Liputan6.com, Jakarta Pengadilan Negeri Makassar akhirnya memutuskan gugatan sengketa hukum antara Ardiyono Pattasila selaku penggugat melawan Gubernur Sulsel selaku tergugat dan Inspektorat Sulsel selaku tergugat 1, Selasa 23 Mei 2023.
Dalam putusannya, Majelis Hakim pada Pengadilan Negeri Makassar yang diketuai oleh Haryanto, menyatakan mengabulkan gugatan Ardiyono Pattasila untuk sebagian, menyatakan Gubernur Sulsel telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatigee daad) serta menyatakan bukti surat Nomor: 880/07/XI/BKD/2020, tanggal 4 November 2020 yang isinya bertuliskan pada kalimat 'benar' saudara Ardiyono Pattasila, S.Stp, melakukan perbuatan penipuan untuk jaminan kelulusan pada penerimaan CPNS Kementerian Hukum dan HAM formasi tahun 2019 dan Penerimaan Praja IPDN untuk masa penerimaan tahun 2018-2019 adalah tidak berkekuatan hukum mengikat.
Tak sampai di situ, Majelis Hakim dalam putusannya juga turut menghukum Gubernur Sulsel untuk memulihkan nama baik dan mengembalikan kedudukan status sosial Ardiyono Pattasila seperti sedia kala, serta mengumumkan kepada khalayak ramai di koran harian/media online baik nasional maupun daerah selama 14 hari secara berturut-turut bahwa Ardiyono Pattasila tidak pernah bersalah melakukan perbuatan penipuan untuk jaminan kelulusan pada penerimaan CPNS Kementerian Hukum dan HAM formasi tahun 2019 dan penerimaan Praja IPDN untuk masa penerimaan tahun 2018-2019 agar diketahui oleh khalayak ramai.
Advertisement
"Selanjutnya menghukum tergugat untuk membayar uang paksa (Dwangsom of astriante) sebesar Rp15.000.000 setiap hari apabila terlambat melaksanakan putusan dalam perkara perdata ini terhitung sejak perkara ini didaftarkan pada kepaniteraan perdata Pengadilan Negeri Makassar," ucap Ketua Majelis Hakim, Haryanto dalam putusannya.
"Menghukum tergugat dan para turut tergugat untuk tunduk dan taat/patuh pada putusan dalam perkara perdata ini dan menghukum tergugat dan para turut tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp1.440.000," lanjut Ketua Majelis Hakim, Haryanto membacakan putusannya.
Siapa Menang?
Menanggapi putusan Majelis Hakim tersebut, Jermias Rarsina selaku Ketua Tim Kuasa Hukum Ardiyono Pattasila mengaku sangat merasa puas atas putusan Majelis Hakim dalam perkara perdata yang dimohonkan kliennya tersebut tepatnya Perkara Perdata Nomor: 421/Pdt.G/2022/PN.Mks, Selasa 23 Mei 2023.
Ia menilai Majelis Hakim yang mengadili perkara perdata tersebut sangat teliti dalam memberi pertimbangan dan penilaian hukum terhadap dalil gugatan kliennya selaku penggugat.
"Patut diacungkan jempol terhadap kualitas intelektual Majelis Hakim dalam membedah kasus posisi hukum dari gugatan klien kami (Ardiyono Pattasila), sehingga berani menjatuhkan putusan memenangkan klien kami dalam menghadapi Gubernur Sulawesi Selatan sebagai tergugat dkk," ucap Jermias dikonfirmasi via telepon, Senin (5/6/2023).
Ia menjelaskan, dalil gugatan yang diajukan Tim Kuasa Hukum yang tergabung dalam Kantor Hukum Jermias T.U Rarsina, S.H, M.H dan Partners untuk memperjuangkan hak perdata Ardiyono Pattasila adalah berkaitan dengan adanya perbuatan melawan hukum (Onrecht matigeedaad) dalam hubungannya dengan surat/akta yang dikeluarkan oleh Gubernur Sulawesi Selatan (Tergugat) Nomor: 880/07/XI/BKD/2020, tanggal 4 November 2020 yang isi surat (akta) tersebut pada konsideran menimbang pada huruf a berbunyi: Benar Ardiyono Pattasila, S.STP melakukan perbuatan penipuan untuk menjamin kelulusan pada penerimaan CPNS Kementerian Hukum dan HAM formasi tahun 2019 dan Penerimaan Praja IPDN untuk masa penerimaan tahun 2018-2019.
Berangkat dari peristiwa hukum tersebut, kata Jermias, gugatan Tim Kuasa Hukum Ardiyono (Penggugat) tentang perbuatan melawan hukum (Onrecht Matigedaad) yang mendudukkan dalil hukum mengenai perbuatan Gubernur Sulsel dalam suratnya tersebut yang menyatakan Ardiyono Pattasila bersalah melakukan tindak pidana penipuan adalah sudah tepat memenuhi unsur perbuatan melawan hukum (PMH).
"Dan alasan hukum dari pertimbangan Majelis Hakim bersesuaian dengan dalil gugatan penggugat, di mana wewenang untuk menyatakan menghukum bersalah dalam tindak pidana berada pada lembaga yudikatif bukan pada lembaga eksekutif," terang Jermias.
Hal tersebut, kata Jermias, harus memenuhi prosedur menurut KUHAP (Hukum Acara Pidana), dalam hal ini wajib meliputi tindakan hukum penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga putusan pengadilan oleh Hakim pidana yang menyatakan bersalahnya seseorang, barulah dapat dianggap bersalah melakukan suatu tindak pidana. Itu pun putusan bersalah tersebut harus berkekuatan hukum tetap (Inkracht Van gewisdje zaak).
"Di situlah inti dari pertimbangan hukum Majelis Hakim yang mengadili perkara perdata klien kami tersebut, sehingga dihubungkan dengan semua alat bukti dari pihak kami selaku penggugat dan beberapa alat bukti dari tergugat, terbukti bahwa tidak ada satupun fakta hukum di persidangan klien kami (Ardiyono Pattasila) selaku penggugat dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan putusan Hakim pidana di muka persidangan," jelas Jermias.
Jermias berharap dengan adanya perkara yang dialami kliennya, Ardiyono Pattasila dapat memberi pembelajaran kepada orang hukum bahwa tidak semua kasus hukum berupa surat keputusan yang dikeluarkan oleh Pejabat Administrasi Negara wajib digugat pada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN), namun harus dilihat dari konteks kasuistisnya.
"Bila ada perbuatan melawan hukum (PMH) secara hak perdata, tidak ada salahnya digugat pada peradilan umum, namun haruslah dikaji secara cermat atau teliti konstruksi hukumnya untuk dilakukan pengajuan gugatan PMH agar dapat dikabulkan," Jermias menandaskan.
Advertisement