Liputan6.com, Jakarta - Tidak melulu soal baca tulis, perpustakaan justru bisa menjadi perpanjangan tangan menyulap wacana menjadi pengalaman nyata di lapangan. Juznia Andriani berhasil mengubah citra pustakawan yang awalnya hanya mentok di rak buku berdebu kini menjadi fasilitator di lapangan.
Perempuan yang akrab disapa Nunik ini bersama tim mengadopsi program Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial dari Perpustakaan Nasional, untuk diterapkan di masyarakat petani sesuai dengan tugas dan fungsi Pusat Perpustakaan dan Literasi Pertanian (PUSTAKA). Mengusung konsep 'Library Comes To You', masyarakat diajak untuk mengaplikasikan text to context atau teks ke konteks.
"Informasi dari buku diterapkan langsung ke lapangan," ujar perempuan kelahiran Wonosobo, 27 September 1969 ini.
Advertisement
Dalam penerapan di lapangan, ia tidak bekerja sendirian. Juznia berjejaring dengan instansi dan fungsional terkait, mulai dari penyuluh pertanian, para petani, dinas-dinas yang bersinggungan dengan kegiatan literasi dan pertanian, seperti Dinas Arsip dan Perpustakaan, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Pertanian serta lembaga penelitian dan pendidikan.
PUSTAKA telah mengembangkan Perpustakaan Khusus Berbasis Inklusi Sosial di delapan lokasi. Dalam kegiatannya, Juznia juga mengembangkan literasi melalui taman baca atau pojok baca di banyak lokasi, supaya masyarakat bisa memanfaatkan buku atau informasi lain yang tersedia.
"Dalam penguatan literasi, kami membantu masyarakat menerapkan ilmu yang ada di buku. Untuk solusi ketika ada masalah di lapangan, kami menjadi fasilitator untuk membantu masyarakat berjejaring dengan ahli atau pakar yang bisa menanggulangi masalah itu," ucapnya.
Salah satu contoh sukses Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial berada di Desa Gunungputri, Kabupaten Bogor. Kawasan itu sebenarnya adalah wilayah industri yang akhirnya dikembangkan menjadi lahan pertanian perkotaan.
Lahan pekarangan penduduk dimanfaatkan untuk dijadikan sumber pangan, sehingga dapat mencukupi kebutuhan pangan warga setempat. Di Gunungputri juga terdapat danau atau situ yang penuh dengan eceng gondok.
Selama ini eceng gondok hanya dipandang sebagai limbah. Namun, setelah membaca buku dan menghimpun informasi, ternyata eceng gondong juga punya segudang manfaat diolah menjadi pupuk.
"Kami panggil peneliti BRIN untuk terjun langsung ke masyarakat membantu mengolah eceng gondok jadi pupuk dan disalurkan ke wilayah yang membutuhkan," kata Juznia.
Dari sisi literasi, di setiap RW ada taman baca, Desa Gunungputri memiliki 16 taman baca yang tersebar di pos ronda, posyandu, dan rumah penduduk.
Penggeraknya adalah para relawan atau volunteer yang terdiri dari para pemuda, ibu rumah tangga, aparat RT/RW, dan Babinsa.
"Mengapa Babinsa ikut menggerakkan? Karena mereka membantu dalam menggilir buku di tiap RW dan berperan sebagai petugas perpustakaan lingkungan. Di setiap boks pada motor Binmas akan ada buku-buku," kata Juznia, yang juga finalis Pustakawan Berprestasi Nasional 2023 pilihan Perpusnas.
Â
Â
Pojok Baca
Kemajuan taman baca di Desa Gunungputri membuat Juznia dan tim mengusulkan pengadaaan Pojok Baca Digital (POCADI) ke Perpustakaan Nasional. Setelah berkoordinasi dengan Dinas Arsip dan Perpustakaan Kabupaten Bogor pengajuan POCADI diusulkan dan  disetujui.
POCADI berlokasi di sebuah bangunan dekat Kantor Desa yang telah terhubung dengan jaringan internet. Lokasi POCADI mudah diakses dan menjadi pusat perpustakaan desa dan pusat kegiatan literasi desa. Berbagai kegiatan telah terjadwal tiap minggunya dan banyak sekolah memanfaatkan untuk kegiatan luar kelas.
"Bahkan POCADI menjadi salah satu spot yang wajib dikunjungi ketika ada tamu atau rombongan anak sekolah datang ke desa itu," tuturnya.
Kegiatan penguatan literasi di desa itu juga melahirkan local champion yang menjadi motor penggerak dan pegiat literasi. Mereka, Mustaqim dan Fadli mitra pustakawan untuk kegiatan literasi di Desa Gunungputri.
Pengalaman mereka dalam kegiatan literasi sudah dituliskan dalam buku. Â
"Mereka intens membina masyarakat soal literasi dan sekarang sering jadi pembicara nasional," kata Juznia.
Selain Desa Gunungputri, perpustakaan khusus berbasis inklusi sosial juga diterapkan di Kecamatan Cibungbulang, Leuwiliang, Jatinom Klaten, dan Nguter, Sukoharjo. Saat ini, perpustakaan berbasis inklusi sosial sedang dirintis untuk Kampung Durian Rancamaya dan Kampung Flori Bojongkerta di Kota Bogor.
Kendati demikian, Juznia tidak menampik ada pula lokasi yang tidak berhasil dengan program ini. Ia beralasan, dukungan dari masyarakat terutama aparat desa dan tokoh yang berpengaruh sangat menentukan keberhasilan program literasi ini.
"Kalau tidak ada dukungan, kegiatan tidak berjalan lancar," ucapnya.
PUSTAKA juga mengelola  taman baca yang didirikan di dekat IPB. Namanya Taman Baca Dramaga.
Di tempat ini, Juznia dan rekan pustakawan membina ibu-ibu yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT) dan anak-anak. Taman baca itu menjadi pusat pertanian dan literasi. Bahkan, di dalamnya kerap ada pelatihan kegiatan pertanian.
"Kami coba tanamkan literasi pertanian pada anak sejak dini, dan ibu ibu mampu memanfaatkan lingkungan pekarangan untuk pertanian," ujar Juznia.
Keberadaan Taman Baca Dramaga juga tidak lepas dari kerja sama dengan aparat setempat dan sekolah-sekolah yang berada di sekitarnya. Mahasiswa IPB pun kerap menjadi relawan untuk mengajar anak-anak sekitar, mulai dari les gratis mata pelajaran, latihan pencak silat, permainan edukatif dan kegiatan lainnya..
Di kantor pusat PUSTAKA Jalan Juanda 20, sejak 2018 juga dikembangkan Kid’s Corner.  Berawal dari tulisan peneliti yang menyebutkan anak muda sekarang kurang berminat terhadap pertanian, PUSTAKA berinisiatif mengembangkan layanan Kid’s yang bertujuan  menumbuhkan kecintaan anak terhadap dunia pertanian.
Ruangan Kid’s Corner  dilengkapi dengan buku anak, alat peraga permainan edukatif dan juga  sarana video dan televisi untuk menonton film.
"Saya menyusun kegiatan one stop shopping dalam layanan anak. Pemustaka cilik yang  dating kita sambut dengan perkenalan dan membuat suasana nyaman. Sudah terbentuk chemistry dengan pemustaka  kegiatan dimulai  dimulai dengan mendongeng. Mendongeng merupakan sarana mengajak anak cinta pertanian dan gemar membaca tanpa kesan menggurui," kata Juznia.
Anak-anak sekolah dari tingkat TK sampai SMA kerap memanfaatkan layanan Kid’s Corner. Biasanya mereka datang rombongan didampingi guru. Menurut Juznia, materi pembelajaran yang diberikan pun berbeda-beda.
Untuk anak TK, misalnya, dikenalkan dengan beragam jenis buah sayuran dan kegiatan mewarnai atau bermain puzzle. Siswa  SD diberi materi kegiatan pertanian serta library tour. Anak anak diajak menonton video edukasi pertanian.
Sementara, siswa SMP dan SMA diberi pengenalan lebih dalam tentang pentingnya  sektor pertanian dan diajarkan tentang pencarian  informasi secara mandiri dan berliterasi yang bijaksana. Library tour juga dilakukan dengan mengenalkan proses merawat buku agar awet terpelihara serta proses kemas ulang digitasi buku. Â
Advertisement
Rajin Menulis Buku
Selain sebagai pustakawan, Juznia juga ditunjuk oleh Perpustakaan Nasional menjadi asesor perpustakaan. Pendampingan di perpustakaan lingkup Kementerian Pertanian untuk persiapan akreditasi terus dilakukan.
"Ada 118 perpustakaan di bawah Kementerian Pertanian yang terus kita bina. Minimal mereka mengelola perpustakaan sesuai dengan SNP (Standar Nasional Perpustakaan) dan mendapatkan, akreditasi," ucapnya.
Juznia juga rajin menulis. Ada dua buku tunggal dan 80 buku antologi yang telah terbit. Tulisannya banyak dimuat di jurnal, prosiding surat kabar dan majalah.
Ia selalu mengajak teman dan pemustaka untuk menerapkan cinta ilmu pengetahuan, gemar membaca, rajin menulis.
Selain menulis, Juznia kerap menjadi narasumber untuk kegiatan literasi, penulisan dan layanan perpustakaan.
Juznia dan rekan pustakawan di PUSTAKA ikut berpartisipasi dalam membangun Museum Tanah dan Pertanian yang menerapkan konsep GLAM (Gallery, Library, Archive and Museum).
Pencarian informasi untuk alur sejarah dilakukan melalui penelusuran di buku antikuariat, dipelajari, didiskusikan, dan menjadi story line di museum.
"Kami bekerja keras untuk mendapatkan informasi dan mencerna isinya untuk didiikusikan dan diterapkan di museum, termasuk untuk pengumpulan dan penyusunan artefaknya," ujar Juznia.
Ia memegang prinsip nyalakan satu lilin daripada mengeluh dalam kegelapan dan jadilah pustakawan yang inspiratif dan terus mengembangkan literasi di masyarakat. Hal ini pula yang mendorong Juznia terus berupaya agar literasi pertanian dapat tersosialisasi dan diterima oleh masyarakat.
Pertanian mempunyai peran penting dalam pemenuhan pangan. Informasi pertanian sudah mudah diakses dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Pengelolaan repository pertanian juga terus ditingkatkan dengan konten yang terus bertambah.