Liputan6.com, Bandung - Fenomena El Nino diprediksi akan terjadi di wilayah Kontinen Maritim pada semester kedua 2023. Apabila El Nino ini terjadi, wilayah Jawa Barat akan termasuk pada wilayah terdampak El Nino di Indonesia, termasuk Bandung raya.
Baca Juga
Advertisement
Kepala BMKG Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu menjelaskan bahwa wilayah Bandung raya akan mulai memasuki Musim Kemarau pada Mei dasarian II hingga Juni dasarian I.
Berdasarkan pantauan BMKG Bandung, terjadi penurunan jumlah curah hujan dasarian di beberapa pos pengamatan curah hujan. Di wilayah Jalan Cemara, Kota Bandung, hujan pada Mei dasarian I berjumlah 220 mm dan pada Mei dasarian II berjumlah 65 mm.
Hal ini berlaku juga pada curah hujan di wilayah Lembang. Pada Mei dasarian I curah hujan berjumlah 156 mm, sedangkan pada dasarian II berjumlah 8 mm.
"Perlu dipahami, bahwa musim kemarau tidak berarti hujan akan tidak terjadi sama sekali, tapi tetap terjadi namun dengan frekuensi dan intensitas yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan musim hujan dan masa peralihan," kata Rahayu dikutip dari keterangan tertulis, Senin (22/5/2023).
Sebagai referensi, pada puncak musim hujan Kota Bandung pada Juli dan Agustus, nilai curah hujan klimatologisnya adalah 73 mm dan 54 mm berturut-turut. Hal ini membuktikan bahwa hujan tetap terjadi bahkan pada puncak musim kemarau sekalipun.
Bagaimana dampak El Nino terhadap musim kemarau di Bandung raya apabila betul terjadi? Rahayu mengatakan, berdasarkan beberapa jurnal ilmiah internasional yang dibuat oleh pakar-pakar di BMKG, diketahui bahwa dampak El Nino terhadap musim kemarau di Indonesia secara garis besar ada dua yaitu secara temporal dan secara volume.
Secara temporal, El Nino akan membuat musim kemarau berpeluang lebih lama terjadi di wilayah Bandung raya. Secara volume, atau jumlah curah hujan, akan membuat musim kemarau menjadi lebih kering dibandingkan kondisi klimatologisnya.
"Perlu dipahami juga oleh masyarakat bahwa BMKG tidak pernah mengeluarkan warning atau peringatan dini terkait panas ekstrem, karena berdasarkan pengamatan yang dilakukan panas ekstrem seperti kejadian heatwave tidak terjadi di Indonesia," ujar Rahayu.
Adapun informasi yang dikeluarkan oleh BMKG adalah informasi terkait dengan ultraviolet. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan kejadian panas ekstrim di Indonesia karena tidak akan terjadi.
"Yang perlu dipahami adalah, pada musim kemarau tutupan awan akan lebih sedikit dibandingkan dengan musim hujan dan masa peralihan sehingga sinar matahari akan lebih banyak mencapai permukaan bumi yang menyebabkan cuaca terasa panas terik, namun suhunya tidak mencapai kategori ekstrem," kata Rahayu.
Imbauan BMKG
Terkait musim kemarau ini, BMKG mengimbau kepada institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap dan antisipatif terhadap kemungkinan dampak musim kemarau. Oleh karena pada tahun ini, musim kemarau diprediksi bersifat bawah normal atau lebih kering dibanding biasanya.
Menyikapi adanya peluang El Nino di Semester II 2023, maka diperlukan beberapa langkah aksi dan antisipasi dini untuk mengurangi dampaknya seperti:
- Potensi kekeringan yang terjadi pada sebagian wilayah Indonesia, oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk mengurangi risiko bencana seperti kekeringan, kekurangan air bersih dan gagal panen yang bisa memicu terganggunya ketahanan pangan.
- Meningkatnya potensi kebakaran hutan dan lahan yang perlu di antisipasi lebih dini, terutama wilayah atau provinsi yang rentan dan sering terjadi Kebakaran Hutan dan Lahan.
- Perlunya antisipasi terkait produksi pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan Nasional
Oleh karena itu, BMKG juga mengimbau kepada Pemerintah Daerah (Pemda) dan masyarakat untuk dapat lebih optimal melakukan penyimpanan air pada akhir musim hujan ini untuk memenuhi danau, waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya di masyarakat melalui gerakan memanen air hujan atau melakukan manajemen air bersih, sehingga pada puncak musim kemarau, masyarakat bisa lebih siap menghadapi bencana hidrometeorologis yang mungkin terjadi.
"Yang terpenting, masyarakat tidak perlu panik dengan isu El Nino namun tetap mengikuti perkembangan informasi iklim dari BMKG," kata Rahayu.
Advertisement