Liputan6.com, Makassar Nyaris memasuki tahun ketiga, Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel belum juga menetapkan tersangka dalam kasus dugaan mark-up paket bantuan sosial Covid-19 (bansos Covid-19) Kota Makassar Tahun Anggaran 2020.
Kepala Subdit III Tipikor Dit Reskrimsus Polda Sulsel, Kompol Hendrawan mengatakan, penentuan tersangka nanti dilakukan setelah pihaknya menerima hasil audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
"Nanti kita lihat dari hasil audit yang ada dari BPK seperti apa dan fakta hukum yang kita temukan baru kita dapat menentukan tersangka," ucap Hendrawan dikonfirmasi via telepon, Rabu (31/5/2023).
Advertisement
Saat ini, kata dia, auditor BPK sementara berupaya merampungkan hasil audit terkait kasus tersebut.Â
"Itu masih di BPK, infonya dari BPK sedang penyusunan/perampungan hasil audit oleh Tim BPK," tutur Hendrawan.
Terpisah, Direktur Pusat Kajian Advokasi Anti Korupsi (PUKAT) Sulawesi Selatan (Sulsel), Farid Mamma mengaku menyayangkan penanganan kasus dugaan mark-up paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 Kota Makassar Tahun Anggaran 2020 tersebut.Â
Di mana, kata dia, kasus tersebut ditangani sejak bulan Juli 2020, namun hingga detik ini belum ada titik terang akan kepastian tersangkanya.
Farid berharap Polda Sulsel dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) punya komitmen yang kuat untuk segera menuntaskan penanganan kasus yang cukup menyita perhatian masyarakat kota Makassar itu.
Sejak awal penyelidikan hingga kemudian naik status ke tahap penyidikan, kata dia, puluhan saksi telah diambil keterangannya secara maraton, dari sejumlah penerima bansos hingga beberapa orang dari pihak dinas terkait yang berwenang mengelola bansos Covid-19 tersebut.
"Tapi penetapan tersangka sampai sekarang masih abu-abu. Yah dalihnya klasik bahwa audit BPK belum turun sampai sekarang, kan agak aneh juga," tutur Farid.
Seharusnya, lanjut dia, Polda Sulsel bersifat agresif dengan rutin mempertanyakan ke BPK menyangkut perkembangan audit atas kasus tersebut yang terhitung sudah lama dimohonkan auditnya.
"Jadi kayak ada yang aneh saja karena kasus dugaan mark up paket bansos Covid-19 Kota Makassar ini lebih awal ditangani dibanding kasus BPNT Sulsel. Tapi kok kasus BPNT lebih awal tuntas," terang Farid.
Diketahui, paket sembako yang dikelola oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar itu, awal mula dikabarkan tidak tepat sasaran. Padahal tujuan keberadaan bantuan 60.000 paket sembako tersebut sejatinya untuk membantu meringankan beban masyarakat Kota Makassar dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19 yang belum juga redah kala itu.
Banyak warga yang tidak kebagian saat itu dan jika melihat isi paketannya diduga kuat ada mark-up pada harga satuannya.
Paket bantuan sembako berupa 60.000 kantong tersebut, diduga bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kota Makassar bukan dari pihak swasta.
Anggarannya diduga bersumber dari refocusing anggaran tiap SKPD yang dikelola langsung oleh Dinas Sosial (Dinsos) Kota Makassar. Di mana total dana APBD Makassar yang digunakan untuk mengadakan paket sembako tersebut kabarnya sebesar Rp24 miliar. Belum lagi ada bantuan dari pihak swasta kala itu.
Bantuan sembako dari pihak swasta yang dikelola oleh Dinsos Makassar selaku leading sektor penyaluran bantuan selama pandemi Covid-29 saat itu, juga dinilai tidak transparan atau bantuan paket sembakonya yang dibagikan ke masyarakat Makassar saat itu tidak diketahui jumlah sebenarnya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Â
Â
Â
Â
Â
Â