia berpotensi memiliki konflik kepentingan yang sangat besar terhadap kerjaan bisnisnya. Ia berpotensi dapat membuat kebijakan yang bisa memaksa atau mengarahkan masyarakat untuk menggunakan salah satu bisnis yang dimilikinya.

Terlebih lagi ia juga sebagai pemimpin dan memiliki partai politik yang kerap memanfaatkan lini usahanya untuk kepentingan marketing politik parpolnya.

“Saya khawatir Menkominfo nantinya memiliki ‘misi suci’. Membuat para capres yang akan bersaing di pilpres 2024 mendatang akan sangat tergantung ke stasiun tv yang ia miliki. Apa lagi setelah pemerintah membuat kebijakan analog switch-off (ASO), banyak masyarakat kurang mampu kesulitan untuk menonton tv teresterial karena ketiadaan Set Top Box (STB). Seharusnya STB bagi masyarakat kurang mampu menjadi tanggung jawab pemenang tender tv digital,” kata pengamat kebijakan publik ini.

Lebih lanjut Trubus berharap Presiden Joko Widodo dapat memilih sosok pengganti Johnny G Plate bukan dari kalangan politik dan memiliki keterikatan dengan bisnis yang akan ia awasi. Sebab jika Menkominfo memiliki konflik kepentingan dengan bisnisnya atau parpolnya, regulasi yang nantinya akan dikeluarkan Kemenkominfo akan bias.

Saat ini Hary memiliki stasiun tv dan bisnis tv satelit yang membutuhkan frekuensi. Beberapa waktu yang lalu bos MNC Group ini pernah mempertanyakan kebijakan migrasi tv analog ke tv digital. Bahkan ia sempat berencana untuk mengajukan langkah hukum perihal kebijakan ASO ini. Jika menjadi Menkominfo publik khawatir Hary berpotensi mengeluarkan kebijakan pembatalan ASO dan melakukan perpanjangan frekuensi 2.600Mhz yang sebentar lagi akan habis masa berlakunya.

Trubus menjelaskan, korupsi kebijakan berawal dari kepentingan elite dalam rangka menguntungkan diri sendiri atau kelompoknya. Dari pengalaman beberapa menteri di kabinet Presiden Jokowi yang dijadikan tersangka korupsi, mereka memulai dari korupsi kebijakan yang dibuatnya.

Sebagai seorang pejabat publik, menteri dapat membuat regulasi dengan membuat celah yang dapat menguntungkan dirinya atau kelompoknya. Sampai saat ini lanjut Trubus aparat penegak hukum di Indonesia masih kesulitan untuk melakukan tindakan terhadap korupsi kebijakan.

“Presden Jokowi jangan sampai memilih sosok Menkominfo yang berpotensi besar melakukan korupsi kebijakan. Memang saat ini korupsi kebijakan belum terjadi. Namun potensi tersebut harus dipahami betul dan diantisipasi oleh Presiden Jokowi. Jika Presiden memilih sosok dari parpol dan memiliki konflik kepentingan dengan kerajaan bisnisnya, maka akan terjadi kontra produktif. Menkominfo baru bukan meningkatkan pelayanan publik," paparnya.

Guna mengurangi potensi korupsi kebijakan di tahun politik ini, Trubus menyarankan Presiden Jokowi dapat memilih sosok Menkominfo yang berasal dari kalangan teknokrat atau akademisi. Sosok teknokrat dan akademisi dinilai Trubus minim bersentuhan dengan partai politik.

“Saya mengamati selama ini banyak tersangka korupsi berasal dari parpol. Sehingga sosok teknokrat dan akademisi merupakan yang paling tepat menjabat sebagai Menkominfo,” pungkasnya.