Liputan6.com, Batam - Penerbitan Peraturan Peperintah (PP) 26/2023 tentang dibukanya kembali keran ekspor pasir laut menuai penolakan dari sejumlah kalangan. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Kepri dan Riau menolak dengan tegas aturan dalam PP tersebut.
Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kepri dan Riau Boy Jerry Even Sembiring kepada Liputan6.com, Selasa (30/5/2023) mengatakan, penerbitan PP tersebut memperlihatkan Presiden Joko Widodo abai terhadap aspirasi kelompok nelayan dan keselamatan wilayah pesisir dan pulau kecil.
"Kami tegas menolak PP tersebut dan meminta Joko Widodo segera membatalkan ketentuan tersebut," kata Even.
Advertisement
Even mengatakan, belajar dari pengalaman masa lalu, tambang pasir laut yang masif mengakibatkan kerusakan wilayah pesisir dan pulau kecil sekaligus terganggunya keberlanjutan nafkah hidup nelayan tradisional.
Terbitnya PP menunjukkan Joko Widodo lebih memperlihatkan keberpihakannya kepada kepentingan ekonomi, khususnya pebisnis skala besar.
Boy meminta Presiden Joko Widodo segera membatalkan peraturan tersebut. PP sebagai bagian peraturan perundang-undangan yang kewenangannya murni berada di presiden, tentu tidak sulit bagi Jokowi untuk mencabut PP tersebut.
"Urgensinya, keselamatan rakyat dan ekosistem laut kita," kata Even.
Berkaca dari pengalaman buruk masa lalu, pada Maret 2022, nelayan Rupat telah mengirim surat kepada presiden untuk mencabut satu IUP Pasir Laut di perairan bagian utara pulau tersebut.
Hal itu, kata Even, menjadi salah satu bukti, Jokowi tidak membuka telinganya dengan baik untuk mendengar suara dan tuntutan rakyat.
"Kami akan konferensi pers. Dan meminta seluruh elemen masyarakat yang merasa dirugikan karena PP ini untuk menggunakan langkah konstitusinya. Menggunakan hak menyampaikan pendapatnya " kata Even.
Respons Pemprov Kepri
Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Pemprov Kepri) masih mempelajari terkait kebijakan pemerintah pusat membuka kembali keran tambang dan ekspor pasir laut.
"Kami koordinasi dulu ke pemerintah pusat, teknisnya seperti apa," kata Gubernur Kepri Ansar Ahmad, di Tanjungpinang, Senin.
Ansar juga segera menggelar rapat bersama dinas-dinas terkait di lingkup Pemprov Kepri untuk menyusun langkah-langkah strategis, menyusul diperbolehkannya aktivitas ekspor pasir laut di Tanah Air.
Menurutnya, jika kegiatan ekspor pasir laut jadi dilaksanakan, khususnya di perairan Provinsi Kepri, maka kegiatan itu tentu harus berkontribusi bagi daerah setempat.
"Musti ditata betul-betul, misalnya bagaimana dengan program CSR nelayan. Sehingga kalau itu diterapkan, nelayan patut mendapat manfaat yang lebih besar," ujar Ansar.
Kemudian, kata dia lagi, Provinsi Kepri pun mengharapkan porsi pendapatan daerah yang lebih besar dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sektor tambang pasir laut tersebut.
Pendapatan daerah dimaksud juga akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan nelayan di Provinsi Kepri.
"Pola pembagian pendapatannya seperti apa, akan dibahas lebih lanjut," ujar Ansar lagi.
Ansar menambahkan bahwa perizinan tambang dan ekspor pasir laut diterbitkan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Kendati demikian, ujarnya pula, di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, ada salah satu pasal yang menyebut bahwa pembersihan material tambang pasir laut yang berpotensi ekonomi, proses izinnya melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) atau gubernur/kepala daerah.
"Tapi, kita tanyakan lagi ke pemerintah pusat supaya tak melanggar aturan yang ada," demikian Ansar.
Presiden Joko Widodo memperbolehkan pelaku usaha tambang-menambang sekaligus mengekspor pasir laut dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Advertisement