Liputan6.com, Garut - Ribuan sarana tempat ibadah di Garut, Jawa Barat belum mengantongi sertifikat dari pemerintah alias masih ilegal. Tingginya biaya pengurusan izin Persetujuan Bangunan dan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF), diduga menjadi penyebabnya.
"Memang bukan pekerjaan mudah dan murah, kami pun berharap ada bantuan terutama dari pemerintah daerah (Pemda) Garut mencari solusi menyesaikan persoalan ini," ujar Kepala Kemenag Garut Cece Hidayat, Selasa (30/5/2023).
Menurutnya, kehadiran sertifikat tempat ibadah dinilai penting untuk menghindari hadirnya sengketa atau konflik lahan di kemudian hari, terutama dari pihak ahli waris.
Advertisement
"Apalagi persoalan lahan seiring naiknya harga lahan di perkotaan, kerap menjadi salah satu faktor munculnya sengketa lahan tempat ibadah,” kata dia.
Kejelasan lahan tempat ibadah, terutama antara pihak ahli waris dan nadhir, mesti dikuatkan dengan bukti tertulis, termasuk adanya sertifikat tempat ibadah yang dikeluarkan pemerintah.
"Adanya sertifikat tempat ibadah juga menjadi bahan bagi kami, untuk mengetahui sebaran tempat ibadah, jumlah tempat ibadah termasuk penganutnya," kata dia.
Saat ini, salah satu kendala minimnya pengajuan sertifikat tempat ibadah, diduga karena mahalnya biaya pengurusan izin Persetujuan Bangunan dan Gedung (PBG) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) yang dilakukan pihak ketiga.
"Kalau dulu masih IMB (Izin Mendirikan Bangunan), kalau sekarang kan mesti PBG dan SLF, sebelum keluarnya serikat tempat ibadah," kata dia.
Saat ini, tempat ibadah di Garut yang telah terdaftar resmi di Sistem Informasi Masjid (SIMAS) Kementerian Agama berjumlah sekitar 10.674 unit. Angka itu merupakan akumulasi tempat ibadah seluruh umat beragama. "Jumlah itu belum bersertifikat semua," kata dia.
Rinciannya, sebanyak 6.018 unit masjid, kemudian musala 4.656 unit, gereja 5 unit serta vihara 1 unit bangunan. "Itu yang sudah terdaftar, yang belum terdaftar di simas itu bisa lebih banyak lagi ribuan," ujarnya merinci.
Dengan kondisi itu, Cece berharap menjadi perhatian pemerintah termasuk pengurus organisasi keagamaan (ormas), agar fasilitas tempat ibadah mereka bebas dari ancaman penyerobotan, termasuk sengketa lahan di kemudian hari.
"Kami sebenarnya sudah bekerjasama dengan BPN tinggal upaya mereka untuk mengurusnya semuanya gratis," kata dia.
Cece menambahkan, selain tempat ibadah kondisi serupa ditemukan pada pesantren, madrasah, dan lembaga pendidikan Islam lainnya. "Jumlahnya nanti kami rekap dulu seluruhnya siapa saja yang belum bersertifikat," kata dia.